Benarkah Terjadi Kecurangan dalam Situng Pemilu?

KPU tengah jadi sorotan publik karena pelaksanaan Pemilu

Jakarta, IDN Times - Hari pemungutan suara bagi masyarakat Indonesia untuk memilih presiden, wakil presiden, anggota legislatif serta partai politik telah seminggu berlalu. Kini, idealnya, publik mengawal proses penghitungan suara yang sedang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Ini yang kerap digaungkan oleh berbagai pihak setiap kali ada Pemilu. Alasan utamanya adalah demi mencegah terjadinya kecurangan. Namun, upaya menggiring opini publik agar tidak percaya kepada penyelenggara pemilu tahun ini sangat kuat, terutama ketika media sosial memungkinkan ini.

Baca Juga: Real Count KPU Selasa Sore: Jokowi Masih Unggul 55,08 Persen 

1. Dari hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos hingga ancaman mundur dari Pilpres

Benarkah Terjadi Kecurangan dalam Situng Pemilu?ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Pembangunan narasi bahwa KPU tidak bersikap imparsial dalam Pemilu sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu. Andi Arief, Wakil Sekjen Partai Demokrat yang sempat berstatus positif menggunakan sabu, menulis di akun Twitter pribadinya bahwa ia menerima informasi ihwal tujuh kontainer berisi surat suara yang tercoblos dari Cina berada di Tanjung Priok.

Kabar ini terbukti hoaks. Selang beberapa hari, Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Djoko Santoso menyebut, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno akan mundur jika kecurangan terjadi. Sementara itu, usai pencoblosan, mantan Jenderal Kopassus itu mendeklarasikan kemenangannya dan Sandi, yang ia klaim berdasarkan survei internal BPN.

2. Diperburuk dengan beberapa kali KPU salah input data ke Situng

Benarkah Terjadi Kecurangan dalam Situng Pemilu?ANTARA FOTO/Reno Esnir

Sejak pemungutan suara usai, Twitter diramaikan oleh tagar #INAElectionObserverSOS yang kemudian menjadi trending topic dunia. Banyak sekali akun yang mengunggah informasi palsu, salah satunya adalah peretasan server KPU.

Kemudian, selama lebih dari 24 jam tagar #KPUJanganCurang, #KPUJanganSalahInputData serta #SaveOurDemocracy silih berganti mengisi daftar trending topic di Indonesia. Ini karena netizen menemukan adanya salah input data oleh operator KPU ke Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng).

Misalnya yang terjadi di TPS 30, Kelurahan Bojongsari, Depok, Jawa Barat. Menurut penghitungan manual, pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendapatkan 63 suara dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memperoleh 148 suara. Di situs Situng KPU, angkanya berubah jadi 211 suara untuk pasangan 01 dan tiga suara untuk pasangan 02.

Baca Juga: Perludem Apresiasi Pengakuan KPU Terkait Salah Input Situng

3. Ada dugaan upaya delegitimasi penyelenggara Pemilu

Benarkah Terjadi Kecurangan dalam Situng Pemilu?IDN Times/Sukma Shakti

Riuhnya media sosial mengenai salah input data itu sebenarnya bisa dipahami, khususnya karena mayoritas pemilih belum tahu bahwa Situng bukan penentu siapa yang akan memimpin Indonesia lima tahun ke depan. Ini karena KPU tetap memakai penghitungan suara manual sebagai dasar, dan hasilnya akan diumumkan pada 22 Mei 2019.

Sedangkan Elisa Sutanudjaja, administrator kawalpemilu.org pada Pilpres 2014, menilai ada faktor lain mengapa salah input itu jadi sesuatu yang bombastis di media sosial.

"Masalah yang kita alami sekarang jauh berbeda. Pada 2014 tidak ada serangan terhadap legitimasi KPU seperti sekarang ini," kata Elisa saat ditemui di kantornya di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.

"Dan sekarang proses mempertanyakannya dari sebelum penyelenggaraan Pilpres sendiri," tambahnya. Menurut Elisa, ini mengkhawatirkan.

"Gak cuma bilang 'curang, curang, curang', 'banyak, banyak, banyak'. Banyaknya itu berapa?" Ia menilai penyerang KPU sebenarnya tidak peduli dengan Pemilu yang adil, melainkan kepentingan pihak yang mereka dukung.

4. Banyak warga sipil bingung dengan hasil Pilpres

Benarkah Terjadi Kecurangan dalam Situng Pemilu?ANTARA FOTO/Reno Esnir

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa politik Indonesia saat ini sangat partisan. Ini mengakibatkan tak sedikit masyarakat yang menjadi korban. Mereka terbelah—ada yang memang pendukung salah satu kandidat Pilpres, ada juga yang bingung dengan kebenaran informasi.

Sejumlah warga biasa yang ditemui IDN Times, misalnya, mengaku tidak tahu siapa pemenang Pilpres karena kedua pasangan mengklaim finis terdepan. Mereka juga mengaku tidak tahu harus percaya dengan angka yang mana, salah satunya karena bertebarannya disinformasi di internet.

"Bingung saya nih mana yang benar. Yang satu bilang menang, yang satunya bilang menang juga. Masa presidennya ada dua?" celetuk Fauzi Musyarufah, seorang pengemudi ojol di Jakarta, Senin siang (22/4).

5. KPU perlu bergerak cepat untuk mengklarifikasi setiap tudingan

Benarkah Terjadi Kecurangan dalam Situng Pemilu?ANTARA FOTO/Syaiful Arif

Tentu sangat disayangkan apabila orang-orang berpengaruh, dari politisi hingga opinion leaders di media sosial, memanfaatkan situasi ini demi keuntungan jangka pendek. Akan tetapi, yang tak kalah mengecewakan adalah jika KPU sebagai pihak tertuduh tidak bergerak cepat dalam melakukan klarifikasi.

"Setiap masukan dan temuan dari masyarakat harus diikuti dengan, menurut saya, investigasi di internal KPU untuk betul-betul meyakinkan bahwa kesalahan input itu adalah tidak sengaja dan bukan karena faktor kesengajaan," tutur Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi sendiri mengakui ada salah input dalam Situng. Ia membantah ini faktor sengaja.

"Kita pastikan itu sama sekali bukan karena serangan hack atau serangan siber. Itu betul-betul semata-mata kesalahan entry yang kami sangat terbuka untuk melakukan koreksi," ucapnya.

6. Jika menemukan kejanggalan, sebaiknya langsung melapor ke KPU atau Bawaslu

Benarkah Terjadi Kecurangan dalam Situng Pemilu?ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Elisa sendiri berharap, masyarakat bisa membedakan bahwa Situng tidak dipakai untuk menghitung, melainkan hanya media informasi. "Meski ada tung-tungnya, ini juga nama yang menyesatkan sebetulnya, tapi Situng bukan untuk menghitung," ujarnya sambil tertawa.

Ini ditegaskan pula oleh Titi agar publik tak mudah terpancing dengan oknum tertentu yang memanfaatkan salah input Situng, untuk menggiring narasi bahwa KPU curang. Sebaliknya, ia meminta masyarakat untuk melapor bila ada ketidaksesuaian data.

"Kalau pihak-pihak merasa ada ketidakpuasan, misalnya atas input data, kan mekanismenya sudah tersedia. Mereka bisa melaporkan kepada Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) kalau memang tidak puas dengan penjelasan KPU," ucapnya.

7. Situng dinilai sebagai sebuah kemajuan dalam proses Pemilu tahun ini

Benarkah Terjadi Kecurangan dalam Situng Pemilu?ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko

Menurut Elisa, mayoritas kesalahan yang ada bisa dijelaskan. Ia mencontohkan persoalan teknis seperti ketika tulisan tangan petugas KPPS yang tidak jelas. "Tulisannya jelek, maksudnya, kayak mau nulis tiga tapi [kelihatan seperti] delapan. Itu bisa kayak gitu," kata dia.

Elisa sendiri menyayangkan ketika ada pihak tertentu menyalahgunakan salah input itu. "Informasi bahwa ada kesalahan itu baik. Tapi yang berbahaya itu kalau tujuannya bukan untuk memperbaiki, tapi membuat keruh dengan menambahkan kata curang," ucapnya.

Situng sendiri, menurut Titi, adalah sebuah kemajuan yang patut diapresiasi. "Keterbukaan KPU ini memang ditujukan untuk meminta partisipasi masyarakat, karena ada iktikad baik untuk menjaga integritas jajarannya, bukan untuk menyembunyikan sesuatu. Justru ini sesuatu yang harus kita apresiasi," ujar Titi.

Baca Juga: [Linimasa] Ragam Klaim dan Tudingan Kecurangan Selama Pemilu

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya