WALHI: Mendahulukan Ekonomi daripada Lingkungan Hidup adalah Sesat

Debat capres kedua membahas soal lingkungan hidup

Surabaya, IDN Times - Pembuat kebijakan kerap kali salah dalam menaruh prioritas antara persoalan ekonomi dan lingkungan hidup. Khalisah Khalid, Ketua Tim Adhoc Politik Keadilan Ekologis dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), menilai ini yang terjadi selama pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla. 

Debat capres kedua yang akan digelar pada Minggu (17/2) mengangkat masalah lingkungan hidup, energi, sumber daya alam, pangan dan infrastruktur. Meski demikian, baik Jokowi-Ma'ruf Amin maupun Prabowo-Sandiaga tak menunjukkan perbedaan yang mencolok dan masih menempatkan lingkungan hidup di belakang kepentingan ekonomi.

1. Soal lingkungan hidup dikorbankan demi ekonomi

WALHI: Mendahulukan Ekonomi daripada Lingkungan Hidup adalah SesatANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang

Khalisah berpendapat masalah lingkungan hidup "belum menjadi prioritas" selama empat tahun terakhir. "Artinya masih kalah dari isu ekonomi dan pembangunan, termasuk infrastuktur," kata Khalisah kepada IDN Times. Pihaknya pun mengkritik bahwa janji kampanye Jokowi pada 2014, Nawacita, justru lebih baik dari yang ditawarkan pada 2019.

"Itu [lingkungan hidup] selalu dikorbankan atau diabaikan pertimbangannya ketika sudah menyangkut ke isu ekonomi, investasi, pembangunan khususnya infrastruktur atas kepentingan nama publik, dan lain-lain." 

Baca Juga: Jokowi vs Prabowo: Prioritaskan Ekonomi, Abaikan Lingkungan Hidup

2. Pada 2014, janji Nawacita Jokowi lebih tegas dibandingkan pada kampanye saat ini

WALHI: Mendahulukan Ekonomi daripada Lingkungan Hidup adalah SesatIDN Times/Sukma Shakti

Salah satu yang menurut WALHI patut diprioritaskan adalah tentang penegakan hukum dan rehabilitasi lingkungan. Telaah dokumen WALHI yang dirangkum dalam Tinjauan Lingkungan Hidup 2019 menyebut visi-misi dan program aksi Jokowi-Ma'ruf Amin justru menurun.

"Nawacita I secara tegas menyebutkan 'kami akan menetapkan kebijakan secara permanen, bahwa Negara ini berada pada titik kritis bahaya kemanusiaan yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan hidup'," tulis WALHI. 

Oleh karena itu, WALHI berpendapat petahana seharusnya "secara konkrit menyebutkan memperkuat sistem pertanggung jawaban korporasi baik secara perdata dan pidana yang diikuti dengan skema administrasi review perizinan untuk memperkuat program aksi perubahan iklim dan tata ruang".

Ini juga yang disayangkan oleh Madani Berkelanjutan. Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan Muhammad Teguh Surya mencontohkan adanya Inpres No. 8 Tahun 2018 tentang moratorium izin perkebunan sawit yang berlawanan dengan sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Kementerian itu justru menerbitkan Surat Keputusan (SK) yang mengizinkan pelepasan area hutan produksi seluas lebih dari 9.000 hektar di Kabupaten Buol jadi kebun sawit. Pihak yang diuntungkan adalah PT Hardaya Inti Plantation yang sedang bermasalah dengan hukum.

3. Prabowo-Sandiaga tidak memberikan perbedaan berarti sebagai penantang

WALHI: Mendahulukan Ekonomi daripada Lingkungan Hidup adalah SesatANTARA FOTO/Idhad Zakaria

Karena belum ada pembanding, maka WALHI hanya bisa meneliti visi-misi pasangan nomor urut dua yang sudah diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Khalisah kecewa karena Prabowo-Sandiaga tidak lebih baik dari Jokowi-Ma'ruf Amin,"Kalau mau diangkat jadi penantang, harusnya ada yang berbeda."

Bahkan, WALHI menilai lebih banyak kontradiksi dalam visi-misi dan program aksi Prabowo-Sandiaga yang memperlihatkan keduanya "cenderung melayani kepentingan investasi". Misalnya, soal perluasan area perlindungan dan konservasi yang "tanpa rincian program aksi yang jelas".

"WALHI memandang hal ini berpotensi meningkatkan konflik negara vs rakyat (masyarakat adat, lokal dan pengelola) dan korporasi vs rakyat lokal." Apalagi, keduanya tidak menyebutkan tentang perlindungan masyarakat adat.

4. Fakta bahwa Indonesia adalah kawasan bencana pun tak terlalu dipertimbangkan oleh capres-cawapres

WALHI: Mendahulukan Ekonomi daripada Lingkungan Hidup adalah SesatANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra

Kekecewaan lainnya adalah tentang tidak pedulinya masing-masing kandidat terhadap fakta bahwa Indonesia merupakan negara rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPD) menyebut 2018 sebagai tahun bencana. Sepanjang satu tahun, ada 1.999 bencana dan ini di luar tsunami Selat Sunda yang terjadi pada Desember.

"Kami belum melihat itu menjadi wake-up call bagi kedua paslon. BNPD selalu update angka-angka bencana dan korban setiap tahun dalam laporannya, tapi itu tidak menjadi rujukan kebijakan khususnya dalam pembangunan infrastruktur," tutur Khalisah.

"Hal itu cukup disayangkan, tapi kita challenge saja karena mau debat juga, sejauh mana upaya yang akan dilakukan agar masyarakat terlindungi dari risiko bencana," tambahnya.

5. Pertentangan antara urusan ekonomi dan lingkungan hidup seharusnya dihentikan

WALHI: Mendahulukan Ekonomi daripada Lingkungan Hidup adalah SesatANTARA FOTO/Fikri Yusuf

WALHI pun mengingatkan bahwa pemangku kepentingan, termasuk dua pasangan capres-cawapres, tidak lagi mengesankan masalah ekonomi bertentangan dengan lingkungan hidup. "Sering didikotomikan antara perut rakyat atau ekonomi rakyat dengan isu lingkungan. Mendahulukan isu ekonomi di atas isu lingkungan ini adalah paradigma yang keliru dan sesat," tegas Khalisah.

"Justru ketika lingkungan rusak, ekonomi rakyat akan hancur seperti kasus Lapindo. Orang akan kehilangan sumber-sumber kehidupannya dan akan terancam." Teguh sendiri berpendapat,"Pertarungan ini bukan pertarungan Jokowi versus Prabowo. Tapi siapa yang paling menegakkan konstitusi. Hak atas lingkungan bersih itu ada di konstitusi lho. Jadi, apa yang mau diperjuangkan?"

Baca Juga: Pembangunan Infrastruktur Jadi Modal Jokowi di Debat Kedua 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya