Obat Kanker Tidak Lagi Ditanggung BPJS, Ini Tanggapan Dua Kubu Capres

Dulu dicover, sekarang tidak

Jakarta, IDN Times – Obat kanker usus atau kolorektal dihapuskan dari daftar Kementerian Kesehatan dan tidak ditanggung lagi oleh BPJS Kesehatan. Penghapusan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/707/2018 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/659/2017 tentang Formularium Nasional.

Dalam keputusan yang dikeluarkan 19 Desember 2018, ada dua jenis obat kanker yang tidak lagi ditanggung BPJS Kesehatan, antara lain obat bevasizumab yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan kanker dan obat cetuximab yang digunakan untuk pengobatan kanker kolorektal (kanker usus besar). Kedua obat ini merupakan terapi target yang selama ini digunakan pengobatan pasien kanker usus.

1. Pengobatan kanker, dulu masih dicover, sekarang tidak

Obat Kanker Tidak Lagi Ditanggung BPJS, Ini Tanggapan Dua Kubu CapresANTARA FOTO/Didik Suhartono

Terkait dengan keputusan yang sudah berlaku sejak Jumat (1/3), Ketua DPP Bidang Kewanitaan PKS, Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, persoalan BPJS itu bukan BPJS unseight. “Kita harus melihat kenapa mereka tidak melakukan coverage terhadap itu. Dulu masih dicover, sekarang tidak,” kata Ledia.

Menurutnya, ada persoalan yang harus diperhatikan bersama. Salah satunya, soal BPJS Kesehatan yang mengalami kesulitan keuangan. Hal ini disebabkan, bantuan iuran yang seharusnya diterima dari pemerintah untuk sejumlah besar, ada 94 juta orang penerima bantuan iuran belum dibayarkan secara rutin oleh pemerintah. Artinya, pemerintah masih mencicil itu.

Sementara, orang sakit itu akan terus-menerus. Lebih lanjut, Ledia mempertanyakan bagaimana kemudian pemerintah akan memutar itu.

2. Pemerintah perlu memperbaiki standar perhitungan biaya pengobatan

Obat Kanker Tidak Lagi Ditanggung BPJS, Ini Tanggapan Dua Kubu CapresDok. IDN Times

Ledia menjelaskan, selama ini yang menjadi fokus pemerintah hanya pada kuratif, pengobatan. Jika biaya pengobatan sangat tinggi, itu pasti. Karena tadi, pemerintah tidak sempat berinvestasi, semua langsung dipakai. Tentunya hal ini memang menjadi persoalan.

“Ketika tax rationya baik, harusnya pemerintah memiliki anggaran yang cukup untuk memberikan bantuan iuran langsung dibayarkan kepada BPJS. Oleh pemerintahan ya, ini tanggungjawab pemerintah,” tegasnya.

Persoalan ini sudah menjadi tanggungjawab pemerintah dalam melakukan pembayaran. Ketika sudah dilakukan pembayaran, itu akan mempermudah BPJS untuk bergerak. “Dari situ kita bisa melihat, sebenarnya mana yang bisa dialokasikan lebih baik. Artinya, ada banyak penyakit yang memerlukan waktu yang cukup panjang untuk diberikan obat-obatnya, bukan hanya kanker. Kita bisa melihat, problemnya ada di situ,” ujarnya . 

Kemudian, yang harus diperbaiki adalah bagaimana standar perhitungan biaya pengobatannya. Hal ini juga menjadi masalah karena biasanya nanti menyesuaikan dengan berapa yang diterima BPJS dari pemerintah. Secara umum, terbesarnya ada di pemerintah.

3. Penggunaan obat bevacizumab dan cetuximab dinilai dari keefektivannya

Obat Kanker Tidak Lagi Ditanggung BPJS, Ini Tanggapan Dua Kubu CapresInstagram/@dini_purwono

Menanggapi hal tersebut, Dini Shanti Purwono, anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan capres-cawapres Joko 'Jokowi' Widodo-Ma'ruf Amin ini mengatakan, sebenarnya bukannya BPJS tidak mau menanggung obat kanker. Tetapi memang ada beberapa obat kanker, misalnya dalam kasus kanker payudara, kanker usus, itu ada yang tidak ditanggung.

Berdasarkan pengujian klinis, obat tersebut tidak terlalu efektif untuk mengobati. Jadi, ada satu obat kanker yang biasa dipakai kanker payudara, ternyata ditemukan, obat tersebut tidak akan efektif untuk kanker yang stadiumnya tinggi.

Salah satu pertimbangan penilaiannya adalah dari sisi efektifitas harga dibanding dengan manfaat.

4. Obat bevasizumab dan cetuximab masih dicover oleh BPJS

Obat Kanker Tidak Lagi Ditanggung BPJS, Ini Tanggapan Dua Kubu CapresANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Dini menambahkan, dihapuskannya kedua obat kanker dari formularium nasional karena harganya yang sangat mahal. Ia mengatakan, untuk proses pengobatan kanker usus selama enam bulan dengan kedua jenis obat tersebut, bisa menghabiskan biaya hingga Rp 250 juta. Sementara, untuk penggunaan obatnya sendiri, biasanya mencapai 15 juta – 20 juta. Ini menjadi tidak efektif dan menjadi tidak tepat guna.

Dalam keputusan menteri, untuk jenis obat bevasizumab sudah tidak dimasuk dalam formularium nasional obat yang ditanggung BPJS Kesehatan. Sementara, untuk jenis obat cetuximab, dalam keputusan menteri kesehatan yang baru, pemberian diberikan dengan peresepan maksimal sebanyak enam siklus atau sampai terjadi perkembangan atau timbul efek samping yang tidak dapat ditoleransi mana yang terjadi terlebih dahulu.

Obat itu masih digunakan dan masih dicover BPJS untuk orang yang menderita kanker payudara stadium rendah. “Karena untuk kanker stadium rendah, obat tersebut masih efektif. Sedangkan, untuk kanker stadium tinggi, ada pilihan obat-obatan lain yang dicover oleh BPJS, yang bisa menjadi alternatif,” jelasnya.

5. Pemerintah memberikan alternatif obat kanker pengganti bevacizumab dan cetuximab

Obat Kanker Tidak Lagi Ditanggung BPJS, Ini Tanggapan Dua Kubu CapresANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Praktisi hukum ternama caleg PSI juga menilai, ini lebih kepada efektivitas. “BPJS juga harus melihat efektivitas, termasuk obat. Obat tersebut diperlukan atau tidak. Atau ada yang menjadi obat pengganti, yang sama efektivitasnya. Jadi, bukan dicancel sama sekali. Selama ini, masih dicover kok,” kata Dini.

Sebelumnya, pihak BPJS Kesehatan menyiapkan alternatif obat kanker pengganti bevacizumab dan cetuximab yang biasa digunakan pasien dan dianggap lebih efektif. Dalam Formularium Nasional (Fornas), obat pengganti tersebut antara lain irinotekan, kepesitabin dan oksaliplatin. Obat tersebut berupa injeksi yang diberikan kepada pasien sesuai dosisnya.

Dini mengatakan, pemerintah tetap memberikan solusi terkait dua obat yang menjadi polemik di masyarakat tersebut. Ia menegaskan, pemberian obat tersebut tetap dikaji oleh para ahli.

Baca Juga: Kemenkes Akan Kaji Ulang Pencabutan Obat Kanker Usus dari Fornas 

Topik:

  • Anata Siregar
  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya