Komisi X DPR Ingin PTM Tetap Digelar Meski Beredar Isu Klaster COVID

Komisi X DPR beri PR ke Kemendikbud Ristek, apa itu?

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menegaskan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas tetap digelar, meski sempat ramai isu adanya klaster COVID-19 di sekolah.

"Jadi kalau misalnya apakah PTM berjalan? Selama, sekali lagi, prokes tetap dilakukan dan screening, screening, maksudnya terpantau siapa yang datang gitu, maka PTM boleh tetap dilakukan," ujar Dede saat dihubungi, Senin (27/9/2021).

Baca Juga: FSGI Minta PAUD, TK, dan SD Tidak Gelar PTM Terbatas

1. Dede membantah ada klaster PTM, dan sebut data Kemendikbudristek salah

Komisi X DPR Ingin PTM Tetap Digelar Meski Beredar Isu Klaster COVIDSimulasi PTM terbatas di SMA 22 Bandung yang hanya diikuti 1 siswa, Senin (7/6/2021). IDN Times/Istimewa

Dede menjelaskan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebelumnya menyebut, ada sekitar 1.800 warga sekolah yang terinfeksi COVID-19 hingga memunculkan klaster PTM. Politikus Partai Demokrat ini menyebut data tersebut salah.

Dia menjelaskan ratusan warga sekolah yang terinfeksi COVID-19 adalah akumulasi data Kemendikbudristek sejak 14 bulan lalu. Dia pun meminta kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim itu untuk memperbaiki data tersebut. Pemerintah daerah terkait, menurut Dede, juga membantah ada klaster PTM.

"Dan PR pemerintah saat ini yang kami minta adalah mengklarifikasi data, jangan data 14 bulan langsung diumumkan, gitu lho," katanya.

2. Dede ingin PTM menjadi kebijakan pemerintah daerah masing-masing

Komisi X DPR Ingin PTM Tetap Digelar Meski Beredar Isu Klaster COVIDPelaksanaan uji coba PTM terbatas di Kota Bandung. IDN Times/Debbie Sutrisno

Dede mengakui, persyaratan Kemendikbudristek yang diberikan ke sekolah agar bisa melakukan PTM cukup banyak. Dia mengatakan tidak semua sekolah bisa memenuhi persyaratan tersebut.

Oleh karenanya, Dede mengatakan, kebijakan PTM seharusnya ditentukan kepala daerah masing-masing. Sebab, kata dia, pemerintah daerah yang melakukan pengawasan.

"Kalau pemerintah daerahnya mengatakan tutup itu sekolah, ya tutup aja. Jadi pemerintah daerah itu kita berikan kewenangan sesuai undang-undang, untuk melakukan fungsi controlling terhadap apa yang terjadi di wilayahnya," ujar dia.

"Jadi saya juga menyampaikan ke Mendikbud, kalau pemerintah daerahnya belum mengizinkan, sebaiknya tidak diizinkan. Karena yang menjadi beban kan nanti pemerintah daerah, pemerintah daerah yang menyiapkan sarana prasarananya, isomannya dan sebagainya, gitu kan," Dede menambahkan.

Baca Juga: Kemenag: Tak Ada Siswa Madrasah Terinfeksi COVID-19 saat PTM Terbatas

3. Kemendikbudristek beri empat klarifikasi soal klaster PTM terbatas

Komisi X DPR Ingin PTM Tetap Digelar Meski Beredar Isu Klaster COVIDSekda Kota Bandung Ema Sumarna meninjau pelaksanaan simulasi PTM terbatas, Senin (7//6/2021). IDN Times/Debbie Sutrisno

Sebelumnya, Kemendikbudristek mengklarifikasi beberapa miskonsepsi yang timbul mengenai isu munculnya klaster PTM terbatas belakangan ini. Ada sedikitnya empat miskonsepsi menurut Kemendikbudristek.

Pertama, jumlah laporan dari satuan pendidikan terkait penularan COVID-19 di sekolah mencapai 2,8 persen. Namun, Kemendikbudristek membantah angka tersebut sebagai data klaster virus corona.

"(Sebanyak) 2,8 persen adalah bukan data klaster pendidikan. Tetapi itu adalah data yang menunjukkan satuan pendidikan yang melaporkan lewat aplikasi kita, lewat laman kita bahwa di sekolahnya ada warga yang tertular COVID-19," ujar Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen)  Kemendikbudristek Jumeri dalam Bincang Pendidikan Virtual, Jumat (24/9/2021).

Menurut Jumeri, ada lebih dari 97 persen satuan pendidikan tidak memiliki warga sekolah yang pernah tertular COVID-19. Dia menegaskan, data yang tersebar mengani masifnya siswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang terkena COVID-19 belum tentu penularan virus corona terjadi di satuan pendidikan.

Data tersebut, kata dia, didapatkan dari laporan 46.500 satuan pendidikan yang mengisi survei. Satuan pendidikan tersebut ada yang sudah melaksanakan PTM terbatas dan ada yang belum.

Jumeri juga menegaskan, angka 2,8 persen yang disebutkan bukan berasal dari laporan satu bulan terakhir. Angka ini justru diperoleh dari data akumulasi sejak Juli 2020 atau lebih kurang 14 bulan terakhir.

"Memang di posisi terakhir ini kasus aktif yang ada di satuan pendidikan itu untuk PTK terlapor COVID-19 itu ada 222. Kemudian peserta didik itu 156 yang terlapor COVID-19," ujar dia.

Kemudian, terkait beredarnya data 15.429 siswa dan 7.307 guru terkonfirmasi positif COVID-19, Jumeri menyebutkan, laporan tersebut berasal dari 46.500 satuan pendidikan dan belum diverifikasi.

"Sehingga masih ditemukan banyak kesalahan kesalahan. Misalnya, ada yang meng-input data yang didapat dari sekolah atau satuan pendidikan, seperti jumlah guru yang positif itu melebihi jumlah guru yang ada di sekolah itu, itu kan tidak mungkin," ujar dia.

Sebagai solusi permasalahan ini, Kemendikbudristek tengah melakukan kajian bersama Kementerian Kesehatan untuk dapat menggunakan aplikasi PeduliLindungi di satuan pendidikan sebagai sumber data yang terintegrasi.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya