Cerita Dokter saat Kenakan Baju Hazmat: Baru 5 Menit Sudah Megap-megap

Perjuangan dokter RSUI di balik APD selama bertugas kini

Depok, IDN Times - Sudah lebih dari satu bulan lamanya, para tenaga medis berjibaku menangani pasien COVID-19. Sejak temuan kasus positif perdana ditemukan di Indonesia pada awal Maret lalu, setiap harinya, mereka bertaruh nyawa dalam setiap langkahnya menuju ruang isolasi.

Profesi tenaga medis baik dokter maupun perawat memang paling rentan terhadap penularan virus ini. Data Ikatan Indonesia (IDI) menunjukkan, sebanyak 80 dokter di Jakarta positif virus corona per Sabtu (18/4), dan 44 orang di antaranya meninggal dunia.

Berbekal alat pelindung diri (APD), yang lengkap jadi syarat utama, para tenaga medis berlindung dari paparan virus dalam bekerja. Di entah isu keterbatasan APD, mereka mencoba bertahan menempuh berbagai cara agar tetap selamat meski harus menangani pasien virus corona.

Ternyata tak hanya itu perjuangan berat mereka. Bahkan, ketika mereka sudah mengenakan APD pun, setiap saat adalah perjuangan bagi mereka. Mengenakan baju yang sekilas tampak pakaian astronot itu, ternyata sama sekali tidak mudah lho

Simak penuturan dr. Muhammad Hafiz Aini yang berbagi kisah kepada IDN Times soal pengalamannya mengenakan APD alias baju hazmat. 

1. Pakai baju hazmat itu panasnya minta ampun

Cerita Dokter saat Kenakan Baju Hazmat: Baru 5 Menit Sudah Megap-megapDokter Hafiz (kiri), dokter RSUI yang tangani COVID-19 (Dok. Pribadi)

Dokter Hafiz, begitu ia akrab dipanggil, bertugas di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) sejak enam bulan lalu. Dia berprofesi sebagai dokter spesialis penyakit dalam. Tak terbesit sebelumnya, akhir Maret lalu ia memulai tugas sebagai tenaga medis yang menangani pasien COVID-19.

Sejak saat itu, baju hazmat yang terkenal berbahan tebal membungkus tubuhya saban hari bertugas.

“Dari ujung rambut ke ujung kaki dengan berlapis-lapis. Sarung tangan saja berlapis dua, rambut juga ditutupi dengan dua lapisan, hingga kaki juga dilapisi ganda dengan sepatu boot,” tuturnya memaparkan detail APD yang melekat di tubuhnya. 

“Kalau ditanya nyaman pakai APD? Sangat tidak nyaman memang,” dia menimpali lagi.

Dalam sehari, dia biasa memakainya paling lama enam jam. Namun baru beberapa menit saja, panas sudah menyergap tak tertahan.

“Dan hanya cukup 5 menit saja kita bisa megap-megap. Sejam mungkin otak kita sudah gak bisa berkonsentrasi. Sungguh panas, sampai baju dalaman pasti basah. Dan apalagi kalau kita yang menggunakan kacamata goggle. Itu benar-benar berkabut. Jarak pandang terbatas,” tuturnya. 

Baca Juga: RSUI: Corona dan Influenza, Dua Virus Berbeda dengan Gejala Serupa

2. Selama pakai APD menahan buang air kecil, lapar, dan dahaga

Cerita Dokter saat Kenakan Baju Hazmat: Baru 5 Menit Sudah Megap-megapDokter Hafiz saat bertugas mengenakan APD (Dok. Pribadi)

Penting untuk tak melepas APD hingga pada waktunya, yakni setelah waktu bertugas di ruang isolasi selasai. Jadi, buat sekadar buang air kecil pun jadi perkara sulit. Namun selalu ada cara buat menyiasatinya.

“Kita itu, ada rekan, yang kadang-kadang memakai pampers. Jadi dia pakai pampers, daripada tidak kuat,” ucapnya.

Getir lain yang dirasa kala memakai APD adalah menahan dahaga. Lalu, bagaimana siasat Hafiz dan rekan-rekannya selama ini?

“Kita anggap aja kita puasa,” dia menjawab.

“Minum kita tahan-tahan dulu, dan nanti pas keluar (ruang perawatan/isolasi) memang tak bisa langsung minum. Karena ada aturannya (tidak bisa dibuka hanya untuk minum)," sambung Hafiz.

Waktu yang dibutuhkan untuk mengenakan APD lengkap pun tidak sebentar. "Dipakai lama, melepasnya juga lama,” tambah dia.

Satu-satunya waktu terlepas dari baju APD adalah saat berada di zona aman atau hijau. Di sana para dokter biasanya memejamkan mata sejenak.

“Di RSUI itu ada tiga zona. Zona hijau itu aman jadi seperti biasa seperti di ruang jaga tak perlu pakai APD lengkap. Kalau di zona merah dan ruang perawatan COVID-19, kita otomatis pakai APD yang lengkap,” ujarnya.

3. Sembarangan lepas APD, virus menanti

Cerita Dokter saat Kenakan Baju Hazmat: Baru 5 Menit Sudah Megap-megapdr. Hafiz dengan rekan-rekannya di RSUI (Dok. Pribadi)

Dia menuturkan APD memang jadi pelindung utama bagi tenaga medis. Tapi, itu juga bisa jadi sebaliknya bila tak mengikuti protokol keamanan.

“Risiko penularan COVID-19 itu paling besar saat pelepasan atau pertukaran dan penggunaan APD. Jadi kita harus hati-hati,” ujarnya.

Di samping itu, para tenaga medis yang pakai APD juga harus jaga langkah saat memasuki ruang perawatan. Untuk kasus tertentu, tenaga medis tak bisa bergerombolan masuk.

“Saat kita merawat pasien dalam satu area, di mana area tersebut tidak boleh berulang lagi dimasuki, maka kita harus bergantian,” kata Hafiz.

Dengan pengalaman memakai APD yang penuh tantangan itu, ia dan rekan-rekan dokter lainnya tetap maju menjalankan tugas demi profesi yang mengutamakan kemanusiaan. “Ya tapi kita harus tahan-tahan, dan berusaha kuat,” tutupnya.

Baca Juga: Cerita Petugas Labkesda Jabar yang Juga Ikut Berjuang Melawan Corona  

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya