Pengenaan PPN pada Sekolah Ancam Pemulihan Pendidikan Nasional

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo desak Menkeu cabut rencana ini

Jakarta, IDN Times - Rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sektor pendidikan atau sekolah, dinilai kontraproduktif dan bertentangan dengan upaya memulihkan dampak pandemik pada sektor ini. Biaya pendidikan yang semakin tinggi dapat mengancam upaya Indonesia memajukan sumber daya manusianya.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza mengatakan di tengah-tengah persoalan akses maupun mutu pendidikan yang tidak merata, serta peningkatan dropout dan penurunan kemampuan belajar, pengenaan pajak PPN akan semakin mempersempit akses kepada pendidikan, terutama bagi masyarakat miskin.

“Dampak pandemik pada sektor pendidikan seharusnya bisa menjadi pertimbangan sebelum pengenaan PPN ini benar-benar diberlakukan,” kata Nadia, dalam keterangan tertulis, Minggu (13/6/2021).

Baca Juga: Dicecar DPR soal Pajak Sembako, Menkeu: Ada yang Blow Up Info Tak Utuh

1. Banyak sekolah bergantung pendapatan orang tua murid

Pengenaan PPN pada Sekolah Ancam Pemulihan Pendidikan NasionalIlustrasi pendidikan ( ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Nadia mengatakan banyak sekolah, terutama sekolah swasta berbiaya rendah, sudah sulit bertahan di tengah pandemik yang berkepanjangan, karena sekolah maupun gurunya bergantung pada pendapatan orang tua murid yang kini banyak terganggu dalam kondisi sulit seperti sekarang ini. 

Nadia menyebut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2021 memperlihatkan ada 19,10 juta penduduk usia kerja yang terdampak pandemik COVID-19. Sebanyak 1,62 juta penduduk di antaranya menganggur dan 1,11 juta orang tidak bekerja karena pandemik. 

“Belum lagi mempertimbangkan dampak dari learning loss akibat pandemik pada peserta didik,” imbuh Nadia.

2. RUU KUP perlu dikawal prosesnya agar tidak merugikan kepentingan masyarakat luas

Pengenaan PPN pada Sekolah Ancam Pemulihan Pendidikan NasionalIlustrasi siswa madrasah diniyah. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang No 6 Tahun 1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang tengah dipersiapkan DPR dan pemerintah, salah satu poinnya adalah pengenaan Pajak Pertambahan Pendidikan (PPN) pada instansi pendidikan sebesar 12 persen.  

Selain pendidikan yang sebelumnya terbebas dari PPN, ada 10 jenis jasa lainnya juga akan dikeluarkan dari kategori bebas PPN hingga hanya akan tersisa 6 jenis jasa yang bebas dari pajak tersebut.

Di antara kelompok jasa lainnya yang juga akan dikenakan PPN, dengan adanya perubahan legislasi termasuk jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan dan jasa asuransi.

“RUU KUP perlu dikawal prosesnya agar tidak merugikan kepentingan masyarakat luas,” tegas Nadia.

3. Bamsoet minta Menkeu Sri Mulyani batalkan rencana pajak sembako dan pendidikan

Pengenaan PPN pada Sekolah Ancam Pemulihan Pendidikan NasionalIDN Times/Marisa Safitri

Sementara, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendesak Kementerian Keuangan membatalkan rencana pengenaan PPN 12 persen terhadap sektor sembako dan pendidikan.

Sebagaimana juga sudah tegas ditolak dua organisasi kemasyarakatan terbesar, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, kata dia, selain bertentangan dengan sila ke-5 Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sektor sembako dan pendidikan juga sangat berkaitan dengan naik turunnya inflasi. 

"Pengenaan PPN, otomatis akan membuat harga sembako maupun pendidikan naik tajam. Pada akhirnya akan menaikkan inflasi Indonesia. Rata-rata per tahunnya, dari kondisi harga beras saja bisa menyumbang inflasi mencapai 0,13 persen. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya apabila sembako, terutama beras, akan dikenakan PPN," ujar politikus yang akrab disapa Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Minggu.

Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, di tengah masih rendahnya kualitas pendidikan di berbagai institusi pendidikan negeri, pemerintah seharusnya berterima kasih kepada organisasi masyarakat seperti NU, Muhammadiyah, serta berbagai organisasi masyarakat yang telah membantu mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan menyiapkan institusi pendidikan berkualitas bagi masyarakat.

Pengenaan PPN terhadap pendidikan, menurut politikus Partai Golkar itu sama saja menegasikan peran NU, Muhammdiyah, dan berbagai organisasi masyarakat yang memiliki concern terhadap pendidikan. 

"Dalam membuat kebijakan, Kementerian Keuangan seharusnya tidak hanya pandai dalam mengolah angka. Namun juga harus pandai mengolah rasa. Harus ada kepekaan sensitivitas terhadap kondisi rakyat," kata Bamsoet. 

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menerangkan, Kementerian Keuangan harus menyadari masih banyak cara menaikkan pendapatan negara, tanpa harus memberatkan rakyat. Terutama memaksimalkan dari potensi yang ada. Mengingat hingga akhir April 2021, penerimaan pajak baru mencapai Rp374,9 triliun atau sekitar 30,94 persen dari target total yang mencapai Rp1.229,6 triliun. 

"Artinya, masih banyak peluang yang bisa digarap, dengan memaksimalkan potensi pajak yang sudah ada. Sebelum memberatkan rakyat, Kementerian Keuangan harus terlebih dahulu menertibkan jajarannya agar bisa mengejar para pengemplang pajak yang potensinya mencapai ratusan triliun per tahun," pungkas Bambang.

Baca Juga: 3 Kebijakan Pajak Baru Usulan Pemerintah: PPN Sembako hingga Karbon

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya