Satgas COVID-19: Relaksasi PPKM Darurat Perlu Dilakukan Hati-hati

Relaksasi juga perlu didukung seluruh lapisan masyarakat

Jakarta, IDN Times - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan pemerintah tidak bisa terus menerus melakukan pengetatan dalam penanganan COVID-19 di Indonesia. Oleh karena itu, relaksasi kebijakan dari PPKM darurat perlu dilakukan. 

Meski begitu, pemerintah menyadari bahwa kebijakan relaksasi perlu dilakukan dengan hati-hati. Bila tidak, maka kasus COVID-19 di dalam negeri akan sulit terkendali. 

"Berkaca dari pengetatan dan relaksasi, atau langkah gas rem yang diambil pemerintah selama 1,5 tahun pandemik ini, ternyata langkah relaksasi yang tidak tepat dan tidak didukung oleh seluruh lapisan masyarakat dengan baik, dapat memicu kenaikan kasus yang lebih tinggi," kata Wiku saat konferensi pers di channel YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (20/7/2021).

Baca Juga: Daftar Penyebaran Varian COVID-19 yang Mengkhawatirkan di RI

1. Wiku jelaskan kasus COVID-19 naik usai dilakukan relaksasi pengetatan aktivitas

Satgas COVID-19: Relaksasi PPKM Darurat Perlu Dilakukan Hati-hatiIlustrasi pandemik COVID-19. (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)

Wiku menerangkan PPKM darurat adalah kebijakan keempat pengetatan kegiatan masyarakat yang dilakukan pemerintah. Saat dilakukan pengetatan, lanjutnya, kasus COVID-19 menurun.

Namun, kasus COVID-19 kembali melonjak usai pemerintah memberikan relaksasi terhadap pengetatan kegiatan masyarakat. 

"Mekanisme pengetatan rata-rata dilakukan selama empat sampai delapan Minggu dengan efek melandainya kasus atau bahkan dapat menurun. Namun saat relaksasi selama 13 sampai dengan 20 Minggu, kasus kembali meningkat hingga 14 kali lipat. Hal ini perlu menjadi refleksi penting pada pengetatan yang saat ini dilakukan," jelasnya.

Baca Juga: Kalau PPKM Darurat Diperpanjang, Pengusaha Bakal 'Sekarat'

2. PPKM darurat tekan mobilitas masyarakat

Satgas COVID-19: Relaksasi PPKM Darurat Perlu Dilakukan Hati-hatiSuasana Jakarta sekitar MH Thamrin saat PPKM Darurat pada Minggu (4/7/2021). (IDN Times/Sachril Agustin Berutu)

Selama masa PPKM darurat, Wiku mengklaim tingkat keterisian tempat tidur (BOR) di rumah sakit (RS) yang ada di Pulau Jawa dan Bali menurun. Selain itu, mobilitas masyarakat juga mengalami penurunan. 

"Namun penambahan kasus masih menjadi kendala yang kita hadapi. Hingga saat ini kasus masih mengalami peningkatan hingga dua kali lipat dengan jumlah kasus aktif 542.938 atau 18,65 persen," terangnya.

3. Pengetatan tak mungkin selamanya dilakukan, relaksasi disalahartikan masyarakat

Satgas COVID-19: Relaksasi PPKM Darurat Perlu Dilakukan Hati-hatiSuasana penyekatan PPKM Darurat di Lenteng Agung pada Senin (5/7/2021). (IDN Times/Sachril Agustin Berutu)

Masih tingginya kasus COVID-19 di Tanah Air, kata Wiku, membuat pemerintah masih melakukan pengetatan aktivitas masyarakat. Meski begitu, pengetatan tersebut tidak akan terus menerus dilakukan. 

"Namun upaya-upaya ini tidak akan cukup dan pengetatan tidak bisa dilakukan secara terus-menerus karena membutuhkan sumber daya yang sangat besar dengan risiko korban jiwa yang terlalu tinggi. Serta berdampak secara ekonomi," ungkapnya.

Lebih lanjut Wiku menyampaikan bahwa penanganan COVID-19 akan berhasil bila ada komitmen bersama dari seluruh stakeholder dan masyarakat. 

"Sayangnya melalui pembelajaran yang ditemui di lapangan selama ini, keputusan relaksasi sering tidak diikuti dengan sarana prasarana, fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengawasan protokol kesehatan yang ideal," paparnya.

"Selain itu, relaksasi juga disalahartikan sebagai keadaan aman sehingga protokol kesehatan dilupakan dan penularan kembali terjadi di masyarakat dan menyebabkan kasus kembali meningkat," tambah Wiku. 

Baca Juga: Kamar Hotel di Jakarta Hanya Terisi 10 Persen selama PPKM Darurat

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya