Politikus Golkar Usul Hukuman Kasus Incest Juga Diatur dalam RUU PKS

Juga diusulkan ada lembaga khusus cegah kekerasan seksual

Jakarta, IDN Times - Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, My Esti Wijayati, menekankan upaya pencegahan menjadi hal yang utama dalam  Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) atau yang lebih dikenal dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

"Pencegahan terkait dengan kekerasan seksual ini menjadi hal yang lebih utama, sehingga kita perlu menguatkan upaya pencegahan ini dengan lebih maksimal," kata Esti dalam Rapat Panja RUU TPKS di Kompleks Parlemen, Jakarta, yang dipantau dari YouTube Baleg DPR, Senin (1/11/2021).

Baca Juga: RUU PKS Memihak Korban Pelecehan Seksual, Tapi Tak Kunjung Disahkan

1. Diusulkan ada lembaga khusus untuk mengurus upaya pencegahan kekerasan seksual

Politikus Golkar Usul Hukuman Kasus Incest Juga Diatur dalam RUU PKSIDN Times/Indiana Malia

Dia menambahkan, selama ini dalam penanganan kekerasan seksual sudah ada lembaga di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Karena itu, dia mengusulkan, untuk upaya pencegahan harus dibuat lembaga tersendiri. Tujuannya, agar pencegahan dan pengawasan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat lapisan bawah.

"Maka seyogyanya pencegahan, koordinasi, dan pemantauan ini kita juga buat sesuatu (sebuah lembaga) yang ada kepastian," imbuhnya.

2. Politikus Golkar ingin kasus incest diatur dalam RUU PKS

Politikus Golkar Usul Hukuman Kasus Incest Juga Diatur dalam RUU PKSIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam forum yang sama, anggota Baleg DPR dari Fraksi Golkar, Adde Rosi, mengingatkan agar masalah kekerasan seksual sedarah atau incest juga diatur dalam RUU PKS.

Rosi menjelaskan, pengaturan hukuman terkait kasus kekerasan seksual incest di KUHP masih kurang memadai, karena masuk dalam kategori delik pencabulan, atau bukan delik pemerkosaan.

"Dalam KUHP selama ini lebih masuk delik pencabulan dibanding perkosaan dan persetubuhan," kata Rosi.

Padahal, kata dia, cara-cara perbuatan incest justru sering terjadi dengan cara persetubuhan. Akibatnya, pasal yang digunakan tentu terlalu menguntungkan para pelaku, padahal incest dengan perkosaan tentu lebih berat ketimbang pencabulan," dia menambahkan.

Menurut Rosi, banyak kasus incest justru terjadi tidak hanya dalam hubungan sedarah antara anak dan orang tua. "Justru terjadi di luar hubungan darah orang tua anak, misal cucu dengan kakek, paman keponakan, dan lain sebagainya," ujarnya.

Lebih lanjut Rosi mengatakan, mengapresiasi draf RUU PKS yang menambahkan alat bukti baru selain dari 5 alat bukti yang sudah ada dalam KUHP. Dengan adanya tambahan alat bukti baru berupa surat psikologi, dapat semakin memberi titik terang dalam proses penegakan hukum kepada korban.

"Sekarang dimasukkan satu alat bukti baru yaitu surat keterangan psikologi," ucap Rosi.

Baca Juga: Pimpinan DPR: Anggota Baleg Wajib Karantina Usai ke Brasil dan Ekuador

3. Baleg DPR tak jadi kunker untuk penyusunan RUU PKS?

Politikus Golkar Usul Hukuman Kasus Incest Juga Diatur dalam RUU PKSANTARA FOTO/Wira Suryantala

Diketahui, Baleg DPR sebelumnya berencana melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Ekuador dan Brasil untuk penyusunan RUU PKS. Kunker ke Ekuador direncanakan pada 31 Oktober sampai 6 November 2021. Sedangkan kunjungan ke Brasil pada 16-22 November 2021.

Namun, ternyata Baleg DPR menggelar rapat hari ini, sehingga belum diketahui apakah kunker itu dibatalkan atau diundur. IDN Times mencoba mengonfirmasi terkait kunker ini. Namun, belum ada tanggapan dari anggota Baleg DPR .

Baca Juga: Baleg DPR Akan Kunker ke Ekuador dan Brasil untuk Penyusunan RUU PKS  

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya