Beda Suara KPU dan Pemerintah soal Pemilu 2024, Siapa Paling Rasional?

Pemerintah tolak usulan KPU soal jadwal dan anggaran pemilu 

Jakarta, IDN Times - Indonesia akan menggelar pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) pada 2024 nanti. Pembahasan mengenai penyelenggaraan pesta demokrasi 5 tahunan ini pun sudah dimulai.

Namun, usulan anggaran Pemilu 2024 dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menimbulkan polemik. Sebab, KPU mengusulkan anggaran Pemilu 2024 sekitar Rp86 triliun.

Pembahasan Pemilu 2024 ini sudah dimulai dari beberapa bulan lalu. Di tengah pembahasan, sempat ada isu pemilu bakal diundur dari 2024 ke 2027. Namun, melalui laman resminya kpu.go.id, pada Selasa (17/8/2021) lalu KPU menegaskan, wacana itu tidak benar.

Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi juga membenarkan, pemilu tetap digelar 2024 nanti. "Betul, sesuai ketentuan UU yang berlaku maka pemilu dan pilkada akan diselenggarakan pada 2024," kata Dewa.

Anggota Komisi II DPR Fraksi PAN, Guspardi Gaus, menyatakan saat ini proses persiapan yang dilakukan tetap berjalan. Diharapkan, ke depannya kasus COVID-19 menunjukkan tren positif.

Guspardi menegaskan, belum ada perubahan soal waktu pemilu. Sebab, diharapkan laju infeksi COVID terus menurun dan segala rencana soal Pemilu 2024 bisa berjalan lancar.

Agar jadwal Pemilu 2024 tidak berubah kembali, Guspardi ingin masyarakat bisa menerapkan protokol kesehatan COVID-19 dengan baik. Pemerintah pun diharapkan bisa membuat kebijakan efektif untuk menekan laju penyebaran COVID-19.

Masih kata Guspardi, anggaran pelaksanaan pemilu menggunakan APBN. Untuk pilkada, memakai APBD atau anggaran di daerah masing-masing.

Dia mengatakan, KPU mengusulkan Rp86,2 triliun untuk pelaksanaan Pemilu 2024. Untuk pilkada, sekitar Rp26 triliun. Usulan ini, kata Guspardi, masih dibahas.

"KPU mengusulkan pelaksanaan pileg, pilpres, DPD, anggarannya dari APBN. Kemudian untuk pilkada, tentu yang mendanai daerah setempat. Yang sudah dilakukan kompilasi oleh KPU, setelah dihitung-hitung, itu kan dia (KPU) baru mengusulkan, belum kami kritisi, belum disepakati jumlahnya sekian. Jadi Rp86,2 triliun untuk pileg, pilpres, DPD, dan pilkada nilainya Rp26 triliun lebih kurang," jelasnya, Kamis (1/7/2021).

Baca Juga: Kemenkeu: Anggaran Pemilu 2024 Harus Realistis

1. KPU usul pemilu pada Februari 2024, Pilkada November 2024

Beda Suara KPU dan Pemerintah soal Pemilu 2024, Siapa Paling Rasional?Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Terkait pelaksanaan Pemilu 2024, Komisi II DPR telah melakukan rapat kerja bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, KPU, Bawaslu, dan DKPP pada Senin (6/9/2021). Namun, Tito berhalangan hadir dalam raker ini.

Pada raker ini, Ketua KPU Ilham Saputra ingin tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 segera disetujui. Sebab, kata dia, banyak hal yang perlu dipersiapkan. 

Berdasarkan hitungan awal, dia mengatakan, persiapan peraturan perundang-undangan akan dilaksanakan pada Januari 2021. Ilham pun menjelaskan, KPU mengusulkan agar Pemilu 2024 digelar 21 Februari 2024. Usulan ini berdasarkan sejumlah pertimbangan. Salah satunya, agar hari pemungutan suara tidak berbenturan dengan hari keagamaan.

"Itu diselenggarakan pada 21 Februari 2024 tentu dengan mempertimbangkan, memberikan waktu yang memadai untuk penyelesaian sengketa hasil pemilu dan penetapan hasil pemilu, dengan jadwal pencalonan pemilihan. Karena sekali lagi ini pertama kali kita menyelenggarakan pemilu dan pilkada di tahun yang sama," ucapnya.

Pertimbangan lainnya yakni karena KPU memperhatikan beban kerja, di mana beban kerja badan ad hoc pada tahapan pemilu beririsan dengan pilkada.

Sementara untuk pelaksanaan pilkada, KPU mengusulkan pada 27 November 2024. Tanggal ini dipilih sesuai peraturan perundang-undangan, yakni mengacu kepada UU Nomor 10 Tahun 2016, yang juga merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015, dan juga Perppu Nomor 1 Tahun 2014.

"Bahwa disebutkan di situ pemilihan berlangsung November 2024. Dengan dasar hukum tersebut kami mengusulkan penyelenggara pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota pada 27 November 2024 dengan melihat, mengacu pada tahapan persiapan pemilihan tahun 2018 yang 12 bulan, persiapan Pemilu 2019 yang 20 bulan, dan persiapan pemilihan 2020 September-Desember yang berlangsung 15 bulan," ujar Ilham, sambil menambahkan bahwa Pilkada 2020 sempat ditunda pelaksanaannya.

Raker ini pun ditunda. Tidak ada pengambilan keputusan soal tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024. Hal ini karena Tito Karnavian absen dalam rapat.

2. Mendagri tolak usulan masa kampanye 7 bulan karena berpotensi menimbulkan polarisasi lebih dalam

Beda Suara KPU dan Pemerintah soal Pemilu 2024, Siapa Paling Rasional?Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. (dok. Puspen Kemendagri)

Raker kembali digelar pada Kamis (16/9/2021). Tito Karnavian hadir dalam raker ini. Pada kesempatan ini, Ketua KPU Ilham mengusulkan agar anggota badan ad hoc KPU seperti petugas PPK, PPS, PPLN, KPPS, KPPSLN, Pantarlih, dan Pantarlih Luar Negeri (LN) diberi honor yang layak, dan jaminan kesehatan.

Ilham juga mengusulkan agar kampanye Pemilu 2024 dilaksanakan selama tujuh bulan. Menurutnya, waktu kampanye empat bulan tidak cukup untuk menyelesaikan proses pengadaan logistik. Bila kampanye dilakukan selama tujuh bulan, KPU bisa melakukan pekerjaannya dengan baik.

"Proses pengadaan satu bulan, proses pengadaan termasuk potensi penambahan waktu jika ada gagal lelang dua bulan. Kemudian pelaksanaan pekerjaan ini termasuk proses produksi sampai pengiriman kabupaten/kota (selama) tiga bulan, pengelolaan gudang itu 50 hari," kata Ilham.

Terkait durasi kampanye selama 7 bulan, Tito tak sependapat. Mantan Kapolri ini ingin durasi kampanye diperpendek. Sebab, bila 7 bulan, dia khawatir masyarakat terdampak polarisasi.

"Tujuh bulan pertimbangannya sederhana yaitu pertimbangan pengadaan logistik, tapi dampak tujuh bulannya itu kita belajar dari kemarin tahun 2019, pengalaman saya sebagai Kapolri, jujur saja, kasihan melihat bangsa, terpolarisasi demikian selama tujuh bulan," kata Tito.

"Kita ingin agar masa kampanye lebih pendek, sehingga polarisasi atas nama demokrasi fine, tapi faktanya polarisasi itu akan bisa mengakibatkan terjadinya perpecahan dan konflik dan kekerasan yang kita alami," tambah Tito.

Dia mengusulkan agar kampanye tetap empat bulan. Hal ini sesuai konsinyasi dengan Komisi II, KPU, serta pihak terkait. Dia menyebut, masalah logistik Pemilu 2024 bisa diatasi dengan regulasi khusus.

Tito juga tak sepakat dengan usulan pemilu pada Februari 2024. "Kami mengusulkan agar hari pemungutan suaranya (pemilu) dilaksanakan pada April seperti tahun-tahun sebelumnya. Atau kalau masih memungkinkan Mei 2024. Nah, itu memerlukan exercise secara detail," ucap Tito.

Dia menjelaskan, pemerintah mengusulkan Pemilu 2024 digelar April atau Mei karena mengedepankan prinsip efisiensi. Penentuan hari Pemilu 2024, sambungnya, akan berdampak pada proses tahapan pemilu.

"Ini akan berdampak pada polarisasi stabilitas politik keamanan, eksekusi program peraturan pemerintah daerah, dan lain-lain. Bukan hanya pusat, daerah juga," ujarnya.

Dia pun meminta agar penentuan waktu pemungutan suara Pemilu 2024 sudah diputuskan sebelum reses DPR. 

"Kami meminta agar penentuan waktu pemungutan suara 2024 diputuskan dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR dan para penyelenggara di rapat yang berikutnya sebelum reses, selesai," ujar Tito. 

Baca Juga: Ketua Komisi II: Kami Sudah Warning KPU soal Anggaran Pemilu 2024

3. Tito tolak usulan anggaran Pemilu 2024 Rp86 triliun

Beda Suara KPU dan Pemerintah soal Pemilu 2024, Siapa Paling Rasional?Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. (dok. Puspen Kemendagri)

Pada raker ini, Tito menyinggung soal usulan KPU terkait anggaran Pemilu 2024. Dia menegaskan, pemerintah tidak setuju bila anggaran Pemilu 2024 Rp86 triliun.

Mendagri ingin anggaran Pemilu 2024 benar-benar dipertimbangkan. Dia pun menjelaskan, anggaran Pemilu 2014 kurang lebih Rp16 triliun. Untuk Pemilu 2019 sekitar  Rp27,4 triliun. Sementara usulan Rp86,2 triliun untuk Pemilu 2024, menurut Tito sangat melonjak tinggi.

"Jujur saja kami perlu melakukan exercise dan betul-betul melihat detail satu per satu angka tersebut karena lompatannya terlalu tinggi dari Rp16 (triliun) ke Rp27 (triliun), ke Rp 86 (triliun), di saat kita sedang memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk memulihkan ekonomi nasional," katanya.

Komisi II DPR juga bicara mengenai usulan anggaran yang jumbo ini. Sama seperti Tito, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi NasDem, Saan Mustopa, ingin anggaran Pemilu 2024 lebih efisien. Sebab, ekonomi nasional sedang terdampak COVID-19.

"Saya ingin nanti di-exercise oleh KPU dan juga Bawaslu, DKPP, itu terkait efisiensi anggaran. kita harus sama-sama sadari situasi ekonomi kita terdampak pandemik, memang sulit dan bahkan jadi salah satu fokus perhatian publik," kata Saan.

Kendati sudah dilakukan rapat, namun belum ada titik temu terkait jadwal pelaksanaan pemilu dan pilkada antara pemerintah, KPU, dan DPR. Karena itu, keputusan tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024 pun kembali ditunda.

"DPR kembali menunda keputusan soal tahapan penyelenggaraan pemilu dan pilkada tahun 2024. Pasalnya, sampai saat ini masih ada dua konsep mengenai tanggal pasti penyelenggaraan pemilu," kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli.

4. Penyebab membengkaknya anggaran Pemilu 2024

Beda Suara KPU dan Pemerintah soal Pemilu 2024, Siapa Paling Rasional?Anggota komisi II dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus ketika hadir di rapat di gedung DPR. (Dokumentasi Humas DPR)

Membengkaknya anggaran Pemilu 2024, kata anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN Guspardi Gaus, ternyata karena 70 persennya untuk honor petugas penyelenggara pemilu.

Petugas penyelenggara pemilu yang dimaksud adalah anggota badan ad hoc KPU seperti petugas PPK, PPS, PPLN, KPPS, KPPSLN, Pantarlih, dan Pantarlih Luar Negeri. Guspardi menjelaskan, KPU ingin agar honor petugas badan ad hoc sesuai upah minimum regional (UMR) di masing-masing daerah.

"Dan dia mengusulkan tadinya honor dari PPK dan lain-lain sekitar Rp500 ribu sekian, sekarang diupayakan untuk dinaikkan sesuai UMR dari daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Kalau seandainya hanya untuk honor saja 70 persen, itu sudah lebih Rp60 triliun," ujar Guspardi saat dihubungi, Jumat (17/9/2021).

Gemuknya anggaran Pemilu 2024 yang diusulkan KPU, kata Guspardi, juga untuk pengadaan infrastruktur kantor. Untuk pengadaan infrastruktur kantor sekitar Rp3,2 triliun.

Namun, kata legislator PAN ini, KPU tidak harus membangun kantor baru. KPU bisa memakai gedung dan/atau gudang yang tidak dipakai pemerintah daerah (pemda) kabupaten/kota dan provinsi. Tito Karnavian, kata Guspardi, bisa membantu mengomunikasikan hal ini ke para kepala daerah agar KPU bisa mendapat pinjaman gedung/gudang.

"Lalu pengadaan mobilitas yang jumlahnya kalau tidak salah Rp287 M, ini kan jumbo tidak? Kenapa tidak dimanfaatkan cara lain atau memanfaatkan mobil yang sudah ada," dia menambahkan.

5. KPU diminta rasional dan realistis soal anggaran Pemilu 2024

Beda Suara KPU dan Pemerintah soal Pemilu 2024, Siapa Paling Rasional?Ketua KPU RI Ilham Saputra (IDN Times/Marisa Safitri)

Guspardi mengaku setuju bila KPU ingin menaikkan honor petugas badan ad hoc. Namun, sambungnya, kenaikan honor itu harus rasional. Perencanaan anggaran, kata dia, harus memperhatikan kebijakan yang dibuat Presiden Joko "Jokowi" Widodo, yakni melakukan refocusing untuk penanganan COVID-19.

Karena itu, kata Guspardi, anggaran yang diusulkan KPU akan dilakukan efisiensi. "Itu adalah suatu keniscayaan. Itu tugas Komisi II DPR bersama pemerintah untuk pertama, harus rasionalisasi, kedua harus objektif, ketiga harus efisien dan efektif dalam pemanfaatan anggaran," ujar Guspardi.

Sementara itu, Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Dwi Pudjiastuti Handayani mengatakan, setiap anggaran yang diusulkan kementerian atau lembaga harus di-review terlebih dahulu. Termasuk usulan anggaran Pemilu 2024.

"Karena pemilu adalah mandatory dari UUD 1945 dan juga ada UU (Nomor) 7 (Tahun 2017 tentang Pemilu), maka untuk penyelenggaraannya tetap harus didanai. Namun juga harus dilakukan review agar realistis," ujar dia.

"Apalagi sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan pemohon, dengan pertimbangan pemilu serentak adalah untuk menghemat anggaran dan mengefisienkan/menyederhanakan tahapan," Dwi menambahkan.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang dimintai pendapat soal keinginan KPU memberi honor layak dan jaminan kesehatan bagi petugas badan ad hoc, menyatakan setuju.

Fadhil menjelaskan, petugas TPS hingga KPPS yang masuk dalam badan ad hoc KPU adalah masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilu. Menurutnya, beban kerja petugas TPS hingga KPPS sangat tinggi saat berlangsungnya Pemilu 2024 nanti.

Karena itu, dia ingin para petugas ini diberi jaminan kesehatan. "Keberadaannya vital, makanya penting bagi negara untuk mengapresiasi mereka dengan memberikan jaminan kesehatan dan jaminan keselamatan kerja," ucapnya saat dihubungi, Selasa (21/9/2021).

Fadhil mengakui honor petugas TPS hingga KPPS masih kurang. Namun dia kurang sependapat bila petugas TPS hingga KPPS diberi honor setingkat UMR. Yang terpenting, sambungnya, honor yang diberikan layak.

"Kalau soal honor, saya agak lebih fleksibel saja yang penting layak. Soal nominal berapa, mungkin besarannya beda-beda tiap daerah ya dengan tantangan pekerjaan, dengan geografis, kemudian bidang kerja yang berbeda. Lebih fleksibel dan rasional saja," kata dia.

6. Komisi II DPR setuju anggaran KPU 2022 untuk penyelenggaraan pemilu Rp8 triliun

Beda Suara KPU dan Pemerintah soal Pemilu 2024, Siapa Paling Rasional?IDN Times/Kevin Handoko

Raker antara Komisi II DPR, Mendagri Tito Karnavian, KPU, Bawaslu, dan DKPP kembali dilakukan pada Selasa (21/9/2021). Pada raker ini, Komisi II DPR setuju anggaran KPU pada 2022 sebesar Rp8 triliun.

"Komisi II DPR RI menyetujui pagu anggaran KPU tahun 2022 sebesar Rp2.452.965.805.000 (Rp2,45 triliun) untuk ditetapkan sebagai pagu alokasi anggaran (pagu definitif) KPU 2022," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang, saat rapat kerja di Gedung DPR.

Dari Rp2,45 triliun ini, sebanyak Rp1.947.050.615.000 (Rp1,94 triliun) digunakan untuk program dukungan manajemen dan Rp505.915.190.000 (Rp505 miliar) untuk program penyelenggaraan pemilu dalam proses konsolidasi demokrasi.

Junimart mengatakan, Komisi II DPR juga menyetujui usulan tambahan anggaran KPU di 2022 untuk pemilu Rp5,6 triliun. Usulan ini nantinya akan dibahas di Banggar DPR.

"Komisi II DPR RI menyetujui usulan tambahan anggaran yang diajukan KPU sebesar Rp5.608.119.929.000 (Rp5,6 triliun) dan meminta kepada Badan Anggaran DPR RI untuk memenuhi usulan tambahan anggaran tersebut, melalui pembahasan di Badan Anggaran DPR RI," katanya.

Bila ditotal dari pagu anggaran KPU di 2022 dan usulan tambahan anggaran, Komisi II DPR menyetujui anggaran KPU untuk penyelenggaraan pemilu sekitar Rp8 triliun.

Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan, kebutuhan anggaran KPU pada 2022 untuk pemilu 2024 sekitar Rp13,2 triliun. Angka tersebut muncul sebelum dilakukan pencermatan. Usai pencermatan, KPU membutuhkan anggaran sekitar Rp8 triliun.

"Sesuai hasil kesimpulan rapat kerja dan RDP (rapat dengar pendapat) pada tanggal 16 September 2021, KPU melakukan pencermatan kembali sekaligus efisiensi terhadap usulan tambahan anggaran penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2024 (di) tahun anggaran 2022," ujar Ilham.

Dia menambahkan, usulan kekurangan anggaran KPU di 2022 sebelum dilakukan pencermatan sekitar Rp10,8 triliun. Usai dilakukan pencermatan, usulan kekurangan anggaran KPU di 2022 menjadi sekitar Rp5,6 triliun.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya