Krisis Iklim, Banyak Warga Tuntut Pemerintah dan Korporasi

Sikap pasif terhadap krisis iklim adalah pelanggaran HAM?

London, IDN Times - Krisis iklim membuat sejumlah pihak mengambil jalur hukum. Berdasarkan laporan Grantham Institute dan London School of Economics, yang disusun salah satunya oleh Joana Setzer, gugatan hukum terhadap pemerintah dan korporasi yang berhubungan dengan krisis iklim, terjadi di 28 negara.

Laporan tersebut juga memuat catatan bahwa selama hampir tiga dekade terdapat lebih dari 1.300 gugatan hukum berkaitan dengan krisis iklim. Tahun lalu, London School of Economics juga merilis laporan tentang semakin mengglobalnya tren litigasi krisis iklim, di mana mayoritas tergugat adalah pemerintah.

Baca Juga: Menteri LHK Perjuangkan Isu Pengendalian Perubahan Iklim di Norwegia

1. Pemerintah dianggap pasif merespons krisis iklim

Krisis Iklim, Banyak Warga Tuntut Pemerintah dan KorporasiANTARA FOTO/REUTERS/Thilo Schmuelgen

Menurut Setzer, membawa persoalan krisis iklim ke meja hijau adalah hal yang semakin normal terjadi. "Menuntut pertanggung jawaban pemerintah dan sektor bisnis atas kegagalan memerangi perubahan iklim telah menjadi fenomena global," ujar Setzer, seperti dilansir The Guardian.

"Orang atau kelompok pencinta lingkungan hidup tengah memaksa pemerintah dan perusahaan ke pengadilan, karena gagal beraksi menghadapi perubahan iklim, dan tidak hanya di Amerika Serikat. Jumlah negara di mana masyarakatnya membawa masalah perubahan iklim ke jalur hukum sepertinya akan terus meningkat," lanjut Setzer.

2. Tak hanya negara-negara maju yang digugat

Krisis Iklim, Banyak Warga Tuntut Pemerintah dan KorporasiANTARA FOTO/REUTERS/Anushree Fadnavis

Negara-negara yang dimaksud adalah Australia (94 kasus), Inggris (53), Selandia Baru (17), Spanyol (13), Jerman (5), dan Brazil (5). Meski begitu, tak melulu negara-negara maju yang digugat warganya ke pengadilan. Ada juga gugatan hukum yang terjadi di Pakistan pada 2015.

Dikutip dari Reuters, warga yang menggugat bernama Asghar Leghari dan berprofesi sebagai seorang petani. Ia tinggal di kawasan Punjab bagian selatan. Leghari mengaku sudah frustrasi menghadapi perubahan cuaca yang tidak bisa diprediksi. Kondisi ini sangat berdampak buruk terhadap hasil pertaniannya.

3. Pemerintah digugat karena dinilai melanggar hak dasar warga

Krisis Iklim, Banyak Warga Tuntut Pemerintah dan Korporasiunsplash.com/Bob Blobb

Leghari menuding pemerintah Pakistan melanggar hak dasarnya, dengan melakukan pembiaran di saat semestinya mereka menangani dampak krisis iklim. Dengan mengutip kebijakan Pakistan untuk urusan perubahan iklim nasional pada 2012, Leghari menilai pemerintah gagal "memastikan ketersediaan air bersih, keamanan pangan, dan energi ketika menghadapi ancaman perubahan iklim".

Ketika Leghari baru pertama kali berurusan dengan hukum untuk perkara perubahan iklim, kelompok peduli lingkungan di Inggris, ClientEarth, mencatatkan rekor kemenangan atas pemerintah tersendiri. Pada awal 2018, ClientEarth dinyatakan menang atas gugatan terhadap pemerintah Inggris. Itu adalah kemenangan ketiga ClientEarth.

Pengadilan mengabulkan gugatan yang memaksa pemerintah melakukan investigasi dan penanganan serius terhadap masalah polusi udara di 33 kota. "Warga yang tinggal di sejumlah area di Inggris dan Wales, termasuk dalam putusan ini layak menghirup udara bersih dan pemerintah wajib sekarang juga mewujudkannya," ujar pengacara ClientEarth usai putusan.

4. Dibandingkan korporasi, pemerintah paling sering digugat

Krisis Iklim, Banyak Warga Tuntut Pemerintah dan Korporasiunsplash.com/John Cameron

Menurut laporan London School of Economics pada 2018, ada lebih dari 276 kasus litigasi yang berhubungan dengan perubahan iklim di 25 pengadilan nasional (tidak termasuk Amerika Serikat). Sebanyak 77 persen kasus berkaitan dengan proses mitigasi seperti reduksi emisi gas karbondioksida.

Di antara kasus-kasus itu, pemerintah adalah pihak yang paling sering digugat. Dalam semua kasus yang dianalisis, pemerintah menjadi tergugat sebanyak 225 kali dan menggugat sebanyak 47 kali. Sementara korporasi digugat sebanyak 31 kali dan menggugat sebanyak 107 kali.

5. Litigasi juga dipakai mengancam korporasi yang dianggap bersalah

Krisis Iklim, Banyak Warga Tuntut Pemerintah dan Korporasiunsplash.com/Markus Spiske

Dengan kata lain, warga maupun kelompok masyarakat bisa juga memaksa korporasi mengikuti proses hukum. Contohnya, pada 2013 kelompok korban selamat dari Topan Haiyan di Filipina, memasukkan gugatan melawan perusahaan minyak bumi internasional dengan tudingan mereka menyebabkan perubahan iklim yang mendorong terjadinya bencana itu.

Ada juga kasus di mana petani Peru bernama Saúl Luciano Lliuya yang menggugat perusahaan energi asal Jerman, RWE, yang ia tuduh berkontribusi dalam perubahan iklim dan keluarganya menjadi korban. Laporan Setzer pun menyambut baik tren ini.

"Peningkatan kasus strategis secara rutin, sebuah aksi legal oleh LSM, ekspansi gugatan kasus perubahan iklim yang merambah ke area hukum lainnya, dan peningkatan dalam ilmu soal iklim, menunjukkan penggunaan litigasi perubahan iklim sebagai alat untuk memengaruhi perubahan kebijakan akan berlanjut," ujar Setzer. 

Baca Juga: 10 Fakta Unik dan Sejarah Penelitian Perubahan Iklim

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya