Berkunjung ke Rumah WR Supratman, Saksi Akhir Hayat sang Maestro

"Nasibku sudah begini, inilah yang disukai oleh pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saja meninggal, saya ikhlas"

Surabaya, IDN Times - Letaknya tak jauh dari Stadion Gelora Sepuluh Nopember. Papan penunjuk yang sengaja dibangun di tepi jalan, memandu IDN Times untuk sampai ke sebuah rumah di Jalan Mangga No. 21, Kelurahan Tambaksari, Kota Surabaya. Tepat di ujung jalan bertatakan batu alam, sebuah rumah tua tampak kokoh berdiri.

 

Berkunjung ke Rumah WR Supratman, Saksi Akhir Hayat sang MaestroIDN Times/Rudy Bastam

Di halaman rumah itu, patung setinggi tiga meter menampakkan sosok pria berpakaian jas khas jaman pergerakan, lengkap dengan kopiah hitam dan kacamata. Kedua tangannya tampak memainkan biola dengan andal.

Sosok yang dipatungkan tersebut tak lain adalah pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, Wage Rudolf Soepratman. Adapun rumah itu merupakan tempat tinggal sang maestro yang pada tahun 2003, diambil alih oleh pemerintah kota Surabaya untuk difungsikan sebagai museum. 

1. Saksi bisu wafatnya sang maestro.

Berkunjung ke Rumah WR Supratman, Saksi Akhir Hayat sang MaestroIDN Times/Rudy Bastam

Rumah seluas 5 x 8 meter persegi itu sebenarnya adalah milik dari Giyem, kakak Supratman. Secara sekilas, rumah itu tak ada bedanya dengan bangunan tua pada umumnya. Penanda bahwa hunian itu pernah ditinggali Supratman adalah adanya beberapa barang peninggalan sang maestro.  

Di ruang tamu misalnya, terdapat foto, lirik, lukisan hingga cetakan lirik dan partitur lagu Indonesia Raya versi lengkap tiga stanza yang terpajang di dinding. Sementara di sudut lain, terdapat foto Kartini yang konon sangat dikagumi oleh Supratman. 

Rasa haru menyeruak saat IDN Times memasuki kamar utama, dalam kamar itu terdapat sebuah dipan replika yang konon menyerupai dipan di mana Supratman mengembuskan nafas terakhirnya. Di salah satu sudut dinding terdapat ucapan terakhir WR Supratman yang berbunyi,

"Nasibku sudah begini, inilah yang disukai oleh pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saja meninggal, saya ikhlas. Saya toh sudah beramal, berjuang dengan caraku, dengan biolaku. Saya yakin Indonesia pasti merdeka." 

Sang maestro mengembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 17 Agustus 1938. Ucapannya pun terbukti, tujuh tahun kemudian, apa yang dicita-citakan menjadi kenyataan. Bangsa yang diperjuangkannya merdeka. 

Baca Juga: Rumah Cokro, Saksi Bisu Saat Bung Karno Masih Jadi Anak Kosan

2. Komponis besar milik bangsa Indonesia

Berkunjung ke Rumah WR Supratman, Saksi Akhir Hayat sang MaestroIDN Times/Rudy Bastam

Supratman, lahir di Purworejo, 9 Maret 1903, namanya tersohor sebagai pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya. Supratman pertama kali mengawali karirnya sebagai musisi pada usia 17 tahun.

Saat itu, dia bersama koleganya mendirikan grup band bernama Black and White Jazz Band di Makassar. Konon nama tersebut dilatari oleh anggota band yang terdiri dari campuran orang-orang Indo-Belanda dan pribumi. 

Tak hanya musisi, Supratman juga dikenal sebagai wartawan surat kabar

Sin Po saat dirinya menetap di Batavia. Dia kemudian menciptakan lagu Indonesia Raya dengan tiga stanza. Lagu itu sendiri diperdengarkan pertama kali di kongres sumpah pemuda pada tahun 1928.

Kata "merdeka" yang tersemat dalam lirik lagu tersebut, memancing kemarahan pemerintah kolonial. Supratman pun diburu. Dari Cimahi, Pemalang, hingga berakhir di Surabaya. Di kota terakhir itulah ia mengembuskan nafas terakhir. 

Supratman dimakamkan di Makam Umum Kapas, kawasan Kenjeran Surabaya. Pada tahun 1956, pemerintah Republik Indonesia memindahkan makam sang maestro ke tempat yang lebih layak sebagai bentuk penghargaan. Tak hanya itu, pemerintah pun memberikan gelar pahlawan nasional kepadanya. 

3. Pemkot Surabaya akan meresmikan beberapa museum lain

Berkunjung ke Rumah WR Supratman, Saksi Akhir Hayat sang MaestroIDN Times/Rudy Bastam

Tak hanya pemerintah pusat, pemerintah kota Surabaya pun memberikan apresiasi kepada Supratman. Setelah mengambil alih pada tahun 2003, pemkot Surabaya menjadikan bangunan tersebut sebagai museum.

Melalui Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, pemkot Surabaya melakukan pengelolaan dan perawatan secara berkala. "Untuk perawatan biasanya dilakukan pengecatan ulang dan renovasi. Tapi untuk bentuk bangunan gak boleh diubah karena masuk cagar budaya," ujar Ahmad Saifuna Arif (27), pemandu museum. 

Tak hanya museum Supratman, pemerintah Surabaya juga berencana meresmikan beberapa museum baru. Beberapa pahlawan nasional yang juga akan mendapatkan penghargaan layaknya WR Supratman antara lain, Roeslan Abdul Gani, Bung Tomo, serta dr Soetomo. "Semakin banyak museum, identitas Surabaya sebagai kota pahlawan semakin kentara," ujar Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini di depan wartawan Jumat pekan lalu.

Apresiasi tak hanya datang dari pemerintah kota, pengunjung museum tersebut pun memberikan Salah seorang pengunjung Andini (16) mengapresiasi museum WR Supratman sebagai sarana untuk belajar bagi siswa-siswa di Surabaya. "Bangunannya masih kayak jaman dahulu, bagus, tapi agak bikin merinding," ujarnya. "Harusnya kayak pelajar-pelajar itu harus pernah main ke sini. Karena di sini banyak sejarahnya WR Supratman." 

Baca Juga: Rumah Radio Bung Tomo Diratakan dengan Tanah, Inikah Cara Kita Menghargai Jasa Pahlawan?

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya