"Istirahatlah Kata-kata", Film yang Mengingatkan Bahwa Kasus Wiji Thukul Belum Usai!

Mengingat para aktivis yang dihilangkan secara paksa

Kisah penyair yang dihilangpaksakan saat Orde Baru, Wiji Thukul, akhirnya difilmkan. Film yang diberi judul "Istirahatlah Kata-kata" ini disutradarai oleh Yosep Anggi Noen. Film ini mengisahkan tentang perjuangan hidup Thukul melawan rasa sepi sebagai buronan pemerintahan orde baru saat berada di Pontianak, Kalimantan Barat. Setelah Jakarta, film ini rencananya akan diputar perdana di Surabaya esok Kamis (18/1). 

Thukul sendiri, juga dikenal sebagai sosok aktivis yang kerap mengkritik kebijakan pemerintahan Orde Baru. Dia dinyatakan hilang sejak tahun 1998 dan hingga kini nasibnya belum jelas. Sebuah isu tentang keberadaan Thukul sempat dihembuskan oleh akun Path @ndorokakung. Wartawan senior ini menyebut bahwa Thukul sempat berada di Timor Leste untuk membantu militer Timor Leste saat melawan ABRI. Menurut dia, Thukul kemudian tewas di perbatasan Indonesia-Timor Leste. Namun kabar tersebut dibantah langsung oleh keluarga Thukul. 

KontraS menyebut bahwa film Istirahatlah Kata-kata merupakan pengingat untuk kita semua bahwa kasus penghilangan paksa belum selesai.

Istirahatlah Kata-kata, Film yang Mengingatkan Bahwa Kasus Wiji Thukul Belum Usai!Rosa Folia/IDN Times

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, Fatkhul Khoir menilai bahwa meski film ini berkisah tentang Wiji Thukul, namun ada pesan lebih luas yang ingin disampaikan. Pesan tersebut adalah kewajiban negara dalam mengungkap nasib para aktivis demokrasi tersebut. Sebab, selain Thukul, setidaknya masih ada 13 orang aktivis yang hilang dan sampai saat ini belum diketahui keberadaannya."Film ini adalah pengingat bahwa kasus penghilangan paksa belum selesai," ujar Khoir saat melakukan konferensi pers di kantor KontraS, Surabaya, Rabu (18/1). 

Lebih lanjut, Fatkhul menjelaskan bahwa film "Istirahatlah Kata-kata" juga menjadi sebuah produk yang bisa mengenalkan kasus ini kepada generasi-generasi muda tentang sosok Thukul. Menurut dia, tak banyak generasi muda yang lahir di tahun 2000an mengetahui bahwa ada sosok Wiji Thukul serta aktivis demokrasi lainnya yang diculik penguasa Orde Baru hanya karena mengkritik pemerintah. Ia pun berharap dengan dirilisnya film ini publik takkan melupakan kasus ini dan terus mengawal proses penyelesaiannya.

Baca Juga: 5 Kabar Terbaru Soal Kematian Siyono dan Dugaan Pelanggaran HAM oleh Densus 88

Film ini juga mengingatkan janji Presiden Jokowi tentang penyelesaian kasus penghilangan paksa.

Istirahatlah Kata-kata, Film yang Mengingatkan Bahwa Kasus Wiji Thukul Belum Usai!Rosa Folia/IDN Times

Pada kesempatan ini Fatkhul juga mempertanyakan upaya tindak lanjut dari empat poin yang sudah disahkan oleh Rapat Paripurna DPR RI pada 28 September 2009 terkait dengan perisitiwa penculikan dan penghilangan paksa 13 aktivis 1997/1998. "Empat poin rekomendasinya sudah ada. Tinggal sekarang komitmen negara, komitmen presiden, untuk segera mengeluarkan Perpres untuk menindaklanjuti rekomendasi itu."

Menurut Fatkhul, Presiden Jokowi punya kewajiban untuk menepati janji-janji politiknya yang tertuang dalam Nawacita, khususnya mengenai pelanggaran HAM. Saat kampanye, Jokowi dan Jusuf Kalla menyatakan "berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai dengan saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia". KontraS sendiri mengatakan sempat mengajak Presiden Jokowi untuk nonton bareng saat pemuttaran film perdana di Jakarta. Sayangnya, saat itu Presiden mengaku berhalangan hadir.

Ayah aktivis yang dihilangkan secara paksa juga menginginkan kejelasan tentang nasib anaknya dan aktivis lainnya.

Istirahatlah Kata-kata, Film yang Mengingatkan Bahwa Kasus Wiji Thukul Belum Usai!Rosa Folia/IDN Times

Acara konferensi pers ini juga dihadiri oleh Utomo Rahardjo yang merupakan ayah dari Bimo Petrus. Bimo adalah seorang aktivis yang sempat menuntut ilmu di Universitas Airlangga dan menjadi korban penghilangan paksa tahun 1998. Ia sangat menyayangkan tidak adanya kejelasan tindak lanjut dari pemerintah meski sudah berganti-ganti Presiden. Namun, Utomo yang juga pengurus Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi) Jawa Timur mengaku tetap bersemangat untuk menemukan kebenaran.

"Kalau Tuhan berkehendak, mengapa tidak kasus ini bisa dibongkar atau dibuka. Dengan begitu kami sebagai anggota keluarga korban penghilangan secara paksa bisa menemukan jawaban (apakah mereka masih hidup atau mati)," jelasnya.

Utomo dan keluarga sendiri mengaku sudah siap menerima bila ternyata sang anak sudah meninggal. Meskipun begitu, ia berkomitmen tetap menempuh jalur hukum agar keadilan bisa berdiri dengan tegak.

Baca Juga: Tagar 'Saya Percaya KontraS' Sedang Populer di Twitter, Ada Apa?

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya