Reaksi Istana soal Pernyataan Surya Paloh Ingatkan Pemakzulan Jokowi

Keluarkan Perppu bukan perkara pidana

Jakarta, IDN Times - Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Bidang Komunikasi Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menanggapi pernyataan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh, perihal pemakzulan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Menurut dia itu hal biasa.

Menurut dia, apabila Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), bukan dianggap perkara pidana, sehingga presiden tidak dapat dimakzulkan.

"Ini kan soal administrasi. Perppu kan bagaimana, coba lihat. Bukan persoalan pidana," ujar Ngabalin, di Jakarta, seperti dilansir kantor berita Antara, Sabtu (5/10).

Baca Juga: Ini Penyebab Presiden Jokowi Tak Kunjung Terbitkan Perppu KPK

1. Jokowi tidak menanggapi dengan risau

Reaksi Istana soal Pernyataan Surya Paloh Ingatkan Pemakzulan JokowiIDN Times/Irfan fathurohman

Mantan anggota Komisi I DPR periode 2004-2009 itu mengatakan pemerintah menanggapi pernyataan itu sebagai hal biasa sehingga Jokowi tidak risau akan dimakzulkan oleh DPR.

"Biasa saja, ini kan semua partai pendukung. Normal-normal saja itu, adinda," ujar dia.

2. Presiden mengeluarkan Perppu jika keadaan sudah darurat

Reaksi Istana soal Pernyataan Surya Paloh Ingatkan Pemakzulan JokowiIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Menurut dia, Perppu itu kewenangan presiden untuk menilai hal-hal keadaan genting atau darurat, seperti yang diamanatkan Pasal 22 ayat 1 dalam UUD 1945, yang menyatakan dalam hal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

"Tidak ada satu orang pun yang bisa menilai. Setelah Tuhan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Jokowi yang menilai," kata Ngabalin.

3. Tafsir "kegentingan yang memaksa" menurut putusan Mahkamah Konstitusi

Reaksi Istana soal Pernyataan Surya Paloh Ingatkan Pemakzulan JokowiANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Namun, kata Ngabalin, apa yang dimaksud dengan "kegentingan yang memaksa" tidak dijelaskan secara gemblang dalam UUD 1945. Kendati, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memberikan tafsir kegentingan tersebut dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.

Berikut makna kondisi "kegentingan yang memaksa" menurut putusan MK:

1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
2. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.
3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Baca Juga: Ditolak oleh Megawati hingga Menolak Perppu, Ini Fakta Surya Paloh

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya