Kota Depok Jadi Klaster Terbesar COVID-19 di Jawa Barat 

7 kecamatan masih berstatus zona merah

Depok, IDN Times - Dari 27 daerah di Provinsi Jawa Barat (Kota/Kabupaten), Kota Depok menempati urutan pertama sebagai daerah yang mempunyai jumlah kasus COVID-19 terbanyak.

Berdasar data Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jabar per Minggu (14/6) pukul 16.14 WIB, jumlah kasus terkonfirmasi positif virus corona di Kota Depok mencapai 584 orang.

Lima daerah di bawah Kota Depok, mayoritas termasuk dalam kawasan yang berdekatan dengan episentrum wabah, DKI Jakarta. Seperti Kota Bekasi di urutan kedua (496 kasus), menyusul Kota Bandung (344 kasus), kemudian Kabupaten Bogor (210 kasus), Kabupaten Bekasi (177 kasus), dan Kota Bogor (109 kasus).

Data yang disajikan oleh Pikobar di atas bakal berbeda, bila dibandingkan dengan data Gugus Tugas COVID-19 masing-masing daerah. Semisal jumlah kasus positif di Depok pada Sabtu (13/6) saja sudah mencapai 648 orang. Juru Bicara Gugus Tugas COVID-19 Jabar, Berli Hamdani menjelaskan  perbedaan data ini karena penarikan sumber datanya berbeda.

“Kalau PIKOBAR hasil yang sudah dikonfirmasi dan terekam di Pusat. Sedangkan di Depok lebih riil dan sesuai dengan hasil pemeriksaan pada hari itu,” kata Berli kepada IDN Times, Minggu (14/6).

Berli mengungkapkan Depok memang berstatus sebagai wilayah tertinggi kasus virus corona di Jabar. Bahkan, disebut sebagai klaster terbesar secara provinsi.

1. Depok hanya memiliki 10 rumah sakit penanganan COVID-19

Kota Depok Jadi Klaster Terbesar COVID-19 di Jawa Barat Ilustrasi virus corona. Dok. IDN Times

Berli menuturkan tren kasus positif meningkat di Depok ditengarai karena angka reproduksi efektif (Rt) dan kesiapan pelayanan fasilitas kesehatan. Merujuk data Gugus Tugas COVID-19 Depok, Rt diklaim sudah menurun di bawah angka 1, persisnya di angka 0,54 per 8 Juni.

Angka Rt di Depok pun sebenarnya lebih baik ketimbang daerah tetangga, misal Kabupaten Bogor yang memiliki angka Rt 1,2 per 5 Juni. Tetapi, Depok mempunyai tren penambahan jumlah kasus lebih tinggi ketimbang Kabupaten Bogor, setidaknya sejak masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) proporsional berlaku, 5 Juni kemarin.

Perbandingannya, penambahan 58 kasus di Kabupaten Bogor dan penambahan 70 kasus di Kota Depok hingga 13 Juni.   

Kemudian, dilihat dari pelayanan fasilitas kesehatan, Kota Depok mesti mengakui jumlah rumah sakit rujukan virus corona memang terbilang lebih sedikit ketimbang Kota Bekasi, yang satu peringkat di bawah Depok dalam hal lonjakan kasus positif.

Kota Bekasi memilki 33 rumah sakit swasta untuk penanganan awal deteksi kasus corona dan 4 rumah sakit berlabel pemerintah sebagai rujukan utama. Sedangkan Depok, hanya memiliki 10 rumah sakit yang didedikasikan untuk penanganan kasus COVID-19.

Keterbatasan kapasitas fasilitas kesehatan itu, lantas memengaruhi penularan virus corona secara transmisi lokal. Sebab, tak sedikit Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan pasien positif tanpa gejala menjalani karantina mandiri di rumah.  

Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Depok dr. Alif Noeriyanto pernah mengatakan tren penularan secara transmisi lokal terjadi antar sanak famili dalam satu rumah, yang bersumber dari salah seorang anggota keluarga yang sedang swa-karantina.

Baca Juga: PSBB Depok Lanjut Sampai 2 Juli, Begini Ketentuan Umumnya

2. Mobilitas warga ke Jakarta jadi alasan lain penambahan kasus positif

Kota Depok Jadi Klaster Terbesar COVID-19 di Jawa Barat Ilustrasi (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Pakar Edpidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono punya pandangan lain. Baginya, tren penularan di Kota Depok bukan hanya bersifat transmisi lokal, melainkan juga secara imported case. Dalam hal ini, warga Depok yang saban hari memiliki ketergantungan mobilitas ke Jakarta disebut sebagai penyebab di balik penambahan jumlah kasus positif.

“Logika sederhananya, kota yang berdekatan dengan episentrum wabah (Jakarta) itu kan cuma dua, Depok dan Bekasi. Dilihat dari penggunaan kereta KRL aja, frekuensinya lebih banyak warga Depok kalau diukur dalam wilayah Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi),” katanya kepada IDN Times.

Isu terkait risiko penularan dalam gerbong KRL memang sejak lama jadi konsen para pemangku kepentingan di wilayah Bodebek. Bahkan, sempat muncul wacana penyetopan sementara operasional KRL saat PSBB masih baru-barunya diterapkan, kendati mentok di tangan pemerintah pusat.

Kekhawatiran penularan di gerbong KRL kian menjadi, ketika opsi new normal atau kenormalan baru mulai ditempuh. Aturan yang sebelumnya mengharuskan pekerja bekerja dari rumah, kini mulai dilonggarkan.

Di Depok pada 8 Juni lalu (awal PSBB transisi menuju normal baru DKI Jakarta) antrean penumpang yang sangat panjang terjadi di Stasiun Citayam. Merespons hal ini, pemerintah setempat menginginkan kebijakan yang terintegrasi antar daerah.

“Kami akan mengusulkan kepada Pemerintah dan Pemerintah DKI Jakarta, untuk melakukan pengaturan jam kerja pegawai baik pegawai pemerintah maupun swasta, melalui pembagian shift dalam bekerja, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi penumpukan penumpang pada jam sibuk,” kata Wali Kota Mohammad Idris. “Demikian pula perlu diberikan fasilitas layanan antar jemput pegawai dari kantor/perusahaan tempat kerjanya, agar tidak terkonsentrasi seluruhnya dengan menggunakan commuter line,” lanjutnya.

3. Ada 7 dari 11 kecamatan di Depok yang masih termasuk zona merah

Kota Depok Jadi Klaster Terbesar COVID-19 di Jawa Barat Ilustrasi. Dok.Humas Jabar

Penularan secara transmisi lokal di Depok juga menjadi perhatian. Sebab, terdapat 25 RW dalam 16 kelurahan di 7 kecamatan berbeda, yang diklaim masih berstatus zona merah.

Setiap warga yang bermukim di RW zona merah tersebut tak bisa keluar masuk sembarangan. Tim satgas kampung siaga COVID-19 didampingi aparatur kecamatan atau kelurahan akan mengawasi pergerakan warga.

Intervensi medis pun berfokus di kawasan zona merah, selain tempat-tempat keramaian, seperti pasar tradisional dan swalayan. Sejak Mei lalu, pemerintah mengklaim memulai skrining massal melalui rapid test dengan kuantitas 5.000 alat tes.

Penambahan jumlah kasus harian bersumber dari skrining massal tadi. Dalam pekan ini, terbanyak ditemukan pada 13 Juni dengan temuan 14 kasus.  

Baca Juga: Usia Produktif di Depok Paling Rentan Kena COVID-19, Apa Penyebabnya?

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya