Tindakan Represif Pemerintah terhadap Sipil Jelang KTT G20 di Bali

Masyarakat mengalami intimidasi hingga teror

Jakarta, IDN Times - Sejumlah warga dan organisasi sipil mengalami tindakan represif dari pemerintah berupa intimidasi dan pembungkaman jelang puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan diselenggarakan di Bali pada 15-16 November 2022. 

Hal ini membuat sederetan publik menilai pemerintah berlebihan bahkan merusak prinsip demokrasi terhadap masyarakat.

Berikut beberapa tindakan represif yang terjadi jelang puncak KTT G20 di Bali, dikutip IDN Times dari beberapa sumber, Sabtu (12/11/2022).

Baca Juga: Dukcapil Bersinergi dengan Polri di G20, Terapkan Face Recognition

1. Intimidasi hingga teror terhadap Greenpeace Indonesia

Tindakan Represif Pemerintah terhadap Sipil Jelang KTT G20 di BaliGreenpeace dan kelompok masyarakat sipil menggelar aksi protes di sela gelaran W20 Danau Toba, Kabupaten Simalungun, Rabu (20/7/2022). (Dok: Greenpeace Indonesia)

Salah satu peristiwa yang baru saja terjadi yaitu, intimidasi hingga teror terhadap rombongan pesepeda Greenpeace Indonesia saat melakukan kampanye bertajuk Chasing the Shadow. Mereka diketahui, bersepeda dari Jakarta-Bali untuk menyuarakan persoalan krisis lingkungan hidup di beberapa wilayah yang dilintasinya.

Intimidasi bermula ketika tim Greenpeace dihampiri sekitar tujuh orang yang mengaku polisi dan menanyakan tentang aksi di Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah. Padahal, tim Greenpeace tidak berencana melakukan aksi di sana.

Namun, salah satu anggota Greenpeace dipaksa tanda tangan di atas materai untuk tidak melanjutkan perjalanan dan kampanye selama KTT G20 di Bali.

"Represi semakin meningkat saat tim bergerak dari Semarang menuju Surabaya. Tim Chasing the Shadow mengalami teror berupa pengintaian dari orang tidak dikenal dan indikasi perusakan kendaraan," kata Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, dalam keterangan tertulis yang dikutip IDN Times, Selasa (8/11/2022).

Tim Greenpeace Indonesia menilai, hal tersebut sangat merusak prinsip demokrasi dan mencederai kebebasan berpendapat.

Pernyataan ini juga disetujui oleh koordinator Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti. Intimidasi tersebut, kata Fatia, juga dilakukan sekelompok organisasi masyarakat (ormas).

Baca Juga: Rencanakan Demo Tolak KTT G20, Dua WNA Asal China Diamankan Imigrasi

2. Pengamanan KTT G20 diperketat dengan face recognition

Tindakan Represif Pemerintah terhadap Sipil Jelang KTT G20 di BaliDirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Pengamanan G20 juga diperketat dengan menerapkan face recognition atau pengenalan wajah melalui CCTV Inafis Bareskrim Polri yang terpasang di beberapa titik vital di Bali.

Hal ini merupakan hasil ide kolaborasi Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Polri.

“Saya harapkan data Dukcapil ini bisa berkontribusi besar untuk pencegahan kejahatan dan mampu menunjang tugas kepolisian secara maksimal, yang saat ini sudah menggunakan teknologi face recognition," kata Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (12/11/2022).

Namun, lagi-lagi Fatia Maulidiyanti menilai bahwa cara pemerintah tersebut sangat berlebihan. Menurutnya, alat tersebut sering kali mengidentifikasi dan mengancam keterlibatan masyarakat dalam mengemukakan pendapat secara damai.

Baca Juga: Sejumlah Kepala Negara G20 akan Tiba di Bali Besok 

3. Pengarahan 11 satgas pengamanan G20 menyulitkan warga setempat

Tindakan Represif Pemerintah terhadap Sipil Jelang KTT G20 di BaliKoordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti diwawancarai wartawan di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (19/7/2022). Dahrul Amri/IDN Times Sulsel

KontraS juga menilai, pengerahan 11 satuan tugas (satgas) pengamanan side event G20 dari satgas intelijen hingga pemantauan wilayah berdampak terhadap warga setempat. Salah satunya, menyulitkan akses dan akomodasi warga.

"Penempatan petugas keamanan secara berlebihan tersebut seperti di pelabuhan dengan mengerahkan aparat Kepolisian, Satpol PP, hingga TNI yang memfokuskan pemeriksaaan digelar di pintu masuk pelabuhan menggunakan metal detector hingga kamera CCTV," ujarnya dalam keterangan pers yang disitat IDN Times, Kamis (10/11/2022).

Fatia mengatakan, sejumlah tindakan itu hanya untuk menjaga situasi kondusif dan protokoler aparat keamanan supaya menjaga citra penyelenggaraan agenda Internasional di mata dunia.

Baca Juga: Luhut soal Pengamanan KTT G20: Sudah Baik 

4. DPRD Bali tidak terima aspirasi masyarakat jelang puncak Presidensi G20

Tindakan Represif Pemerintah terhadap Sipil Jelang KTT G20 di BaliKetua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama. (Dok.IDN Times/istimewa)

Selain itu, kebebasan melakukan aspirasi juga dicegah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali menjelang puncak Presidensi G20 terhitung 10-20 November 2022. 

"Termasuk apapun itu, baik (aspirasi) adat apapun, karena itu rentan memancing. Apalagi yang anarkis, saya titip Brimob sikat aja kalau ada yang mengacaukan kantor DPRD ini," kata Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama di Denpasar, dikutip dari ANTARA, Kamis (10/11/2022).

Menurut dia, hal itu demi menjaga keamanan yang dinila rentan dengan situasi politik. Karena, kata Adi, politik akan hancur jika keamanannya juga hancur.

Baca Juga: Ajang G20, IOH Tingkatkan Pengalaman Jaringan 5G Teknologi Hijau

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya