PHK Massal 159 Pegawai, Ramayana Depok Disebut Manfaatkan Isu COVID-19

Keuangan perusahaan sudah goyang sebelum pandemik COVID-19

Depok, IDN Times - Dengan dalih menyelamatkan perusahaan dari krisis keuangan, pilihan rasional terburuk yang diambil setiap pemodal adalah melakukan pemutusan hak kerja (PHK) para pekerjanya.

Namun bila kondisinya kian memburuk, perusahaan bisa saja menghentikan permanen aktivitas ekonominya alias gulung tikar. Di Kota Depok, Jawa Barat, PT Ramayana Lestari Sentosa baru saja melakukan dua hal tersebut.

PHK itu diputuskan pada Senin (6/4) lalu dan di saat bersamaan para pekerja harus terima kenyataan tempat selama ini menggantungkan hidup telah bangkrut. Pihak manajemen Ramayana mengklaim keputusan diambil imbas pandemik COVID-19 yang telah menghancurkan bisnis perusahaan.

“Ya ini dampak dari wabah virus corona, bisnis kita memang dari sales untuk penggajian karyawan. Manajemen sudah memikirkan dengan matang karena sudah tidak mampu lagi menutup biaya,” kata Store Manager Ramayana, M. Nukmal Amdar, Senin.

Akan tetapi, alasan manajemen perusahaan tentu tak sama dengan cara pandang pekerja. Seperti narasi yang digaungkan Presiden Asosiasi Pekerja (ASPEK) Indonesia, Mirah Sumirat, yang mengecam PHK secara sepihak oleh manajemen Ramayana terhadap pekerjanya, di tengah status darurat pandemik COVID-19.

“Apa yang dilakukan oleh manajemen Ramayana sangat tidak manusiawi dan tidak berempati,” kata Mirah dalam keterangan tertulisnya yang diterima IDN Times, Kamis (9/4).

1. Hanya akal-akalan perusahaan

PHK Massal 159 Pegawai, Ramayana Depok Disebut Manfaatkan Isu COVID-19Ilustrasi PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurutnya, manajemen Ramayana sebetulnya bisa saja cukup menutup sementara operasional toko dan tidak perlu menutup selamanya. Namun dengan dalih wabah COVID-19, manajemen justru melakukan PHK massal secara sepihak dengan dalih operasional tutup permanen.

“Padahal nantinya setelah wabah COVID-19 berakhir, manajemen Ramayana tetap akan menjalankan operasional seperti semula,” ujarnya.

Dia beranggapan, manajemen memanfaatkan betul momen ini untuk menyingkirkan pekerja yang dianggap kritis yang tergabung dalam serikat pekerja.

“Kami menduga ini hanya akal-akalan manajemen,” ucapnya.

Baca Juga: Tutup Permanen, Ramayana Cirebon Mall PHK 20 Karyawan

2. Keuangan perusahaan sudah goyang sebelum pandemik COVID-19

PHK Massal 159 Pegawai, Ramayana Depok Disebut Manfaatkan Isu COVID-19Ramayana Department Store (ANTARA/Livia Kristianti)

Anggapan Mirah soal akal-akalan perushaan dalam kasus PHK ini besar kemungkinan ada benarnya. Sebabnya, keadaan finansial Ramayana Depok selama ini disebut kurang sehat, bahkan jauh sebelum pandemik COVID-19 melanda perekonomian di Kota Belimbing.

Hal demikian dikatakan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Depok, Manto Jorghi, yang berdasarkan hasil korespondensi dengan Ramayana Depok beberapa waktu sebelum keputusan PHK sepihak itu dilakukan perusahaan.

"Benar, kondisi finansial Ramayana Depok kurang begitu bagus sebelum adanya pandemik COVID-19. Selama ini mereka hanya bertahan dari subsidi pusat, ditambah situasi saat ini, kemudian diminta tutup, ya sudah, jadi di situ," kata Manto saat dihubungi, Kamis (9/4).

Karena Ramayana yang punya 24 cabang se-Jabodetabek, kata dia, memang berencana melakukan pengurangan pekerja demi mengakali krisis keuangan akibat imbas pandemi COVID-19.

Dia menambahkan, ada 159 pegawai di Ramayana Depok yang terkena PHK.

3. PHK yang menabrak Undang-undang

PHK Massal 159 Pegawai, Ramayana Depok Disebut Manfaatkan Isu COVID-19Ilustrasi PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara itu, bagi Mirah, PHK yang dilakukan Ramayana jadi sorotan karena menabrak aturan yang selama ini berlaku.

Apa yang diucapnya merujuk pada UU Ketenagakerjaan pasal 151 ayat (3), yang menyebut bahwa dalam hal perundingan tidak menghasilkan persetujuan, maka pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah adanya penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Namun yang terjadi dalam kasus PHK di Ramayana sebaliknya.

“PHK yang dilakukan sangat jauh dari nilai-nilai kemanusiaan karena dilakukan secara sepihak, massal dan hanya dalam satu hari tanpa mengindahkan UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” ucapnya.

Di masa sulit seperti ini seharusnya, kata dia manajemen Ramayana semestinya lebih bersikap peduli kepada pekerjanya yang selama ini sudah memberikan kontribusi dan loyalitasnya terhadap perusahaan.

“Masih banyak cara lain yang bisa ditempuh dengan musyawarah untuk bisa disepakati, agar perusahaan bisa tetap eksis dan pekerja tidak kehilangan pekerjaan," tutur dia.

Perusahaan bisa saja, dia melanjutkan merumahkan pekerjanya dengan tetap membayar upah tanpa membayar uang transport dan uang makan.

“Perusahaan juga bisa melakukan efisiensi biaya di pos-pos lain, seperti listrik, air, AC, dan biaya operasional lainnya, tanpa harus melakukan PHK,” ucapnya.

Baca Juga: Hanya Mampu Bertahan Sampai Juni, Industri Tekstil Paling Rentan PHK

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya