Manusia Tak Perlu Berpikir Hal Besar soal Peradaban, Kenapa?

Digitalisasi pengaruhi cara manusia bekerja dan berpikir

Jakarta, IDN Times - Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mengatakan ada tiga poin yang dapat diambil dari forum Jakarta Geopolitical Forum (JGF) V. Pertama, manusia tidak harus berpikir tentang hal besar terkait peradaban, tetapi sesuatu yang ada dalam keseharian.

Kedua, kata Agus, apakah teknologi merupakan hasil akhir atau alat untuk mencapai tujuan. Ketiga, identitas yang diterima disebut identitas positif atau negatif. Oleh sebab itu, lanjut dia, manusia harus memilih poin yang akan diadopsi atau ditinggalkan. Pada akhirnya, manusia harus menerima konsekuensi dari pilihan yang diambil.

Baca Juga: 5 Ratu Paling Terkenal dalam Sejarah Peradaban Manusia, Siapa Saja?

1. Jakarta Geopolitical Forum (JGF) V untuk memfasilitasi pertukaran ide antara pakar dan ahli sains

Manusia Tak Perlu Berpikir Hal Besar soal Peradaban, Kenapa?Unsplash/Science in HD

Agus mengatakan Jakarta Geopolitical Forum (JGF) V disambut antusiasme tinggi dari peserta. Forum ini akan memberikan dampak baik bagi peradaban manusia.

"Terima kasih banyak untuk pembicara dan moderator, semuanya memberikan sumbangan yang sangat berharga dan membuat forum ini berhasil," kata Agus Widjojo saat memberikan sambutan penutup Jakarta Geopolitical Forum 2021 V bertema "Culture and Civilization: Humanity at the Crossroad", di Jakarta, Jumat (22/810/2021).

Tujuan dari forum ini adalah memfasilitasi pertukaran ide antara pakar dan ahli sains. Selain itu, lanjut Agus, hasil forum ini bukanlah hasil akhir, melainkan hanya untuk memicu diskusi lebih lanjut untuk meningkatkan kesadaran manusia.

"Semua ini bisa memberi pelajaran bagi kita semua dan kita semua sudah menyaksikan adanya interaksi yang sangat dinamis dalam dua hari forum ini," kata Agus dilansir ANTARA.

2. Digitalisasi memengaruhi cara manusia bekerja dan berpikir

Manusia Tak Perlu Berpikir Hal Besar soal Peradaban, Kenapa?Ilustrasi (Pixabay/PublicDomainPictures)

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Universitas Trisakti Dadan Umar Daihani menyampaikan beberapa catatan, bahwa saat ini manusia dihadapkan pada dua game changers, yaitu kemajuan teknologi yang pesat dan pandemik COVID-19 yang telah mengacaukan dan menghancurkan dunia.

Pada bidang teknologi, kata Dadan, saat ini manusia berada di era digital yang telah mengubah tatanan kehidupan manusia.

"Digitalisasi tidak hanya mempengaruhi cara manusia bekerja, namun juga mempengaruhi cara berpikir manusia," kata Guru Besar Teknologi Industri Universitas Trisakti ini.

3. Teknologi seperti pedang bermata dua

Manusia Tak Perlu Berpikir Hal Besar soal Peradaban, Kenapa?Ilustrasi teknologi (IDN Times/Galih Persiana)

Menurut Dadan teknologi seperti pedang bermata dua karena membuka ketidakpastian di masa depan, dan tidak dapat dikendalikan persebarannya secara virtual. Ada potensi risiko manusia akan kehilangan identitas dan semakin bergantung pada jaringan global.

Perubahan besar kedua, adanya pandemik COVID-19, di mana telah menghapuskan ketergantungan lintas negara dan memunculkan rantai pasokan ekonomi global. Bahkan, kata dia, ultranasionalisme terbatas, meningkat lintas negara dan menyebabkan kecurigaan satu sama lain.

"Merebaknya COVID-19 memengaruhi kehidupan manusia di seluruh dunia selama hampir dua tahun dan masih berlangsung," ucap Dadan.

Menurut Dadan ilmu pengetahuan menjadi senjata utama kemanusiaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup, bahkan saat peradaban berubah. Indonesia merupakan negara yang menakjubkan dengan berbagai macam perbedaan, sehingga berkontribusi secara signifikan dalam sinergi peradaban.

Karena itu, Dadan mengingatkan, masyarakat harus mencoba menciptakan keseimbangan baru dan berkompromi, antara sikap mudah beradaptasi terhadap perubahan dan bertahan untuk tidak berubah.

"Kita harus sadar akan banyaknya pemikiran-pemikiran yang hebat dari para pakar yang tidak kita sadari. Saya berharap, hal ini akan menjadi bagian dari tugas kita yang harus kita amati. Roda harus terus berputar dan hidup harus terus bermakna. Sebagai seorang manusia, mari kita bangun masyarakat yang beradab," kata Dadan.

4. Indonesia hadapi zaman bergerak yang hasilkan politik baru

Manusia Tak Perlu Berpikir Hal Besar soal Peradaban, Kenapa?Ilustrasi rapat paripurna DPR RI (Youtube.com/DPR RI)

Sementara, cendekiawan sosial-politik, Dimas O Nugroho, berpendapat Indonesia menghadapi sebuah zaman bergerak, mulai dari kemunculan "New Media", yang kemudian melahirkan "New Economy" hingga "New Politics".

"Secara sosiologis lazimnya pergerakan sosial-ekonomi-politik melahirkan dampak ikutan," kata dia, dalam acara yang sama.

Terlebih lagi, kata Dimas, jika ditambah cengkeraman pandemik COVID-19 dan berbagai dampak perubahan sosial yang terjadi.

"Maka, respons masyarakat terhadap krisis dan tekanan perubahan dapat terbelah ke dalam dua kemungkinan: adaptasi, melahirkan sebuah kompromi atau konsensus, atau sebaliknya, keresahan, kesenjangan yang melahirkan ketegangan, bahkan konflik," katanya.

Dimas pun memprediksi masyarakat dalam menghadapi gegar budaya, sebagai implikasi transformasi sosial-ekonomi-politik yang terjadi pada era kekinian.

Menurut dia, Indonesia adalah negara kepulauan, majemuk secara sosio-historis, yang memiliki pengalaman transformasi yang tak mudah, dramatis, bahkan traumatik pada sejumlah fase ekonomi-politik yang menentukan.

Sebagai negara besar dengan sumber daya yang besar, demografi dan potensi pasar yang kuat, kata Dimas, Indonesia juga memiliki problem, kerentanan dan tantangan yang tak kalah seriusnya.

"Saya berpendapat bahwa faktor pandemik COVID-19 telah menjadi variabel tidak terduga by nature, namun by force: telah membuka peluang sekaligus memaksa negara-bangsa Indonesia dengan segala problem sosio-historis-nya untuk melakukan kompromi, rekonsiliasi dan konsolidasi politik," kata dia.

Pada tataran suprastruktur negara, sekaligus melakukan pembenahan pada tataran infrastruktur pemerintahan dan pelayanan publik.

Dalam perspektif politik, kata Dimas, momen pandemik yang terjadi di tengah tekanan transformasi digital dan lanskap sosial ekonomi yang berubah ini, telah pula menjadi kesempatan untuk Indonesia yang beragam merumuskan ulang dan mereformulasikan strategi kebangsaannya.

"Ini untuk mengantisipasi dan beradaptasi terhadap impitan sekaligus peluang di era baru," ucap Dimas.

Baca Juga: 5 Teknologi Militer Ini Ternyata Diciptakan saat Perang Dunia 1

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya