Kisah Perawat Honorer Memperjuangkan Haknya saat May Day di Istana

Eni rela meninggalkan keluarga demi memperjuangkan haknya

Jakarta, IDN Times - Tiba di Majenang, Cilacap, Jawa Tengah pukul 19.30 WIB, Eni mulai merasakan mual, setelah menempuh perjalanan dari Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga, Jawa Tengah. 

Eni mabuk darat akibat perjalanan jauh. Karena sejak kecil, ia memang selalu mabuk darat saat bepergian jauh. Namun, ia rela melakukan perjalanan ini demi menyampaikan aspirasi dan tuntutannya di Istana pada peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei.

Kisah Perawat Honorer Memperjuangkan Haknya saat May Day di IstanaIDN Times/Istimewa

Eni datang ke Jakarta bersama 300 perawat honorer lainnya dari Jawa Tengah, dengan menumpangi bus sejak Senin 30 April sore. Dia bergabung dengan perawat dari beberapa daerah di antaranya Majenang, Cilacap, Jawa Tengah.

"Aku sampai Majenang nyamper yang Rumah Sakit Majenang. Mual jalannya berliku," ujar perempuan bernama lengkap Nuraini Arazak itu kepada IDN Times, melalui pesan pendek, Senin 30 April malam.

1. Singgah di Masjid Istiqlal

Kisah Perawat Honorer Memperjuangkan Haknya saat May Day di IstanaIDN Times/Istimewa

Selasa pagi (1/5), Eni bersama rombongannya tiba di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, sekitar pukul 15.30 WIB. Di masjid terbesar di Indonesia ini, Eni bersama belasan puluhan perawat honorer itu singgah sejenak untuk melepas lelah, sekaligus menuanaikan salat subuh dan berganti pakaian kebesaran mereka.

"Alhamdulillah, kita sampai Jakarta. Kita parkir di Masjid Istiqlal. Udah mandi, salat, ini mau sarapan," ujar ibu dua anak itu.

Selesai sarapan, Eni bersama rombongannya melanjutkan perjalanan ke lokasi tujuan, yakni Istana. Dengan penuh semangat dan seragam serba putih, mereka berjalan kaki menuju Jalan Medan Merdeka, untuk bergabung bersama ribuan buruh lainnya pada aksi May Day hari ini.

"Kita berangkat dari Istiqlal jam 7 ke Monas jalan kaki," ujar dia.

Baca juga: Berbaur dengan Ribuan Buruh, Ini 5 Tuntutan Rieke Diah Pitaloka

2. Perawat honorer sudah bekerja lebih dari 15 tahun

Kisah Perawat Honorer Memperjuangkan Haknya saat May Day di IstanaIDN Times/Istimewa

Eni dan teman sejawatnya sudah lama mengabdi sebagai pelayan kesehatan masyarakat di Puskesmas. Rata-rata mereka sudah bekerja lima hingga 15 tahun, bahkan ada yang lebih lama lagi.

"Ada yang udah lama banget malah (lebih dari 15 tahun)," tutur Eni.

Honor yang mereka terima tiap bulan kisaran Rp 800 ribu hingga Rp 1,5 juta. Beruntung, mereka masih mendapat tunjangan seperti jasa pelayanan dan pelayanan umum.

"Kalau gaji sekitar Rp 800 sampai Rp 1,5 juta, ada lagi honor dari jaspel atau jasa pelayanan. Jasa pelayanan di luar gaji, tapi setiap bulan berubah-ubah, tergantung kehadiran," kata dia.

Jumlah honor maupun tunjangan juga tergantung dari latar belakang pendidikan mereka. Rata-rata pendidikan mereka mulai D3 hingga S1. 

"Aku honor ditambah tunjangan jasa pelayanan, jasa pelayanan umum sekitar Rp 2 juta-an lebih per bulan," kata Eni yang lulusan D3 akademi perawatan itu.

Jadwal kerja Eni biasanya terbagi menjadi tiga shift, pagi, siang, dan malam. Shift pagi mulai pukul 07.00 hingga 14.00 WIB, shift sore mulai pukul 14.00 hingga 21.00 WIB. Sedangkan, shift malam pukul 21.00 hingga 07.00 WIB.

3. Perawat honorer menuntut agar diangkat menjadi PNS

Kisah Perawat Honorer Memperjuangkan Haknya saat May Day di IstanaIDN Times/Istimewa

Kedatangan Eni dan rombongannya tak lain untuk memperjuangkan haknya sebagai perawat di Puskesmas. Ada beberapa tuntutan yang akan disampaikan pada aksi May Day ini, di antaranya mendesak agar mereka diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan Undang-Undang Keperawatan segera direvisi.

Sekitar pukul 08.00 WIB, Eni dan rombongan tiba di Monas. Mereka beristirahat sejenak setelah berjalan kaki dari Istiqlal, sambil menikmati suasana pagi di silang Monas.

Saat ribuan buruh mulai berkumpul di Patung Kuda, Eni bersama rombongan pun bergabung dengan ratusan perawat dari berbagai daerah. Mereka semakin bersemangat mengikuti aksi ini. Kain merah yang diikatkan di kepala menjadi penanda, agar para pelayan kesehatan masyarakat itu tidak terpisah dari rombongannya.

Di bawah terik matahari, Eni bersama ribuan buruh mulai mengikuti jalannya aksi May Day, mulai dari orasi hingga longmarch menuju Istana. Ini menjadi pengalaman pertama bagi perempuan berusia 32 tahun itu. Ia rela berpanas-panasan, mengeluarkan kocek yang tidak sedikit, bahkan meninggalkan suami serta kedua buah hatinya demi aksi solidaritas dan memperjuangkan haknya.

"Setelah satu jam di Istana dari jam 11 sampai 12, kita pulang ke Istiqlal, karena kondisinya sudah gak kondusif. Gak rusuh sih tapi takut, karena gabung sama buruh lain. Kita juga sudah ada perwakilan perawat ke Istana bareng Bu Rieke," ujar dia.

Eni dan rombongan berharap pertemuan dengan pihak Istana pada aksi Hari Buruh Internasional ini membuahkan hasil. Namun, perjuangan Eni dan teman-teman tidak berhenti sampai di sini, pada 12 Mei mendatang mereka juga akan mengikuti Nursing Day di Semarang, Jawa Tengah.

Baca juga: Perpres 20 Tahun 2018: Kado Pahit Bagi Buruh di May Day

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya