Diksi 'Tanpa Persetujuan Korban' di Permendikbud Sebaiknya Dihapus

Syaiful Huda dukung Permendikbudristek No 30/2021

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, mendukung Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi. Namun, anggota Fraksi PKB itu meminta agar peraturan ini direvisi.

"Jadi sikap saya ini kira-kira berdiri pada posisi saya setuju Permendikbud itu, tapi bahwa harus ada perbaikan sedikit dari klaster definisi terkait dengan tindak kekerasan seksual. Itu menjadi penting, supaya ini juga bagian dari melindungi si korban sendiri," kata Syaiful saat berbicara pada acara forum diskusi di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa (9/11/2021).

Baca Juga: Muhammadiyah Minta Cabut, Menag Justru Dukung Permen Kekerasan Seksual

1. Syaiful ingin diksi 'tanpa persetujuan korban' dihilangkan

Diksi 'Tanpa Persetujuan Korban' di Permendikbud Sebaiknya DihapusIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Syaiful menjelaskan revisi terbatas bisa dilakukan pada diksi 'tanpa persetujuan korban'. Menurut dia, diksi tersebut akan menimbulkan multitafsir.

"Misalkan di salah satu definisi kekerasan itu, misalnya seseorang perlihatkan anunya, tanpa persetujuan itu dianggap kekerasan. Kalau (ada) persetujuan dianggap tidak ada kekerasan, diksi ini perlu dihilangkan, karena isunya soal undang-undang kekerasan seksual ini sedang terus dibahas," ucapnya.

Diketahui, diksi 'tanpa persetujuan korban' ini ada dalam Pasal 5 ayat 2 huruf b Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS. Bunyinya sebagai berikut:

Pasal 5 ayat 2

b. Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban.

2. Syaiful beri alasan mengapa Permendikbudristek ini harus didukung

Diksi 'Tanpa Persetujuan Korban' di Permendikbud Sebaiknya DihapusIlustrasi kekerasan pada perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, Syaiful mengatakan, Permendikbudristek ini dibutuhkan untuk perguruan tinggi. Sebab, kata dia, kasus kekerasan seksual di kampus selama ini seperti tidak memiliki payung hukum. Perguruan tinggi pun, kata dia, terkadang terlihat tidak berani mengambil tindakan bila ada kasus kekerasan seksual.

Karena itu, Syaiful berharap, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 sebagai upaya pencegahan kasus kekerasan seksual di kampus.

"Kenapa ini dibutuhkan juga? Karena para korban selama ini tidak punya payung untuk dia merasa aman ketika melaporkan kasus-kasus semacam ini. Sering kali dikompromikan dan akhirnya korbanlah tetap menjadi korban ketika tidak ada payung hukum itu," kata dia.

Baca Juga: DPR Desak Nadiem untuk Revisi Permendikbud Nomor 30/2021

3. PKS desak Permendikbudristek dicabut

Diksi 'Tanpa Persetujuan Korban' di Permendikbud Sebaiknya DihapusKetua Fraksi PKS DPR, Jazuli Juwaini saat konferensi pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin (8/11/2021). (IDN Times/Sachril Agustin)

Sebelumnya, PKS juga ingin Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi dicabut. PKS menilai peraturan ini harus sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945.

"Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 ini harus dicabut dan segera direvisi dan dilengkapi. Permendikbud ini harus sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945 yang menugaskan pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," kata anggota Komisi X DPR Fraksi PKS, Fahmi Alaydroes, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/11/2021).

Fahmi mengakui maksud Mendikbudristek Nadiem Makarim baik, karena ingin menghilangkan masalah kekerasan seksual di lingkungan kampus. Namun, kata dia, Permendikbudristek ini tidak menjangkau masalah asusila.

"Namun sayangnya peraturan ini sama sekali tidak menjangkau atau menyentuh persoalan pelanggaran susila (asusila) yang sangat mungkin terjadi di lingkungan perguruan tinggi, termasuk praktik perzinahan dan hubungan seksual sesama jenis (atau) LGBT," ucapnya.

Diketahui, saat rapat paripurna terkait persetujuan fit and proper test calon Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, interupsi Fahmi diabaikan Ketua DPR Puan Maharani. Dia mengatakan interupsi yang ingin dia sampaikan saat rapat paripurna ini terkait Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya