Kota Bogor Belum Berencana Terapkan PSBB, Jakarta Harus Lebih Dulu

Percuma kalau Jakarta belum PSBB, episentrumnya kan di sana

Bogor, IDN Times - Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim memastikan wilayahnya untuk sementara waktu hanya memberlakukan pembatasan sosial dengan cara yang selama ini sudah dilakukan. Menurutnya, pembatasan sosial tanpa embel-embel berskala besar jadi opsi dalam hal menegakkan pshycal distancing.

Dia mengatakan beberapa hal dalam soal membatasi ruang gerak masyarakat yang tertuang dalam kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) yang digaungkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 sudah dilakukan sejak Kota Bogor menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) COVID-19 pada 20 Maret lalu.

1. Pembatasan sosial tanpa embel berskala besar

Kota Bogor Belum Berencana Terapkan PSBB, Jakarta Harus Lebih DuluIlustrasi (kotabogor.go.id)

Dalam pasal 4 dalam PP itu, PSBB paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja pembatasan kegiatan keagamaan serta pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Dedie berujar semuanya sudah dilakukan dengan mengeluarkan bermacam surat edaran yang pada intinya mengimbau warga agar tetap di rumah dan memberlakukan pshycal distancing.

“Sekolah sudah diliburkan, mal dan hotel sudah tutup, perusahaan sudah diimbau agar karyawannya kerja dari rumah, serta para pemuka agama sudah kami instruksikan untuk mengimbau jemaahnya beribadah di rumah. Jadi sudah 100 persen kami lakukan aturan dari PP itu,” ucapnya kepada IDN Times, Minggu (5/4).

Untuk itu, pihaknya belum berencana buat mengajukan PSBB kepada pemerintah pusat, mengingat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 9 tahun 2020 (turunana PP PSBB) tentang pedoman PSBB dirasa memberatkan pemerintah daerah dalam penerapannya.

Karena sebagaimana yang termaktub dalam pasal 4 ayat 5 Permenkes tersebut setiap daerah yang mau mengusulkan PSBB harus menyertai kesiapannya dalam ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana, prasarana kesehatan, dan anggaran operasionalisasi jaring pengaman sosial, serta aspek keamanan.

Dengan begitu, kata Dedie, pemerintah daerah harus mengeluarkan ekstra anggaran untuk penerapan PSBB ini karena semua ditanggung mandiri.

“Kalau terlalu berat konsekuensi keuangan dan teknisnya, kita PS (Pembatasan Sosial) aja, gak usah pakai embel-embel berskala besar,” katanya.

Baca Juga: Pembatasan Sosial Skala Besar Versi Bogor: Bentuk RW Siaga COVID-19

2. Mendesak agar Jakarta menerapkan PSBB terlebih dulu

Kota Bogor Belum Berencana Terapkan PSBB, Jakarta Harus Lebih DuluIlustrasi (IDN Times/Sunariyah)

Dedie justru mendesak pemerintah pusat agar segera memberi restu kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penerapan PSBB guna menekan penyebaran COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

“Kita sudah saling mengetahui, bahwa Jakarta jadi episentrum penyebaran corona, karenanya di sana dulu yang penting menerapkan PSBB. Kalau misal Bogor menerapkan PSBB, tapi Jakarta enggak, kan percuma saja,” ucapnya.

3. Kota Bogor memilih program RW Siaga COVID-19 untuk menegakkan pshycal distancing

Kota Bogor Belum Berencana Terapkan PSBB, Jakarta Harus Lebih DuluIlustrasi (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Dalam hal urusan pembatasan sosial, Dedie menjelaskan pembentukan RW siaga corona jadi opsi yang rasional. Karena nanti dalam praktiknya diharapkan bisa membatasi ruang gerak warga.

RW siaga corona dikoordinir oleh lurah beserta camat masing-masing daerah dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat yang ada. Mulai dari Pengurus RW sendiri, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, kader PKK, dan Pengurus LPM.

“Mereka yang bertugas dalam membatasi pergerakan keluar masuk warga, termasuk memonitor tamu dan orang-orang yang tidak berkepentingan berada di wilayah masing-masing. Kemudian memasang spanduk RW Peduli Corona dan menggiatkan Siskamling,” ucapnya.

RW siaga corona, Dedie melanjutkan, diberi tugas untuk melarang kegiatan sosial dan keagamaan yang menimbulkan kerumunan.

Hal lain yang dikerjakan RW siaga corona ini yakni menyiapkan bantuan untuk mereka yang daya ekonominya lemah karena efek pembatasan ruang gerak atau pembatasan sosial, sehingga kehidupan bisa terus berjalan.

“RW siaga corona ini bakal melakukan pemetaan dan pendataan masyarakat terdampak dan membuat daftar di luar Database Kemiskinan Kota Bogor atau di luar penerima Program Keluarga Harapan (PKH),” kata Dedie.

Baca Juga: Hindari COVID-19, Bupati Bogor Cegah Warga Jakarta Sembunyi di Puncak

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya