Wacana Amandemen UUD 1945, PAN: Tak Boleh Hanya Demi Politik Sesaat

Amandemen dinilai harus atas dasar keinginan rakyat

Jakarta, IDN Times - Ketua DPP PAN, Saleh Partaonan Daulay, menegaskan amandemen UUD 1945 tidak boleh berdasarkan kepentingan politik sesaat. Rencana amandemen sebelumnya diutarakan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat Sidang Tahunan MPR 2021.

"Konstitusi adalah milik seluruh rakyat. Perubahan terhadap konstitusi sebaiknya didasarkan atas aspirasi dan keinginan rakyat. Perubahan itu pun tidak boleh hanya demi tujuan politik sesaat," ujar Saleh dalam keterangannya, Rabu (18/8/2021).

Ia menilai amandemen UUD 1945 adalah pekerjaan tidak mudah. Sebab, perubahan atas pasal-pasal yang ada di dalam konstitusi akan berimplikasi luas terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia.

1. Kalau belum siap lebih baik ditunda

Wacana Amandemen UUD 1945, PAN: Tak Boleh Hanya Demi Politik SesaatIlustrasi Hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia menambahkan perlu dilakukan pemetaan terhadap pokok-pokok dan isu yang akan diubah. Sebelum amandemen UUD 1945 dibuka, lanjutnya, harus ada kesepakatan semua fraksi dan kelompok DPD di MPR terhadap peta perubahan yang diajukan.

Dengan begitu, sambungnya, tidak ada kekhawatiran amandemen akan melebar kepada isu-isu lain di luar yang telah disepakati.

"Sekarang ini, amandemen UUD 1945 disebut sebagai amandemen terbatas. Apa yang membatasinya? Nah, itu tadi kesepakatan politik antarfraksi dan kelompok DPD yang ada di MPR. Agar lebih akomodatif, semua elemen di luar MPR juga perlu didengar dan dilibatkan," ucapnya.

Lebih lanjut, Ketua Fraksi PAN di DPR RI ini menjelaskan Pasal 37 UUD 1945. Pada Pasal 37 UUD 1945, kata dia, disebutkan pengajuan perubahan pasal-pasal baru dapat diagendakan apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.

Sedangkan, untuk mengubah pasal-pasal, sidang harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota MPR dan putusan untuk mengubah pasal-pasal hanya dapat dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen +1 dari seluruh anggota MPR.

"Selain berbagai kepentingan politik yang mengelilinginya, persoalan teknis ini juga diyakini menjadi alasan mengapa amandemen sulit dilaksanakan. Padahal, MPR periode 2009-2014 isu amandemen ini sempat menguat atas usulan DPD. Isu amandemen juga berlanjut pada periode 2014-2019. Bahkan, isu-isu yang akan dibahas dan diangkat sudah dirumuskan. Namun, amandemen tersebut belum bisa dilaksanakan," ujarnya.

"Kalau belum siap, sebaiknya ditahan dulu. Lakukan dulu kajian lebih komprehensif. Pengkajian itu sendiri dapat dianggap sebagai bagian dari proses amandemen," Saleh menambahkan.

Baca Juga: Wacana Amandemen, Ketua MPR: UUD 1945 Bukanlah Kitab Suci

2. Bamsoet sebut UUD 1945 bukanlah kitab suci

Wacana Amandemen UUD 1945, PAN: Tak Boleh Hanya Demi Politik SesaatIDN Times/Marisa Safitri

Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet menyebut UUD 1945 bukan kitab suci. Hal itu menanggapi wacana amandemen terbatas terhadap konstitusi tersebut.

"Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang bukanlah kitab suci. Karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak, jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan. Secara alamiah, konstitusi akan terus berkembang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakatnya," kata Bamsoet saat berbicara pada acara Peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-76 MPR RI, di YouTube MPRGOID, Rabu (18/8/2021).

Ia mengatakan UUD 1945 sangat dimuliakan sebelum masa reformasi. Bila ingin melaksanakan amandemen UUD 1945, lanjutnya, harus melalui referendum yang tertuang dalam Ketetapan MPR RI Nomor: IV/MPR/1983 tentang Referendum.

"Di masa sebelum reformasi Undang-Undang Dasar sangat dimuliakan secara berlebihan. Pemuliaan itu terlihat dari tekad MPR untuk melaksanakannya secara murni dan konsekuen, dan tidak berkehendak untuk melakukan perubahan. Kalau pun pada suatu hari ada keinginan untuk mengubahnya, maka harus melalui referendum, harus melalui referendum, ketika itu," kata Bamsoet.

Baca Juga: MPR: Amandemen UUD Masih Dikaji, Tak Bahas Masa Jabatan Presiden

3. Wakil Ketua MPR khawatir melebar ke masalah periode presiden

Wacana Amandemen UUD 1945, PAN: Tak Boleh Hanya Demi Politik SesaatIDN Times/Irfan Fathurohman

Namun, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan MPR belum memutuskan apa pun tentang amandemen UUD 1945, termasuk terkait PPHN.

"MPR RI belum memutuskan apapun karena masih melakukan pengkajian yang lebih komprehensif dari semua aspek ketatanegaraan. Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui, apakah amandemen UUD 1945 perlu dilakukan untuk memasukkan PPHN atau cukup dengan penguatan UU RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional), dan UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai payung hukum rencana pembangunan nasional. Begitu pun pengaruhnya terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia," kata Syarief dalam keterangannya di laman mpr.go.id, Selasa (17/8/2021).

Syarief mengatakan belum ada keputusan apapun dari fraksi-fraksi MPR RI mengenai amandemen UUD 1945. MPR pun, lanjutnya, belum memiliki keputusan final terkait amandemen terbatas.

"Amandemen UUD 1945 berpotensi melebar pada pembahasan lain yang saat ini belum diperlukan antara lain periodesasi jabatan presiden atau wakil presiden, dan sebagainya," ujarnya.

"Masyarakat mengkhawatirkan amandemen UUD NRI 1945 seperti membuka kotak pandora, sebagaimana yang pernah disampaikan Presiden Jokowi. Tidak ada jaminan bahwa amandemen UUD NRI 1945 tidak akan melebar ke mana-mana," kata Syarief, menambahkan.

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini mengaku mendapat masukan dari para akademisi tentang amandemen UUD 1945, yakni PPHN belum perlu dihadirkan. Sebab, kata dia, pemerintah sudah memiliki RPJPN yang memuat rancangan pembangunan yang berkelanjutan.

"Dari masukan akademisi di berbagai perguruan tinggi, RPJPN yang dikukuhkan dalam UU No 17 Tahun 2007 sudah cukup menjadi landasan untuk pembangunan yang berkelanjutan. Kita hanya perlu melakukan penguatan sehingga RPJPN tersebut dilaksanakan konsisten dan berkesinambungan pada setiap era kepemimpinan," ucap Syarief.

Dia pun mengatakan PPHN tidak urgen. Pemerintah, kata dia, lebih baik fokus menangani wabah COVID-19.

Baca Juga: Wakil Ketua MPR Tegaskan Amandemen UUD 1945 Belum Diputuskan

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya