Dilema Hukuman Mati di Indonesia : Perampasan HAM atau Ketegasan?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Indonesia adalah sebuah negara pancasila. Pembahasan mengenai pidana mati tentu saja menimbulkan pro dan kontra. Sebagian pihak menyetujui adanya hukuman mati, namun pihak yang lain menyayangkan adanya peraturan ini. Sejumlah politikus dari Republica Political Institute mengatakan bahwa tindakan pemerintah untuk mengeksekusi beberapa terpidana mati sudah menjadi hal yang populer di dalam sebuah negara.
Lalu apakah ada yang salah dengan hukum dan politik yang ada di tanah air?
Franz Magnis-Suseno dalam bukunya yang berjudul “Politik Hukum Pidana Mati” menegaskan penolakan terhadap hukuman mati tersebut. Nyawa orang lain adalah sesuatu yang sakral dan suci. Jadi tak ada seorang pun yang berhak untuk merampasnya.
Editor’s picks
Hukuman mati di Indonesia masih dijadikan sebagai instrument popularitas bagi para penguasa. Saat ini banyak masyarakat yang frustasi dengan kinerja penegak hukum yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, sebagian orang cenderung setuju dengan yang namanya pidana mati. Bahkan pidana mati juga dianggap sebagai salah satu langkah untuk mengefisensi dana. Pasalnya memberikan pidana seumur hidup hanya akan memberikan beban yang lebih besar kepada negara karena mereka harus membiayai seseorang yang terbukti melakukan kesalahan yang melanggar hukum.
Hukuman mati masih belum berfungsi signifikan sebagai faktor deteransi. Contoh nyatanya adalah dalam kasus narkoba. Putusan pidana mati sering dijatuhkan pada pelaku kasus narkoba dalam beberapa tahun terakhir. Namun, apakah dengan menghukum mati pelakunya tersebut bisa menurunkan jumlah kasus kriminalitas yang terkait dengan narkoba?
Kenapa hukuman mati harus tetap ada?