Sampah Pembawa Berkah Nenek Kaesih

Memulung membuat Kaesih tetap sehat dan bisa biayai keluarga

Jakarta, IDN Times - Matahari hampir di atas kepala. Sudah hampir satu jam pula nenek Kaesih duduk di trotoar depan SPBU, setelah berjalan kaki lebih dari satu kilometer. Ia berteduh di bawah pohon berteman debu jalanan yang setia menemani.

Tubuh kurusnya dibalut gamis batik coklat dan rok hitam lusuh. Rambutnya yang sudah memutih ditutup kerudung biru tua. Kedua lengannya dipangku sambil termenung dengan tatapan kosong.

Seorang pengendara minibus yang keluar dari SPBU tiba-tiba membuka kaca jendelanya, dan mengulurkan selembar uang bergambar Sultan Mahmud Badaruddin kepada nenek Kaesih. Senyum simpul pun terlihat samar di balik masker kain merah muda yang menutupi sebagian wajah sang nenek, sambil berucap terima kasih.

Menjelang azan zuhur, nenek Kaesih beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan SPBU. Ia kembali menyusuri jalanan. Meski membawa tiga karung dan satu kantong plastik, Kaesih sanggup berjalan lincah. Sesekali ia memungut gelas plastik bekas kemasan air minum di pinggir jalan, sebelum ia mengais-ngais tempat sampah di perumahan yang biasa ia lalui.

Baca Juga: Kisah Pebisnis Rumah Kos Cari Strategi Hadapi Pandemik

1. Pandemik membuat nenek Kaesih terpaksa memulung dan menjadi tulang punggung keluarga

Sampah Pembawa Berkah Nenek KaesihNenek Kaesih saat beristirahat di SPBU Gas Alam, Cimanggis, Depok. (IDN Times/Rochmanudin)

Tak pernah terlintas di benak nenek Kaesih, ia akan menjadi pemulung. Setahun lalu sebelum pandemik melanda warga dunia, ketiga anak Kaesih masih bekerja, sehingga membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.

Kini, nenek Kaesih yang sudah dua tahun ditinggal sang suami, terpaksa memulung demi memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Janda lima anak ini harus membantu menafkahi tujuh anggota keluarganya.

Anak sulung nenek Kaesih yang bernama Heru sudah lama menganggur sebelum pandemik. Sementara, anak keduanya, Herman, juga berhenti mengojek selama pandemik, lantaran sepi penumpang. Begitu juga anak ketiganya yang bernama Indra, juga terpaksa menganggur di rumah setelah terkena PHK dari restoran.

"Anak saya lima, empat laki, perempuan satu yang terakhir, tapi meninggal. Yang pertama sama yang ketiga belum menikah, nah yang kedua sudah menikah. Jadi di rumah ada tujuh orang sama menantu saya," ujar perempuan asli Banten itu, saat disambangi di kediamannya, Depok, Jawa Barat, Minggu, 28 Maret 2021.

Kini, nenek Sukaesih menjadi tulang punggung keluarganya, dibantu menantunya yang bekerja sebagai buruh rumah tangga. Penghasilan menantu perempuannya pun terkadang hanya cukup untuk membiayai sekolah anak laki-lakinya.

"Cucu saya kan ada dua, yang satu udah sekolah kelas lima SD, yang satu belum sekolah. Nah, karena sekolah di swasta jadi kudu bayar. Kata anak saya sengaja disekolahin di swasta, karena sekolah SD negeri jauh dari rumah. Pinter cucu saya baca Al-Qur'an," ujar dia.

Sementara, Herman yang mendampingi sang ibunda, mengaku lebih memilih sekolah swasta selain dekat dengan rumah, juga lantaran sekolah ini berbasis agama Islam. Dia ingin anak-anaknya kelak tumbuh dewasa memiliki bekal ilmu agama yang kuat.

"Biar bapaknya begini, saya pengen anak saya sekolah ilmu agamanya lebih banyak. Karena penting sebagai dasar pendidikan anak. Minimal SD sampai SMP lah di sekolah Islam. Zaman sekarang hidup di kota bahaya kalau gak ada dasar agama," timpal pria berambut gondrong itu sambil tersenyum.

2. Nenek Kaesih sanggup jalan berkilo-kilometer setiap hari

Sampah Pembawa Berkah Nenek KaesihPeta jalan yang biasa dilalui nenek Kaesih saat memulung sejauh 5 km setiap hari. (Google Street)

Sebelum lahir anak kedua, Herman, nenek Kaesih bersama almarhum suaminya, Sanuri, pernah tinggal di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Kini, nenek kelahiran 1957 itu bersama keluarga menempati rumah warisan orang tuanya yang beralamat di RT 07 RW 07, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.

Sebelum memulung, nenek Kaesih melakukan aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, seperti menyiapkan sarapan untuk anak-anak dan cucunya hingga mencuci pakaian. Saat matahari mulai muncul, ia berangkat memulung.

"Pagi-pagi berbenah rumah, abis salat duha baru berangkat mulung," ucap perempuan yang selalu berhijab itu di teras rumahnya.

Nenek Kaesih biasanya sanggup membawa tiga karung sekaligus saat memulung. Umumnya dia memunguti barang bekas seperti botol atau gelas air minum kemasan dan karton. Barang-barang ini dirasa lebih enteng untuk nenek Kaesih.

Perempuan berusia 64 tahun ini juga sanggup mencari barang bekas hingga sejauh lima kilometer setiap harinya (https://goo.gl/maps/ADehfERnyoNhpffG7). Namun jika sudah lelah, nenek Kaesih memilih beristirahat di jalan. Biasanya, dia beristirahat di empat lokasi yakni SPBU Gas Alam, Perumahan Deppen, Perumahan Batu Putih Cibubur, dan kawasan Rawa Gede Cibubur.

"Kadang-kadang saya ngaso di pom bensin, duduk aja, kadang suka beli tahu gejrot. Tar di depan masjid Deppen, terus Perumahan Batu Putih, kadang duduk aja di pinggir jalan sambil ngaso, suka ada yang ngasih duit ya saya terima. Tar di tempat syuting di Rawa Gede juga suka dikasih makanan kalau lebih," kata nenek Kaesih.

Selama memulung, nenek Kaesih jarang mengalami sakit, meski harus mengais-ngais sampah. Mencari barang bekas dari satu tempat sampah ke tempat sampah lainnya, otomatis membuat dia berolah raga dengan berjalan kaki hingga berkilo-kilometer. Siapa sangka pekerjaannya saat ini membuat nenek Kaesih tetap sehat di tengah kondisi krisis kesehatan dunia akibat pandemik.

"Pernah sih sekali dulu, pusing, kunang-kunang, tapi sekarang gak pernah lagi. Saya biasanya banyak minum, kalau sudah haus beli air, kadang malah suka dikasih, orangnya gak mau dibayar, dikasih duit sayanya," tutur nenek Kaesih, yang duduk di atas kursi bambu reot itu.

Sampah Pembawa Berkah Nenek Kaesih(IDN Times/Mardya Shakti)

3. Memungut sampah tidak membuat nenek Kaesih takut terpapar COVID-19

Sampah Pembawa Berkah Nenek KaesihNenek Kaesih ketika memulung di Kompleks Deppen, Harjamukti, Cimanggis, Depok. (IDN Times/Rochmanudin)

Pandemik juga tak membuat nenek Kaesih merasa khawatir berlebihan terhadap risiko terpapar virus corona. Selama ini, dia cukup menjaga protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

"Anak saya sering ngingetin supaya saya pakai masker," ujar nenek yang berlogat Betawi itu.

Nenek Sukaesih juga cukup paham akan barang-barang berbahaya yang dapat menularkan COVID-19, seperti sampah alat medis masker. Lagi-lagi dia teringat nasihat sang anak agar tidak mengambil sampah medis.

"Saya sering diingetin anak saya, gak usah tuh ambil-ambil masker bekas, sama botol bekas infus," ujar Kaesih sambil sesekali membetulkan posisi maskernya yang melorot ke dagu.

Di tengah keterbatasan pengetahuannya tentang virus corona, tak menutup mata nenek Kaesih untuk menjaga diri dengan selalu memperhatikan kebersihan, dan memperhatikan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah.

“Nenek mah mandi tiga kali sehari pakai sabun. Sering cuci tangan juga. Kandang ayam juga sering disemprot pakai pembersih lantai,” ucap wanita dengan kerut di matanya itu.

Selain menjaga protokol kesehatan saat memulung, nenek Kaesih juga tak lupa selalu berdoa agar dijauhkan dari penyakit dan selalu diberikan kesehatan. Termasuk dijauhkan dari virus corona.

"Malem biasanya saya salat tahajud, selalu minta sama Allah supaya dijauhkan dari penyakit dan sehat terus, murah rezekinya. Saya selalu mandi, ganti baju kalau habis mulung. Baju biasanya kita nyuci sendiri-sendiri," tuturnya.

4. Nenek Kaesih jarang periksa kesehatan ke dokter karena tidak merasa sakit

Sampah Pembawa Berkah Nenek KaesihNenek Kaesih di kediamannya Jalan Sumur Bandung, RT 07 RW 07, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat. (IDN Times/Rochmanudin)

Meski memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS), nenek Kaesih dan keluarganya jarang memeriksa kesehatannya ke dokter. Kondisi badan yang jarang sakit atau menderita penyakit berbahaya, menjadi alasan Kaesih tidak berkunjung ke dokter.

Selama ini, dia memang tidak memiliki penyakit berbahaya. Paling banter sakit maag dan flu. "Itu paling sakit maag kalau saya makan pedes-pedes suka sakit perutnya,” imbuh Kaesih, yang merasa beruntung dilindungi dari paparan COVID-19.

Selain air putih dan berjalan kaki, nenek Kaesih sering minum jamu. Hampir dua hari sekali dia membeli jamu gendong yang biasa melintas di depan rumahnya.

“Saya biasanya minum jamu pahitan sama mbak-mbak yang suka gendong jamu. Sama minum jahe, kemarin malah dikasih sama orang banyak banget,” ungkap Kaesih.

Kondisi halaman rumah yang dipenuhi barang bekas hasil memulung dan kandang unggas, juga tidak membuat nenek Kaesih merasa khawatir tertular penyakit, karena sang anak rajin membersihkan.

“Si Hendra cowok tapi rajin bersih-bersih dia, gak suka dia rumah berantakan. Kandang ayam sama dia dibersihin,” tutur nenek Kaesih.

Kunci untuk menjaga kondisi kesehatan tubuh ala nenek Kaesih dan keluarganya, tak lain adalah yakin dan selalu berdoa kepada Sang Khalik, serta menerima apa adanya dan selalu bersyukur. Legowo.

“Kalau malem jangan lupa salat tahajut, berdoa sama Allah, minta sama Dia,” ucap nenek Kaesih.

"Kita yakin saja sama Allah sih, kalau kita yakin mudah-mudahan gak kena penyakit macem-macem," timpal Herman.

5. Makan seadanya karena penghasilan memulung kurang dari cukup

Sampah Pembawa Berkah Nenek KaesihRizki, cucu kedua nenek Kaesih (IDN Times/Rochmanundin)

Hidup serba pas-pasan, juga membuat nenek Kaesih kurang memperhatikan asupan nutrisi untuk kesehatan keluarga dan dia sendiri. Boro-boro daging, makan ayam saja bisa dihitung jari dalam seminggu.

"Paling banter makan ayam seminggu sekali, itu aja makan sayapnya, dagingnya mah buat anak sama cucu. Saya mah paling makan ikan asin, teri, sama tempe mendoan. Terus telor dadar, kalau daging saya doyan tapi kalau kambing saya gak doyan, neg. Kalau sayur saya tiap hari bikin,” ujar nenek Kaesih.

Minum susu, apalagi suplemen atau vitamin, hampir tidak pernah dilakukan nenek Kaesih selama ini. Bagi dia, mengonsumi air putih sudah cukup untuk menjaga stamina tubuh agar tetap sehat.

“Saya juga suka minum jamu pahit biar kuat juga,” ucap dia.

"Susu saya gak doyan, kalau cokelat saya doyan. Kalau nenek mah minum air putih aja yang banyak sudah cukup, imbuhnya. Kadang minum cokelat dikasih gula dikit,” ujar dia.

Penghasilan dari hasil memulung jauh dari cukup. Nenek Kaesih biasanya hanya mengantongi uang Rp150 ribu hingga Rp180 ribu setiap dua minggu sekali. Barang bekas tersebut dijual kepada penadah barang-barang rongsokan, yang mendatangi rumah Kaesih.

Selain mendapat penghasilan dari memulung, nenek Kaesih terkadang mendapat uluran tangan dari orang-orang di jalan. "Kadang ada aja orang di jalan yang ngasih uang, saya terima. Kalau udah dapet uang biasanya saya pulang, buat jajan cucu. Dia sukanya makan ayam tiap hari," ucap dia.

Untuk biaya bulanan dan makan sehari-hari, nenek Kaesih biasanya dibantu anak menantunya. Biaya bulanan untuk membayar listrik antara Rp150 hingga Rp200 ribu.

"Beras sehari biasanya abis 1,5 liter buat makan, kita di rumah ada tujuh orang. Beli gas dua hari sekali saya juga," tutur nenek Kaesih.

Meski pekerjaannya berkutat dengan sampah, bahkan tempat tinggal pun dikelilingi barang rongsokan, nenek Kaesih masih bisa mempertahankan kesehatan di tengah pendemik.

Tak dipungkiri ada rasa khawatir tertular virus mematikan ini, tapi keyakinan nenek Kaesih pada Sang Khalik lebih besar. Nenek Kaesih yakin Dialah yang akan menjaga dirinya dan keluarga.

Nutrisi yang masuk ke dalam tubuhnya dan keluarganya tak seberapa bergizi, namun ia yakin dengan usaha dia ‘berolahraga’ mengais sampah merupakan salah satu ikhtiarnya menghindar dari virus corona.

Nenek Kaesih berharap pandemik virus corona segera berakhir, agar anak-anaknya segera mendapat pekerjaan lagi dan hidup lebih baik.

Baca Juga: Kisah Wanita Penghibur di Depok Selama Pandemik COVID-19

https://www.youtube.com/embed/kwl04yQ8i10

Topik:

  • Rochmanudin
  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya