Kehidupannya Terancam, Orang Rimba Mengadu ke Pemprov Jambi

Saat ini ada 778 jiwa Orang Rimba di Jambi

Jakarta, IDN Times - Lima Tumenggung Orang Rimba dari Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, mengadukan nasib kehidupan mereka yang semakin sulit, kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Jambi, hari ini. 

Sayangnya para tumenggung itu tidak bertemu langsung dengan Plt Gubernur Jambi karena sang pejabat sedang dinas. Namun, para tumenggung diterima Pelaksana Tugas (Plt) Asisten III Setda Provinsi Jambi, Tagor Mulia Nasution. 

Apa saja yang diadukan warga Rimba kepada Pemprov Jambi? 

1. Kehidupan Orang Rimba kini terkatung-katung

Kehidupannya Terancam, Orang Rimba Mengadu ke Pemprov JambiANTARA FOTO

Menurut Tumenggung Sikar yang hingga kini tinggal di Muara Delang SP C Kebun Inti I PT Sari Aditya Loka (SAL) Kabupaten Merangin, persoalan mereka sudah ada sejak perusahaan itu datang menggarap hutan milik Orang Rimba. 

"Kami hidup terkatung-katung, ibarat ayam kami tidak ada induk, maka kami mengadu dengan Bapak Rajo Godong (Gubernur)," kata Sikar seperti dilansir kantor berita Antara, Selasa (28/8). 

Sikar mengatakan, saat ini penghidupan Orang Rimba hanya dari mengambil bondol buah sawit. Namun, jika diketahui pihak perusahaan, bondol yang sudah mereka ambil disita perusahaan. 

"Padahal itu tanah nenek moyang kami, yang kini jadi pabrik PT SAL itu," kata Sikar. 

2. Ada 778 jiwa Orang Rimba

Kehidupannya Terancam, Orang Rimba Mengadu ke Pemprov Jambiriauonline.com

Menurut dia kehidupan Orang Rimba semakin susah. Berdasarkan survei yang dilakukan Warung Informasi Konservasi (Warsi), terdapat 192 kepala keluarga Orang Rimba dengan jumlah 778 jiwa, yang lahan hidupnya kini sudah beralih menjadi perkebunan PT SAL. 

"Dulu kami mau dirumahkan dekat PT SAL, tetapi kami tidak diberikan lahan, nah kami mau hidup dari apa? memungut brondolan saja kami dilarang," kata Tumenggung Kecinto. 

Kecinto dan kelompoknya memang sudah di rumahkan oleh pemerintah sejak 2001 di daerah Air Panas, di pinggir kebun sawit PT SAL. 

Waktu itu, kata Kecinto, Orang Rimba mengira mereka di-rumahkan sama perlakuannya dengan transmigrasi yang banyak didatangkan ke daerah mereka pada era 1990-an. 

"Rupanya kami macam inilah, tidak diberikan lahan, hidup kami makin susah," kata Kecinto yang juga dikenal dengan nama Afrizal sejak dirumahkan. 

Baca Juga: Bencana Kelaparan Suku Mausu Ane Berstatus KLB, Ini Tindakan Kemensos

3. Persoalan Orang Rimba yang ada di PT SAL sudah berlangsung lama

Kehidupannya Terancam, Orang Rimba Mengadu ke Pemprov Jambikbr.id

Persoalan Orang Rimba yang ada di PT SAL, kata Kecinto, sudah berlangsung lama. Perusahaan tersebut mendapatkan izin sejak 1990 dan mulai membangun perkebunan dengan merubuhkan hutan pada 1995. 

Sejak itu, Orang Rimba semakin gusur. Seiring waktu, Orang Rimba menginginkan hak mereka dikembalikan. Ada sejumlah opsi tuntutan mereka,  pertama dikembalikan lahan mereka yang sudah diambil perusahaan dengan cara melepaskan lahan sawit PT SAL sekitar 500 hektare, yang akan dibagikan kepada masing-masing keluarga. Artinya, masing-masing keluarga akan mendapat dua hektare. 

Jika opsi ini tidak bisa dipenuhi, maka Orang Rimba berharap pemerintah tidak memperpanjang izin hak guna usaha PT SAL di wilayah itu, yang akan segera berakhir. 

"Jika sudah berakhir HGU-nya jangan diperpanjang, kembalikan saja lahan kami," kata Sikar. 

Tuntutan kedua, adalah perusahaan memberikan lahan lain untuk Orang Rimba, terserah dimana dibelikan, yang penting bisa diakses Orang Rimba. Pembelian lahannya bisa dilakukan dengan dana-dana CRS perusahaan. 

4. Kehadiran PT SAL membawa perubahan yang drastis pada Orang Rimba

Kehidupannya Terancam, Orang Rimba Mengadu ke Pemprov JambiANTARA FOTO

Menanggapi tuntutan Orang Rimba ini, Plt Asisiten III Setda Provinsi Jambi Tagor Mulia Nasution menyebutkan, pemerintah daerah memperhatikan semua warganya, termasuk Orang Rimba. 

"Persoalan ini akan kita selesaikan, kita sudah dengar apa yang bapak sampaikan, selanjutnya kita dengarkan juga dari pihak perusahaan, sehingga bisa dicarikan jalan keluarnya," kata Tagor. 

Menurut Tagor, kehadiran PT SAL di wilayah penghidupan Orang Rimba telah membawa perubahan yang drastis pada ruang hidup Orang Rimba. 

Kehadiran perusahaan diiringi dengan kehadiran program transmigrasi di tanah adat Orang Rimba itu, kata dia, juga telah menghilangkan sebagian besar aktivitas tradisional Orang Rimba yang selama ini menjadi sumber penghidupan bagi mereka.  

Tagor menyebutkan kehidupan tradisional Orang Rimba seperti meramu, mengumpulkan hasil hutan, berladang, dan berburu menjadi hilang, akibat kebijakan pemerintah yang memberikan penguasaan hutan dan tanah untuk pengembangan perkebunan sawit dan program transmigrasi. 

Dia mengataan kehidupan Orang Rimba di sekitar PT SAL sungguh sangat marginal dan sangat memprihatinkan, tanpa adanya harapan masa depan. Tidak ada lagi ketersediaan lahan dan hutan yang bisa dimanfaatkan, kecuali dengan cara membeli. 

Orang Rimba hidup dengan memungut sumber daya eksotik seperti ular, biawak, penis buaya, kumpulkan anak karet, biji sawit, pengumpul pinang, petai, jengkol (yang sebagian merupakan hasil kebun masyarakat), ataupun rongsokan besi tua yang menurut Orang Rimba tidak digunakan lagi oleh masyarakat desa.  

5. Orang Rimba konflik dengan warga sekitar

Kehidupannya Terancam, Orang Rimba Mengadu ke Pemprov JambiANTARA News/ Hanni Sofia Soepardi

Terkadang Orang Rimba juga mengambil tanaman warga transmigrasi dan perkebunan sawit. Aktivitas-aktivitas tersebut kerap kali menimbulkan keresahan, bahkan sampai menimbulkan konflik dengan masyarakat sekitar. 

Dari catatan Warsi, dalam kurun 15 tahun terakhir terdapat 14 Orang Rimba meninggal dunia akibat konflik yang terjadi dengan masyarakat desa. 

"Persoalan ini sudah sangat panjang, harus segera diuraikan pemerintah, jika tidak pemerintah sudah melakukan pembiaran yang bisa berujung pada etnosida Orang Rimba," kata antropolog Komunitas Konservasi Indonesia, Robert Aritonang. 

karena itu, kata Robert, penanganan masalah ini harus segera dilakukan, sehingga bisa memberikan jaminan kepastian bagi semua warga negara untuk bisa hidup dalam negara ini. 

"Ada banyak pilihan yang sangat mungkin bisa dilakukan, penyerahan lahan, tidak memperpanjang HGU ataupun dengan membelikan tanah di tempat lain dari dana CSA yang dimiliki perusahaan dan itu merupakan pilihan yang sangat wajar yang bisa diambil perusahaan dan dilegalisasikan oleh pemerintah," Robert menambahkan.

Semoga saja pemerintah pemperhatikan nasib mereka ya guys.

Baca Juga: Orang Rimba Diusir dari Tempat Tinggal Mereka, di Mana Kehadiran Negara?

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya