Hari Ini Peringatan Gerakan 30 September dan Kita Harus Membicarakan Gerwani!

Organisasi wanita-wanita hebat yang difitnah sebagai kumpulan pelacur oleh pemerintah Orde Baru

Hari ini adalah hari peringatan G30S PKI, peristiwa kelam saat beberapa petinggi TNI Angkatan Darat diculik dan dibunuh oleh kelompok yang dipercaya sebagai pemberontak dari Partai Komunis Indonesia (PKI) pada malam hari tanggal 30 September 1965.

Peristiwa tersebut mengubah peta politik Indonesia. Soeharto kemudian muncul menjadi tokoh penting setelah kesehatan Soekarno menurun. Dia memimpin Orde Baru sebagai presiden selama lebih dari 30 tahun secara otoriter.

Selama Perang Dingin, Soeharto dekat dengan Amerika Serikat -- kontras dengan Soekarno yang lebih merapat ke Uni Soviet -- sehingga berbagai metode digunakan pemerintah untuk menghancurkan PKI dan semua yang dianggap berafiliasi dengan partai tersebut, termasuk Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) yang didirikan oleh S.K. Trimurti, Menteri Buruh pertama Indonesia.

Propaganda Orde Baru: Gerwani berisi para pelacur.

Hari Ini Peringatan Gerakan 30 September dan Kita Harus Membicarakan Gerwani!(Andreas Iswinarto/kalatida.com)

Salah satu propaganda pemerintahan Soeharto mengenai Gerwani adalah tari harum bunga. Rezim Orde Baru menyebarkan fitnah bahwa ketika malam penculikan para jenderal oleh pemberontak, wanita-wanita anggota Gerwani menari telanjang di depan mereka dengan berkalung bunga.

Kemudian, para pria menyiksa jenderal-jenderal tersebut. Sedangkan wanita-wanita Gerwani ditugaskan untuk menyayat kemaluan dan mencongkel mata anggota tentara yang diculik. Selanjutnya, mereka merayakannya dengan pesta seks. Propaganda ini diabadikan dengan relief di Monumen Pancasila Sakti.

Baca Juga: Pertama Dalam Sejarah: Model Berhijab Ini Tampil di Majalah PlayBoy!

Gerwani adalah organisasi yang disegani dan sangat vokal menuntut keadilan, terutama bagi kaum perempuan.

Hari Ini Peringatan Gerakan 30 September dan Kita Harus Membicarakan Gerwani!wikipedia.com

Sebelum menjadi Gerwani, organisasi ini dikenal sebagai Gerwis (Gerakan Wanita Istri Sedar). Perubahan itu terjadi saat Kongres 1954 di Jakarta. Beberapa pihak menyebutkan perubahan ini adalah untuk merangkul kaum perempuan, belum atau sudah menikah, dengan pendidikan rendah atau miskin yang belum paham politik -- Sedar berarti sadar politik.

Rappler Indonesia pernah mewawancarai Suti, aktivis Gerwani yang berusia 96 tahun dari Boyolali, pada Februari 2016 lalu. Suti berasal dari keluarga petani miskin, namun punya semangat belajar yang kuat. Suti menjadi Ketua Bidang Organisasi Gerwani.

Gerwani -- saat itu masih Gerwis -- mengajaknya bergabung. Suti tertarik karena mereka mengajarkan persamaan laki-laki dan perempuan dalam hak waris, perkawinan, pendidikan; kesetaraan kedudukan perempuan dan laki-laki; penolakan terhadap poligami dan poliandri -- mendukung monogami. 

Pengaruh Gerwani tidak hanya di kalangan grass root tapi juga hingga aspek pembuatan kebijakan. Salah satu tokoh Gerwani di parlemen yang terkenal adalah Salawati Daud.  Saat masih menjadi aktivis di daerah asalnya, Sulawesi Selatan, dia aktif melawan pasifikasi Belanda di provinsi itu pada 1946.

Salawati pernah memimpin penyerbuan ke markas polisi pada 29 Oktober 1949 yang dikenal sebagai Masamba Affaire. Perempuan yang disegani lawan-lawan politiknya ini juga pernah berperan sebagai penghubung antara pemberontak Kahar Muzakkar (1950-1951) dengan pemerintah Indonesia dalam proses perundingan.

Pada 1949, Salawati adalah walikota perempuan pertama di Indonesia. Dia memimpin Makassar. Salah satu cerita yang terkenal dari Salawati adalah keberaniannya berhadapan langsung dengan komandan Belanda, Raymond Westerling, yang menguasai wilayah tersebut.

Surat Kabar Wanita yang beredar dari tahun 1945 hingga 1949 adalah salah satu hasil gagasannya. Surat kabar itu aktif mengangkat isu-isu yang berhubungan dengan perempuan, politik, serta budaya. Pada tahun 1955 Salawati berhasil melenggang ke parlemen sebagai anggota PKI.

Gerwani di parlemen sempat menuntut penambahan jumlah menteri perempuan di kabinet Soekarno. Tapi, peran mereka tidak hanya yang berkaitan dengan isu perempuan. Mereka juga ikut serta mendukung kembalinya Irian Barat ke tangan Indonesia dan menolak terbentuknya Malaysia. Saat Salawati menjadi ketua Gerwani, perhatian mereka juga merambah ke isu-isu ekonomi seperti inflasi.

Perjuangan yang ditempuh Gerwani menjadi inspirasi bahwa peran perempuan tidak bisa direduksi menjadi sekadar cantik, seksi, bisa memasak dan melahirkan.

Hari Ini Peringatan Gerakan 30 September dan Kita Harus Membicarakan Gerwani!Foto: Ari Susanto/Rappler

Seperti orang-orang yang dinilai berhubungan dengan PKI, pemerintah Orde Baru menjalankan metode sistematis untuk 'menghukum' anggota-anggota Gerwani. Diyakini sebagian besar dari mereka menjadi tahanan politik dan mendapat siksaaan fisik serta mental hingga meninggal. Ada pula yang dibunuh begitu saja. Bagi yang masih dibiarkan hidup, stigma dan diskriminasi itu masih melekat di masyarakat.

Gerwani mengajarkan bahwa peran perempuan tidak hanya di urusan domestik seperti memasak dan melahirkan. Perempuan punya kapabilitas untuk mempengaruhi kebijakan negara. Di zaman itu, tentu saja perjuangan mereka berkali-kali lipat lebih berat dari yang kita alami saat ini.

Gerwani mengajarkan perempuan bahwa potensi kita tidak bisa direduksi menjadi sekadar cantik, bisa memasak, atau membersihkan rumah. Ini mengingatkan kita juga tentang Nara Rakhmatia atau perempuan-perempuan lain yang hanya diperhatikan ketika mereka memiliki fisik menarik

Di luar isi pernyataannya sebagai diplomat, Nara patut diapresiasi bukan karena dia cantik, tapi karena di dunia politik yang masih didominasi kaum pria, dia mampu menunjukkan bahwa dalam forum PBB tersebut, posisi setiap gender adalah sejajar. Alasan Nara berada di posisi itu tidak dilatarbelakangi oleh kecantikan raganya, melainkan kemampuan diplomasinya.

Baca Juga: Diplomat Asal Indonesia Ini Membela Negara dengan Menantang 6 Pemimpin Negara!

Topik:

Berita Terkini Lainnya