DPR RI Tunda Pengesahan 4 RUU Setelah Diminta Presiden Jokowi

DPR dan pemerintah akan menerima usulan masyarakat

Jakarta, IDN Times - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyetujui keinginan Presiden Joko "Jokowi" Widodo, yang meminta empat rancangan undang-undang (RUU) agar ditunda pengesahannya.

Untuk itu, DPR melalui forum Badan Musyawarah (Bamus) kemarin dan forum lobi hari ini, sepakat menunda RUU KUHP dan RUU Lembaga Permasyarakatan untuk memberikan waktu, kepada DPR maupun pemerintah, untuk mengkaji serta menyosialisasikan kembali secara masif isi dari kedua RUU tersebut agar masyarakat lebih memahaminya.

Sedangkan, dua RUU lainnya yakni RUU Pertanahan dan RUU Minerba masih dalam pembahasan di tingkat I, karena belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan.

Terkait pengesahan RUU KUHP yang ditunda, sebagaimana disampaikan dalam rapat konsultasi antara Presiden dengan pimpinan DPR RI didampingi pimpinan fraksi dan pimpinan Komisi III DPRI, di Istana Negara, Jakarta, Senin (23/9) kemarin, telah disepakati penundaan pengesahan sesuai mekanisme, prosedur, dan tata cara yang ada di DPR.

Karena, Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan bahwa “Setiap RUU dibahas DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Tanpa persetujuan kedua belah pihak, maka setiap RUU tidak bisa disahkan menjadi UU”.

Karena ditunda, DPR RI bersama pemerintah akan mengkaji kembali pasal per pasal yang terdapat dalam RUU KUHP, khususnya yang menjadi sorotan publik, sambil DPR menggencarkan sosialisasi tentang RUU KUHP.

"Sehingga masyarakat bisa mendapatkan penjelasan yang utuh, tak salah tafsir, apalagi salah paham menuduh DPR RI dan pemerintah ingin mengebiri hak-hak rakyat," ujar politikus yang akrab disapa Bamsoet usai sidang paripurna di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/19).

Bendahara Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini menjelaskan, pada dasarnya penyusunan RUU KUHP sudah melibatkan berbagai profesor hukum dari berbagai universitas, praktisi hukum, maupun lembaga swadaya serta organisasi kemasyarakatan. Sehingga keberadaan pasal per pasal yang dirumuskan bisa menjawab berbagai permasalahan yang ada di masyarakat.

Menurut Bamsoet pembahasan RUU KUHP yang dimulai sejak 1963 sejatinya sudah melewati tujuh kepemimpinan Presiden dan 19 Menteri Hukum dan HAM. Anggota DPR RI 2014-2019 sebenarnya hanya di ujung rentetan revisi KUHP. Jika saat ini terjadi berbagai dinamika di masyarakat, sepertinya lebih karena sosialisasi yang belum masif.

"Walaupun pada kenyataannya selama ini DPR RI melalui Komisi III telah membuka pintu selebarnya dalam menampung aspirasi. Para anggota DPR RI juga membawa aspirasi dari konstituennya. Memang tidak semua aspirasi bisa diterima, karena itu kita libatkan berbagai profesor hukum dengan berbagai kepakaran untuk meramu formulasi terbaik," tutur dia.

Walaupun pengesahan RUU KUHP ditunda oleh DPR dan pemerintah, Kepala Badan Bela Negara Forum Komunikasi Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) ini berharap RUU KUHP tetap menjadi catatan sejarah dalam perjalanan bangsa ini.

Sebab, lanjut Bamsoet, seluruh sumber daya dan pemikiran telah tercurah dari para profesor, ahli, dan praktisi hukum seperti Profesor Muladi, maupun yang sudah wafat seperti (alm) Profesor Soedarto, (alm) Profesor Roeslan Saleh dan (alm) Profesor Satochid Kartanegara untuk menuntaskan RUU KUHP ini.

"Dan beliau-beliau bukan lah orang-orang sembarangan. RUU KUHP sebenarnya akan menjadi momentum terlepasnya Indonesia dan penjajahan hukum peninggalan kolonial selama kurang lebih 101 tahun. Bukan hanya berdikari, namun sebagai sebuah bangsa kita punya martabat karena bisa melahirkan RUU KUHP yang terdiri dari 626 pasal yang merupakan hasil karya anak bangsa," kata Bamsoet.

Baca Juga: Amankan Demo di Depan DPR, Polisi Tak Akan Gunakan Senjata Api

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya