Lockdown Dinilai Bukan Kunci Penanganan COVID-19 di Indonesia

Kasus COVID-19 Indonesia melonjak tajam beberapa hari ini

Jakarta, IDN Times – Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah, menilai penguncian (lockdown) atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bukanlah hal yang utama untuk dilakukan untuk meredam penularan virus corona (COVID-19).

“Apapun yang dilakukan kebijakan itu, maupun itu PSBB ataupun lockdown, sebenarnya semuanya cuma tergantung pada dua hal. Satu adalah soal pengawasan dan law enforcement yang kedua adalah soal kedisiplinan masyarakat,” katanya dalam acara Perspektif Indonesia yang digelar Smart FM Network dan Populi Center, Sabtu (19/8/2021).

Baca Juga: Yogyakarta Kemungkinan Lockdown Total, Sultan: PPKM Sudah Gagal

1. Kasus COVID-19 Indonesia melonjak tajam

Lockdown Dinilai Bukan Kunci Penanganan COVID-19 di IndonesiaIlustrasi ambulans (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Trubus menyampaikan hal tersebut di tengah ramainya perdebatan soal langkah apa yang harus diambil pemerintah untuk menangani kasus COVID-19 yang terus melonjak tajam.

Sebagaimana diketahui, kasus COVID-19 di Indonesia terus mencatatkan kenaikan sebagai dampak dari mobilitas tinggi masyarakat selama mudik lebaran bulan lalu.

Bahkan Satgas Penanganan COVID-19 melaporkan total kasus positif COVID-19 di Indonesia hingga Jumat (18/6/2021) mencapai 1.963.266.

Dalam 24 jam terakhir terjadi penambahan 12.990 kasus baru. Angka ini adalah yang tertinggi sejak Februari 2021.

Baca Juga: Klaim Vaksin Nusantara Ampuh Lawan Mutasi COVID-19 di Tengah Polemik

2. Pemerintah pertimbangkan lockdown terbatas

Lockdown Dinilai Bukan Kunci Penanganan COVID-19 di IndonesiaIlustrasi pandemik COVID-19. (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)

Trubus lebih lanjut mengatakan seandainya pemerintah menerapkan lockdown sekali pun, maka hal itu perlu dibarengi kesadaran masyarakat untuk mengurangi pergerakan atau mobilitasnya.

Ia juga menyatakan bahwa pemerintah saat ini sedang mempertimbangkan penerapan lockdown terbatas, di mana hanya daerah zona merah saja yang di lockdown. Sementara untuk zona kuning atau hijau, cukup diterapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro.

“Ada yang menganggap pemerintah itu kita sebut saat saya diskusi kemarin itu, beranggapan bahwa baik lockdown lokal atau pun PPKM micro sebenarnya bisa dianggap sinkron, katanya gitu. Artinya apa? Yang penting masyarakat tidak bermobilitas. Intinya itu. Jadi kuncinya itu sebenarnya masalah mobilitas ini yang harus ditekan.”

Baca Juga: Klaim Vaksin Nusantara Ampuh Lawan Mutasi COVID-19 di Tengah Polemik

3. Budaya hukum di Indonesia masih rendah

Lockdown Dinilai Bukan Kunci Penanganan COVID-19 di IndonesiaIlustrasi (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Meski yakin langkah-langkah itu bisa menekan wabah, namun menurut Trubus, semua inisiatif tersebut akan sulit tercapai dikarenakan masyarakat Indonesia masih memiliki kesadaran hukum yang rendah.

“Budaya hukum masyarakat kita itu memang relatif rendah. Jadi tugas beratnya di sini,” ujarnya.

Ia memaparkan bahwa hal ini bisa dilihat dari soal kepatuhan warga dalam menjalankan protokol kesehatan, seperti memakai masker.

“Untuk DKI Jakarta saja, orang yang menggunakan masker itu hanya mencapai 78 persen. Artinya belum sampai 95 persen itu belum. Itu di Jakarta. Ibu kota, yang sudah episentrum dalam hal penularan COVID,” katanya.

“Bagaimana di daerah lain tentu ini akan (jadi) tugas berat Satgas COVID,” tambahnya.

Baca Juga: Korsel Janjikan Rp2,8 Triliun untuk Program Vaksin COVID-19 Global

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya