Yayasan Tifa: Pemilu 2024 Terancam Polarisasi Dahsyat

Tifa berharap pemilu dapat merawat keberagaman

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Yayasan Tifa Shita Laksmi menyebut pemilihan umum (Pemilu) 2024 akan diisi berbagai praktik buruk politik. Sehingga, kata dia, hal ini mampu memperkuat polarisasi saat pemilu mendatang.

Shita menambahkan, isu polarisasi berpotensi terjadi karena adanya pelemahan ragam ruang publik, kebebasan bersuara, dan meningkatnya celah praktik oligarki. Karena itu, ia berharap Pemilu 2024 dapat dijadikan sebagai ajang merawat keberagaman di masyarakat.

Hal ini disampaikan Shita dalam acara Ulang Tahun ke-22 Yayasan Tifa yang berlangsung di Jakarta, Jumat (16/12/2022) malam. 

“Tifa percaya kedewasaan demokrasi bisa kita raih dengan merawat keberagaman di tengah-tengah masyarakat. Bahkan memandang keragaman sebagai aset perubahan. Pemilu perlu dipandang sebagai suatu momen berdemokrasi yang adil dan setara, juga menyenangkan," kata Shita dikutip IDN Times, Sabtu (17/12/2022).

1. Politik Identitas dan kurangnya capres memicu polarisasi

Yayasan Tifa: Pemilu 2024 Terancam Polarisasi DahsyatANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Ia juga mengatakan bahwa kemungkinan besar polarisasi akan muncul apabila terjadi politik identitas. Menurutnya, hal ini dikarenakan ada banyak politikus yang memanfaatkan politik identitas guna meraih dukungan politik.

“Strategi politik identitas baik agama, suku, ras atau antar golongan membuat muncul banyak pola intoleransi dan konflik horizontal semakin mengemuka," ucap Shita.

"Minimnya jumlah capres-cawapres yang hanya dua pasang juga membuat masyarakat terbelah dua. Polarisasi bisa diminimalisir apabila ada lebih dari dua pasangan capres-cawapres pada Pemilu 2024,” lanjutnya.

Baca Juga: Cerita Jokowi Pernah Dipanggil Bawaslu: Saya Betul-betul Grogi!

2. Politik Indonesia saat ini sangat sensitif

Yayasan Tifa: Pemilu 2024 Terancam Polarisasi DahsyatIlustrasi capres cawapres (IDN Times/Mardya Shakti)

Di sisi lain, Ketua Dewan Pengurus Yayasan Tifa Endy Bayuni mengatakan, perkembangan politik dan sosial saat ini sangat sensitif. Terlebih lagi, dengan mencuatnya komentar mengenai stagnasi demokrasi.

"Melihat perkembangan politik dan sosial Indonesia saat ini, sangat mudah kita untuk merasakan frustrasi dan kesal, apalagi ditengah banyaknya komentar mengenai terjadinya democratic stagnation, regression, dan backsliding," ujar Endy.

3. Masyarakat harus semakin memperkuat demokrasi

Yayasan Tifa: Pemilu 2024 Terancam Polarisasi DahsyatIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Namun, Endy berharap hal tersebut jangan dijadikan alasan untuk menyerah terhadap situasi politik saat ini. Justru sebaliknya, keadaan itu harus menjadi gebrakan untuk membangun masyarakat agar lebih terbuka dan demokratis.

"Sebaliknya, ini menjadi cambukan bagi kita semua yang bergerak di dunia Civil Society untuk semakin memperkuat usaha dan perjuangan membangun masyarakat yang terbuka dan demokratis berkhidmat pada pluralisme, kesetaraan dan keadilan,” tutup Endy.

Baca Juga: Bawaslu Gelar Konsolidasi Nasional, Jokowi Tekankan Empat Poin Penting

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya