UU Ciptaker Berpolemik, Ini Alur dan Kelemahan Legislasi Secara Hukum

Ada delapan tahap legislasi inisiasi pemerintah

Jakarta, IDN Times - Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja atau UU Ciptaker hingga kini menuai penolakan dari masyarakat kecil, karena dianggap hanya menguntungkan kalangan pengusaha. Pembahasan hingga pengesahan undang-undang ini juga dianggap beberapa kalangan tidak sah. Lantas bagaimana proses legislasi dan tahapan penyusunan sebuah undang-undang?

Pakar Hukum Pidana dan HAM Harkristuti Harkrisnowo dalam sebuah diskusi pada Kamis, 15 Oktober 2020, memaparkan bagaimana proses legislasi, tahapan penyusunan sebuah undang-undang, hingga mekanisme pembuatan suatu kebijakan sesuai perundang-undangan yang berlaku. Berikut pemaparan Harkristuti dalam melalui sebuah presentasinya.

Baca Juga: Gak Sakral! 4 Catatan Pakar Hukum soal Isu Perubahan Draf UU Ciptaker

1. Alur pembentukan sebuah undang-undang

UU Ciptaker Berpolemik, Ini Alur dan Kelemahan Legislasi Secara HukumIlustrasi pengesahan undang-undang. (IDN Times/Arief Rahmat)

Harkristuti memaparkan tahapan pembentukan sebuah undang-undang antara lain dimulai dari surat perintah presiden untuk penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU), dilanjutkan persiapan oleh tim pemerintah.

Kemudian proses penyusunan (Legal drafter dan panitia antar-kementerian), dan setelah naskah selesai diserahkan ke presiden. Presiden kemudian menyerahkan ke DPR. DPR kemudian membuat Daftar Inventaris Masalah (DIM) serta melanjutkan pembahasan bersama pemerintah.

Setelah selesai pembahasan kemudian disepakati dan disahkan antara pemerintah dan DPR melalui rapat paripurna di parlemen. Setelah disahkan DPR, kemudian naskah diserahkan kepada presiden untuk kemudian diteken presiden sebelum diberlakukan.

2. Proses legislasi dan faktor korelatif proses legislasi

UU Ciptaker Berpolemik, Ini Alur dan Kelemahan Legislasi Secara HukumIlustrasi hukum (IDN Times/Sukma Shakti)

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu juga memaparkan bagaimana proses legislasi, yakni suatu proses yang terencana dan terkoordinasi untuk menyusun suatu produk hukum dengan melibatkan para penyelenggara kekuasaan negara dan para stakeholder, baik di dalam maupun di luar pemerintahan.

"Umumnya merupakan respons terhadap suatu masalah yang muncul dalam masyarakat, yang dapat mempengaruhi kehidupan publik. Ada kemungkinan merupakan suatu proses yang didorong kelompok politik tertentu lebih untuk kepentingannya dari pada kepentingan publik," tulis dia dalam presentasinya.

Harkristuti menyebutkan empat faktor korelatif proses legislasi. Pertama, heterogenitas para aktor yang terlibat, antara lain perancang, pengambil keputusan, publik, dan kelompok kepentingan (interest group).

Kedua, tahapan legislasi (dari perencanaan sampai dengan penetapan berlakunya). Ketiga, partisipasi publik (reaktif dan proaktif, pressure group dan floating mass), dan terakhir, kendala (politis, substantif, dan teknis).

3. Kelemahan dalam penyusunan kebijakan legislasi

UU Ciptaker Berpolemik, Ini Alur dan Kelemahan Legislasi Secara HukumIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam praktiknya, Harkristuti mengatakan, ada beberapa kelemahan dalam penyusunan kebijakan legislasi. Antara lain keterbatasan pranata untuk pengambilan kebijakan, kelemahan pada tahap pengembangan kebijakan, dan mutu produk legislatif belum sepenuhnya memuaskan karena tidak dimulai dengan visi yang jelas mengenai peran hukum dan bagaimana ia dapat mengatasinya.

Beberapa kendala lainnya adalah kelemahan pada proses legislasi, konsultasi antar departemen, keterbatasan dalam prosedur penentuan anggaran, serta keterbatasan publik dalam rangka partisipasi.

Sementara, hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kebijakan legislasi adalah peran penentuan kebijakan dalam legislasi, sejauh mana pengaturan semestinya dilakukan (tidak over-regulation atau under-regulation), dan prinsip-prinsip pembuatan kebijakan dalam legislasi.

Selain itu, diskrepansi antara teori dan praktik, serta koordinasi dan konsultasi.

4. Proses pembuatan kebijakan dan dampak penentuan kebijakan

UU Ciptaker Berpolemik, Ini Alur dan Kelemahan Legislasi Secara HukumIlustrasi hukum (IDN Times/Sukma Shakti)

Ada enam hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan kebijakan. Antara lain
formulasi masalah, merancang konsep, strategi dan analisis kebijakan atau rencana aksi, studi dampak kebijakan, pertimbangan anggaran, mekanisme implementasi, serta
pemantauan dan evaluasi.

Selain enam hal tersebut, kata Harkristuti, perlu juga diperhatikan dampak penentuan suatu kebijakan tersebut. "Berbagai tingkatan dampak. Siapakah yang memperoleh keuntungan dari kebijakan ini? Adakah keuntungan publik, ataukah justru kebijakan menimbulkan masalah baru? Apakah mekanisme kontrol telah dirumuskan dan diterapkan sebagaimana mestinya?" kata dia.

Menurut Harkristuti, proses legislasi harus cermat, yang diawali dengan penyusunan naskah akademik, berangkat dari situation analysis dan need assessment berdasarkan environmental scanning. Para perancang harus mengetahui dan memahami sikap dan perilaku sosial apa yang ingin diubah (attitude & behavior modification).

"Perumusan tidak bertentangan dengan existing laws dan tidak memberikan celah untuk multitafsir. Bila ada existing laws yang perlu diperbaiki dengan UU harus melalui proses konsultasi dengan stakeholder terkait," kata dia.

Beberapa pertanyaan juga penting dijawab. Seperti di manakah hukum dapat memainkan peran? Apakah hukum merupakan satu-satunya pilihan? Dapatkah hukum mengatasi atau mengurangi masalah yang diidentifikasi tersebut? Sudahkan keselarasan dengan undang-undang lain dipastikan? Bagaimanakah hukum dikonstruksikan untuk mencapai tujuan termaksud? Dan apakah partisipasi publik telah diupayakan?

5. Delapan tahap legislasi inisiasi pemerintah

UU Ciptaker Berpolemik, Ini Alur dan Kelemahan Legislasi Secara HukumAlur pembentukan undang-undang (IDN Times/Sukma Shakti)

Ada delapan tahap legislasi inisiasi pemerintah. Pertama, publikasi untuk pengenalan masalah tertentu kepada publik. Kedua, pengumpulan informasi (situation analysis, need assessment, environmental scanning), produk hukum nasional dalam berbagai tingkatan, produk hukum internasional sebagai bandingan. Ketiga, pembentukan cross-sectoral task force antara lain lembaga yang langsung menangani dan lembaga yang terkena dampak.

Keempat, formulasi rancangan legislasi. Kelima, konsultasi dengan stakeholder seperti
dengar pendapat, seminar, dan workshop. Keenam, modifikasi rancangan legislasi. Ketujuh, deliberasi dengan parlemen, dan terakhir pengundangan legislasi.

Sementara, ada tujuh asas dalam legislasi. Antara lain kejelasan tujuan, keterbukaan, ketepatan organ pembentuk, kejelasan rumusan, kesesuaian jenis dan materi, dayaguna dan hasil guna, dan dapat dilaksanakan.

Perihal UU Cipta Kerja, Harkristuti mencatat ada sekitar 10 muatan. Antara lain peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha; ketenagakerjaan; kemudahan, pelindungan, serta pemberdayaan koperasi dan UMKM; kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; pengadaan tanah; kawasan ekonomi; investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional; pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan pengenaan sanksi.

"Penyelenggaraan (UU) Cipta Kerja dilaksanakan berdasarkan asas lain sesuai dengan bidang hukum yang diatur dalam undang-undang yang bersangkutan," kata dia, menyimpulkan.

Baca Juga: Bongkar Pasang Draf UU Cipta Kerja Usai Ketuk Palu di Paripurna

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya