Simulasi Pemilu, Difabel Masih Kesulitan Lakukan Pencoblosan

Banyak yang kebingungan dan salah coblos, duh!

Jakarta, IDN Times – Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) bersama Kapal Perempuan dan Migrant Care menyelenggarakan “Simulasi Pemilu 2019: Perempuan Memilih” di Gelanggang Olah Raga (GOR) Bulungan, Jakarta Selatan pada Sabtu (6/4).

Acara yang dimulai sejak pukul 10.00 WIB itu, dihadiri sekitar 500 perempuan dari berbagai komunitas yang terdiri dari perempuan penyandang disabilitas, lansia, ibu rumah tangga, perempuan miskin kota, perempuan muda, buta aksara, dan lain-lain.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan perempuan tentang Pemilu 2019 serta mendorong perempuan menggunakan hak pilihnya secara kritis. Selain itu, simulasi pemilu juga diadakan untuk mengidentifikasi kesenjangan akses yang dialami kelompok perempuan disabilitas, lansia, dan pemilih pemula.

1. Simulasi Pemilu beri pemahaman tentang teknis pencoblosan

Simulasi Pemilu, Difabel Masih Kesulitan Lakukan PencoblosanIDN Times/Rini Oktaviani

Simulasi yang awalnya direncanakan diikuti oleh 50 perwakilan peserta, karena keterbatasan waktu hanya dapat diwakili sebanyak 15 peserta untuk maju ke depan.

Dalam simulasi, para peserta diberikan pemahaman tentang model dan warna surat suara, jumlah surat suara yang dicoblos dan tata cara atau teknis pencoblosan lainnya.

Surat suara yang disosialisasikan terdiri dari surat suara untuk pemilihan presiden (Pilpres), pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi serta DPRD Kabupaten.

Pemahaman masyarakat mengenai Pemilu 2019 yang dinilai masih minim ini, harus menjadi perhatian semua pihak. Apalagi pemilu kali ini ada empat kertas suara untuk Jakarta dan lima kertas suara di luar Jakarta. 

2. Simulasi Pemilu mempermudah pemilih dalam memberikan hak suaranya

Simulasi Pemilu, Difabel Masih Kesulitan Lakukan PencoblosanIDN Times/Rini Oktaviani

Sementara itu, Ketua KPUD DKI dan anggota KPPS, Betty Epsilon Indroos mengapresiasi diadakannya acara simulasi pemilu seperti ini guna memberikan pemahaman kepada masyarakat agar pelaksanaan pemilu pada 17 April mendatang bisa berjalan efektif dan sukses.

“Saya mengapresiasi kegiatan-kegiatan seperti ini, yang dilakukan oleh berbagai organisasi sipil yang membantu kita semua untuk menyukseskan pemilu dengan cara memberikan pemahaman yang baik terhadap pemilu 2019 di TPS,” ujar Betty.

Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, surat suara yang diberikan juga berbeda dari pemilu 2014. Nantinya, di setiap TPS di DKI Jakarta, akan dipasang poster dapil DPR RI dan dapil DPRD Provinsi. Sementara, untuk dapil presiden dan wakil presiden NKRI, dapil DPD adalah Provinsi DKI Jakarta.

Melalui sosialisasi seperti ini, Betty berharap, masyarakat menjadi lebih mudah dalam memberikan haknya di balik bilik suara. “Dia tahu berapa jumlah surat suara yang akan diterima, bagaimana cara memilih secara sah serta surat suaranya menjadi bernilai,” jelasnya.

Baca Juga: Jokowi Surati KPU Agar OSO Tetap Caleg DPD Dinilai Bukan Intervensi

3. Masih ada hambatan saat melakukan simulasi pencoblosan

Simulasi Pemilu, Difabel Masih Kesulitan Lakukan PencoblosanIDN Times/Rini Oktaviani

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Perempuan Indonesia, Sutriyatmi menilai, pemilih perempuan memiliki beberapa hambatan di dalam pelaksanaan pemilihan di TPS. Salah satunya, pemilih membutuhkan waktu yang lebih lama melihat kembali caleg-caleg yang mereka dukung. Selain itu, mereka juga merasa khawatir tentang rumitnya memilih dalam pemilu tahun ini. Ada 5 surat suara dari pemilihan presiden dan legislatif, termasuk DPD di dalamnya.

"Ada satu yang ingin kami sampaikan kepada KPU, karena mereka yang kesulitan huruf dan angka tidak boleh didampingi, hanya disabilitas. Kami belum bisa mengecek seluruh Tempat Pemilihan Suara (TPS) apakah ramah atau tidak untuk difabel," ujarnya. 

Untuk itu, hasil yang dicapai dari acara simulasi hari ini akan diserahkan kepada KPU sebagai rekomendasi untuk perbaikan peraturan dan berbagai tata cara atau teknis pencoblosan ke depan supaya lebih baik. 

Sutriyatmi berharap, simulasi ini dapat meningkatkan partisipasi pemilih karena ada beberapa dari mereka yang sudah mengeluh akan golput. Tetapi pelaksanaan simulasi ini, diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dan mereka semakin percaya diri untuk memilih dengan benar dan mendukung perwakilan politik perempuan sehingga dapat meningkatkan partisipasi perempuan di dalam memilih.

4. Simulasi Pemilu, ini waktu yang dibutuhkan saat mencoblos

Simulasi Pemilu, Difabel Masih Kesulitan Lakukan PencoblosanMigrant Care

Di samping itu, banyak hal yang harus diketahui, terlebih pemilu kali ini adalah pemilu serentak yang pertama. Dari hasil simulasi pemilu di beberapa daerah, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memilih adalah 3 sampai 5 menit. Sementara, untuk lansia dan penyandang disabilitas belum terlalu banyak dicoba, maksimal 5 menit. Sedangkan, berdasarkan simulasi yang baru saja dilakukan, pemilih membutuhkan waktu bahkan hingga 15 menit.

Kalau di setiap TPS terdapat 300 pemilih, dan 1 orang membutuhkan waktu lima menit, maka akan dibutuhkan waktu sekitar 1.500 menit untuk seluruh pemilih. Tentu hal ini tidak memungkinkan.

“Kerumitan dan luasnya cakupan Pemilu 2019 serta kurangnya akses informasi bagi perempuan dan kelompok rentan, berpotensi menimbulkan kerawanan tidak sahnya suara mereka. Untuk itu, KPI menggerakkan seluruh jaringan komunitas perempuan untuk bersama-sama mengawal dan terlibat aktif dalam Pemilu yang akan menentukan masa depan Indonesia selama lima tahun mendatang,” ujar Sutriyatmi.

Baca Juga: Polisi Dalami Laporan KPU Soal Hoaks Settingan Server Menangkan Jokowi

5. Pemilu masih belum inklusif

Simulasi Pemilu, Difabel Masih Kesulitan Lakukan PencoblosanIDN Times/Rini Oktaviani

Direktur Eksekutif Indopolling Network, Wempy Hadir, memberikan pandangannya terkait potensi kecurangan di Pemilu 2019. “Survei Indopolling menunjukkan praktik politik uang masih terjadi. Itu harus dihentikan karena melanggengkan korupsi. Laporkan praktik politik uang pada penyelenggara Pemilu,” ucapnya.

Yolanda Panjaitan, peneliti Cakra Wikara Indonesia menambahkan, “Voters education bukan sekedar mencoblos, tetapi pendidikan politik yang lebih komprehensif harus dirancang. Kita harus paham fungsi DPRD, DPR RI, dan melihat rekam jejaknya. Serta memastikan, saat sudah terpilih, apakah anggota legislatif akan benar-benar memperjuangkan kepentingan kita?” ujarnya.

Bukan hanya mengakomodir akses kepada hak politik, tetapi juga memastikan asas pemilu berjalan dengan LUBERJURDIL. KPI dan Migrant Care juga terdaftar sebagai lembaga pemantau pemilu yang telah terakreditasi oleh Bawaslu.

6. KPU perlu mengubah strategi sosialisasi kepada pemilih

Simulasi Pemilu, Difabel Masih Kesulitan Lakukan PencoblosanIDN Times/Rini Oktaviani

Untuk memastikan semua orang dalam praktik pemilu yang bebas, salah satu indikatornya adalah partisipasi untuk menyelenggarakan simulasi. Semakin luas simulasi oleh masyarakat, maka KPU akan semakin diuntungkan. 

“Simulasi yang diselenggarakan hari ini merupakan evaluasi agar persiapan di hari H, semua pihak lebih mantap agar pemilih betul-betul siapa pada hari pemungutan suara, serta pihak penyelenggara bisa mengevaluasi hal-hal yang menjadi tantangan yang kemudian diperbaiki ketika mereka akan menyelenggarakan pemungutan suara,” jelas Direktur Perludem Titi Anggraini.

“Oleh karena itu, sosialisasi KPU di waktu yang tersisa 11 hari ini harus diubah. Tinggal beberapa hari lagi menuju pelaksanaan pemilu. KPU perlu mengubah strategi sosialisasinya, bergeser dari sosialisasi hari h kepada hal-hal yang lebih teknis seperti tata cara pemberian suara, suara sah dan tidak sah serta bagaimana mengakses informasi terkait calon. Hal tersebut yang ternyata menjadi kendala yang dihadapi oleh pemilih,” tambahnya.  

7. Suara Pemilih menjadi penentu masa depan bangsa

Simulasi Pemilu, Difabel Masih Kesulitan Lakukan PencoblosanIDN Times/Rini Oktaviani

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPU RI, Arif Budiman yang juga menghadiri simulasi ini menyampaikan pesannya pada para calon pemilih. “Pemilu memang tidak mudah, tapi penting untuk memilih pemimpin bangsa. Kita semua tidak bisa menghindar dari Pemilu, tanggal 17 April nanti kita akan memilih semua tingkatan: DPD, DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR-RI, Presiden dan Wakil Presiden. Jangan hanya pilih Presiden dan Wakil Presiden saja,” ucapnya.

Senada dengan yang disampaikan oleh Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant Care. “Kita jangan hanya terlarut dalam kontestasi Capres dan Cawapres saja, tetapi juga harus memastikan keterwakilan isu perempuan dalam legislatif melalui Pemilu ini,” tukasnya.

KPI, Kapal Perempuan dan Migrant Care menyerukan, seluruh perempuan dan kelompok rentan untuk menggunakan hak suaranya karena suara tersebut menentukan masa depan bangsa yang inklusif dan mendukung kesetaraan gender. Sebagai bagian dari gerakan yang memperjuangkan demokrasi, mengupayakan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM), dan mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Baca Juga: Kubu Jokowi Latih 30 Ribu Saksi Jaga TPS di Pemilu 2019

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya