Jogja Darurat “Klitih”, Banyak Geng Sekolah yang Berani Pakai Senjata Tajam

Satu siswa SMA meninggal karena ditusuk

Aksi klitih yang kian marak di wilayah Yogyakarta membuat sejumlah elemen masyarakat prihatin. Aksi ini telah menelan korban jiwa dan mencoreng citra wilayah Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar dan budaya.

Dikutip Tempo.co, (16/12), di Yogyakarta, istilah kekerasan dengan menggunakan senjata tajam disebut dengan klithih. Istilah klithih ini juga merujuk pada kelakuan kenakalan anak yang sudah di luar batas kewajaran.

Jogja Darurat “Klitih”, Banyak Geng Sekolah yang Berani Pakai Senjata TajamJihad Akbar/Tribunnews.com

Achmad Charris Zubair, budayawan di Yogyakarta mengatakan bahwa cara menyelesaikan masalah ini bukan perkara mudah. Perlu upaya pendekatan secara signifikan untuk menyelesaikan persoalan ini. Termasuk pembenahan pada pendidikan yang tidak hanya pada orientasi nilai saja. Namun, juga menyentuh pendidikan karakter.

Baca Juga: Seorang Pria Bunuh Istri Karena Tak Mampu Biayai Pengobatan. Kasih Sayang atau Kejahatan?

Tumbuh dari rasa ketidakpercayaan anak-anak terhadap aparat penegak hukum.

Jogja Darurat “Klitih”, Banyak Geng Sekolah yang Berani Pakai Senjata TajamJihad Akbar/Tribunnews.com

Achmad juga menjelaskan bahwa fenomena klitih ini tidak lepas dari rasa ketidakpercayaan anak-anak dan masyarakat pada aparat penegak hukum. Selain itu, peran negara juga kurang optimal. Sehingga, dalam melihat kasus klitih ini harus secara menyeluruh.

Adapun, untuk langkah taktis yang perlu diambil dalam mengatasi persoalan ini diantaranya adalah dengan penegakan hukum. Artinya pelaku klitih ini juga harus dipenjara supaya jera. Apalagi, sudah menelan korban jiwa dan sudah masuk dalam ranah kriminalitas.

Sejumlah warga Yogyakarta yang terhimpun dari berbagai elemen pun hadir di ruang rapat gedung DPD RI DIY untuk membicarakan mengenai persoalan yang sudah sangat meresahkan ini. Hazwar Iskandar, perwakilan orang tua siswa mengatakan bahwa fenomena klitih ini juga dinilai sebagai aksi balas dendam yang sudah terjadi turun temurun. Hal ini akan memicu adanya kebencian antara satu pelajar dengan pelajar dari sekolah lain.

Oleh karena itu anak harus diajak berbicara dan harus ada pendampingan dari orang tua untuk mengatasi persoalan ini. Selain itu, aksi klitih ini juga dipicu oleh adanya media sosial yang tidak digunakan semestinya. Sehingga banyak orang yang pada akhirnya menggunakan media sosial seperti Facebook untuk kepentingan pengumpulan massa. Adanya aksi ini sangat dimungkinkan adanya saling ejek di lini masa. Selain itu, juga adanya dendam antar pelajar. Sehingga, hal ini memicu adanya kekerasan yang berujung pada penganiayaan.

Sebelumnya, seorang siswa meninggal karena ditusuk di bagian ginjal.

Jogja Darurat “Klitih”, Banyak Geng Sekolah yang Berani Pakai Senjata Tajamradarjogja.co.id

Adnan Wirawan Ardiyanta (16), siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta adalah korban meninggal dunia akibat tusukan senjata tajam oleh siswa lain. Ayah Adnan, Agus Riyanto yang melepas kepergian putranya mengatakan nyawa putranya tidak bisa diselamatkan karena pendarahan pada organ dalam. Seminggu sebelum meninggal, Adnan berpamitan berulang kali karena mengaku akan pergi dalam waktu yang lama.

Jogja Darurat “Klitih”, Banyak Geng Sekolah yang Berani Pakai Senjata TajamVictor Mahrizal/Tribunnews.com

Kemudian Adnan pamit pergi ke Gunung Kidul bertemu dengan teman-temannya. Namun, naasnya pada Senin, 12 Desember 2016, saat perjalanan pulang, dia bertemu dengan gerombolan siswa SMA lainnya. Saat itulah terjadi pembacokan yang mengakibatkan meninggalnya siswa kelas X itu.

Baca Juga: Dilaporkan ke Polisi Atas Ucapannya, Ini Klarifikasi Eko Patrio

Topik:

Berita Terkini Lainnya