Wacana PNS Dikenai Pajak 2,5 Persen, Ini 3 Pendapat PP Muhammadiyah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah berwacana mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menarik zakat 2,5% bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Muslim. Namun, Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah berpandangan lain.
1. Bisa jadi negara berbuat zalim jika tanpa 'tebang pilih'
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, zakat adalah kewajiban yang harus dibayarkan seorang Muslim yang memiliki kemampuan dan kelayakan. Artinya, hanya Muslim yang penghasilannya sudah mencapai nishab atau batas penghasilan pertahun yang hanya wajib membayar pajak.
"Nah, bila tidak mencapai nishab dia tidak wajib membayar zakat, justru ketika negara memotong gaji PNS sembarangan tanpa 'tebang pilih' mana yang mencapai nishab atau tidak, maka itu jelas perbuatan zalim terhadap PNS," ujar Danhil dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/2).
Baca juga: Liburan Tahun Baru Usai, 4.526 PNS DKI Belum Tercatat di Absensi
2. Mekanismenya harus jelas dan berhati-hati
Editor’s picks
Kecuali, kata Danhil, jika negara memotong untuk sedekah, misalnya. Tapi sedekah tentu dengan kesukarelawanan tidak ada paksaan seperti zakat. Sehingga, dia mengingatkan, harus hati-hati ketika membuat kebijakan pemotongan gaji PNS atas nama untuk pembayaran zakat.
"Jangan sampai PNS-PNS yang tidak wajib zakat pun dipotong penghasilannya, itu justru membuat negara berlaku zalim kepada karyawannya sendiri. Jadi, saran saya mekanismenya harus jelas dan hati-hati," kata dia.
3. Berapa batas nisab?
Danhil menjelaskan perhitungan nisab bisa per tahun atau per bulan. Tapi banyak ulama yang menyarankan agar dibayarkan setelah penghasilan diterima, atau sebaiknya per bulan.
Terkait gaji PNS ini, kata dia, kategorinya adalah zakat profesi. Nisab gaji yang diterima biasanya sepadan dengan nilai makanan pokok yang dikonsumsi, atau seringkali nisab zakat profesi disamakan dengan zakat pertanian, yakni sekitar 520 kg beras.
"Jadi, ketika misalnya beras yang biasa kita konsumsi harganya Rp8.200 atau Rp10.000 --tergantung harga beras mana yang sering dikonsumi oleh muzaki atau orang yang membayar pajak. Jadi, 520 dikalikan Rp8.200 maka hasilnya Rp 4.264.000. Jika, 520 dikalikan Rp10.000 hasilnya Rp5.200.000.
Jadi bila penghasilannya di bawah Rp4.264.000 maka dia tidak wajib (membayar) zakat," dia mencontohkan.
Baca juga: Polisi Tangkap PNS Pengedar Sabu di Lingkungan Kerja DPR RI