Pakar Epidemiologi UI: Depok Belum Siap Normal Baru, Perpanjang PSBB

Dilema antara kepentingan kesehatan atau ekonomi

Depok, IDN Times - Provinsi Jawa Barat jadi satu di antara tujuh provinsi yang digadang-gadang pemerintah bersiap menuju fase new normal atau normal baru. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Rabu (27/5) lalu telah menyatakan, daerahnya bakal menerapkan kenormalan baru per Senin (1/6) mendatang.

Pertimbangannya, R0 atau angka reproduksi penularan awal virus corona sudah dalam angka terkendali, yakni 1,09, meski Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan syarat RO di bawah 1 kepada negara atau daerah yang akan memasuki fase normal baru.

Tapi, Ridwan Kamil tak menyebut secara spesifik kota/kabupaten mana saja yang laik melaksanakan normal baru. Namun yang pasti, di beberapa wilayah angka R0 sudah berada di bawah 1, misal di kawasan Bodebek (Bogor, Depok, dan Bekasi). Angka R0 di Kota Bogor tercatat 0,74 dan Kota Bekasi di 0,71.

Tetapi hal yang berbeda terjadi di Kota Depok. Angka R0 atau angka reproduksi penularan setelah adanya intervensi pemerintah seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), justru masih di angka 1, persisnya 1,39 per Senin (25/5).

Berdasarkan data itu, pakar epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menyatakan, Kota Depok mesti memperkuat intervensi medis dan sosial melalui PSBB hingga bisa menekan angka penularan.

“Depok belum siap. Kalau Kota Bogor saya yakin sudah bisa (normal baru) karena angkanya sudah 0 kasus dalam beberapa hari belakangan, dan R0-nya sudah di bawah 1 juga. Kalau di Depok, sekarang PSBB masih harus diperpanjang," kata Tri saat dihubungi Jumat, (29/5).

Baca Juga: Penularan Lokal COVID-19 Kian Menjadi, PSBB Depok Lanjut Hingga 4 Juni

1. Depok belum bisa memasuki fase normal baru

Pakar Epidemiologi UI: Depok Belum Siap Normal Baru, Perpanjang PSBBIlustrasi virus corona. (IDN Times/Mia Amalia)

Selain angka R0 yang masih belum terkendali, penambahan jumlah kasus positif di Depok juga masih fluktuatif dalam sepekan terakhir. Lonjakan kasus tertinggi terjadi pada Jumat (22/5) pekan lalu, di mana terdapat penambahan mencapai 38 kasus. Kemudian empat hari berselang, penambahan kasus kembali dua digit sebanyak 22 kasus.

Menurut Tri, bila Kota Depok ingin memasuki fase normal baru, pemerintah setempat mesti berusaha keras untuk menekan angka penularan maupun penambahan jumlah kasus, setidaknya bertahan stabil dalam sepekan.   

Dalam pandangannya, ketika suatu daerah memaksakan untuk normal baru di tengah kondisi pandemik yang belum mereda dan tingkat kesadaran belum sepenuhnya terbangun, maka yang terjadi ialah penambahan kasus positif, terlebih secara transmisi lokal.   

“Kalau masih di atas 10, saya pikir masih harus PSBB. PSBB diperpanjang hinggga 0 kasus bertahan satu minggu. Karena begitu dibuka PSBB, potensi penularannya bisa tambah meningkat,” katanya.

“Kalau mau membuka kasus lagi, ya silahkan dibuka dengan new normal,” imbuhnya.

2. Tunda fase normal baru kalau 10 persen dari hasil skrining massal masih positif virus corona

Pakar Epidemiologi UI: Depok Belum Siap Normal Baru, Perpanjang PSBBIDN Times, ilustrasi virus Corona

Per Kamis (28/5), jumlah kasus positif di Depok mencapai 547 kasus. Jumlah ini menjadikan Depok sebagai wilayah kedua dengan jumlah kasus tertinggi di kawasan Jabodetabek, setelah Jakarta. Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Alif Noeriyanto Rahman mengatakan, potensi penambahan kasus positif besar terjadi terlebih kini memasuki arus balik mudik.   

“Kalau tidak diantisipasi, bisa jadi klaster baru, karena transmisi lokal di Depok ini tinggi,” kata Alif kepada IDN Times, Rabu (27/5).

Intervensi medis yang sudah dilakukan oleh Pemkot Depok sejauh ini skrining massal melalui rapid test dengan target 5.000 orang. Hingga Rabu, sudah 4.500 menjalani rapid test dan hasilnya hampir separuhnya reaktif COVID-19.  

“Alhamdulillah, dari rencana 5.000 orang, sudah 90 persen yang terlaksana dari jumlah yang diperiksa, 30 persen di antaranya dinyatakan reaktif. Selanjutnya, mereka akan diperiksa dengan metode  tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR),” Kata Idris dikutip dari laman resmi Pemkot Depok.

Alif mengatakan, bila 10 persen dari hasil PCR-nya menunjukkan positif, maka Kota Depok sebaiknya tidak menerapkan normal baru. “Idealnya kalau 10 persen reaktif dari jumlah rapid test dan PCR, ya new normal ditunda dulu,” ujarnya.

3. Ekonomi Depok babak belur akibat wabah virus corona

Pakar Epidemiologi UI: Depok Belum Siap Normal Baru, Perpanjang PSBBANTARA FOTO/Adeng Bustomi

Sebelumnya, Idris melempar sinyal untuk menerapkan fase normal baru. Hal ini tak terlepas dari kondisi ekonomi imbas pandemik virus corona.

“Kehidupan ekonomi kita sudah mulai oleng. Kami akan putuskan bersama Forkopimda kebijakan terbaik yang bisa kita terapkan di Depok,” tutur dia.

Apa yang dilontarkan Idris berkaitan dengan kondisi ekonomi Kota Depok kini yang babak belur, terutama dengan pendapatan daerah yang menurun. Kepala Badan Keuangan Nina Suzana mengatakan, pendapat asli daerah (PAD) ditaksir bisa menurun hingga 25 persen.

“Terus DAU (Dana Alokasi Umum) dari pusat kita turun sampai 10 persen dan bagi hasil pusat juga sama 23 persen, banyak semua turun,” ungkap Nina.

Dana dari APBD untuk penanganan COVID-19 pun terbatas. Idris pernah menyebut, jumlah APBD tak bisa jadi satu-satunya tumpuan. Untuk diketahui, anggaran yang digelontorkan oleh Pemkot Depok dalam penanganan COVID-19 pada tahap pertama sekitar Rp71 miliar. Baik untuk keperluan kesehatan dan jaring pengaman sosial (JPS) selama PSBB.  

Dana itu bersumber dari biaya tak terduga (BTT). Sementara itu, APBD tahun 2020 yang disahkan DPRD pada November tahun 2019 mencapai Rp2,9 triliun. Selama masa pandemik, Pemkot Depok bergantung pada bantuan sejumlah pihak, salah satunya gotong royong warga melalui Kampung Siaga COVID-19.

“Dari sana muncul solidaritas masyarakat. Kalau enggak dilakukan akan habis-habisan APBD kita,” ujar Idris April lalu.  

Baca Juga: IDI: Puncak COVID-19 di Depok Terjadi Juni, Pemkot Terganjal Sarana

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya