Wakil Ketua MPR: Putusan MK soal UU Cipta Kerja Bikin Masalah Baru

Pemerintah dan DPR dinilai bisa kerja dua kali, kenapa?

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua MPR Fraksi PPP, Arsul Sani, menilai putusan uji formil Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), yang dinyatakan inkonstitusional bila tak diperbaiki dalam waktu dua tahun, akan menuai polemik.

"Pada pertanyaan saya siang ini, saya ingin mengajak semua berdiskusi, apakah memang putusan MK, ini akan menjadi putusan yang menyelesaikan masalah tanpa masalah, atau sebuah putusan yang bisa atau berpotensi menimbulkan masalah baru," kata Arsul dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/11/2021).

"Saya melihat ini berpotensi menimbulkan masalah," dia menambahkan.

Baca Juga: DPR dan Pemerintah Mulai Bahas Revisi UU Cipta Kerja pada 6 Desember

1. Pemerintah dan DPR dinilai bisa kerja kali untuk perbaiki uji materiil UU Cipta Kerja

Wakil Ketua MPR: Putusan MK soal UU Cipta Kerja Bikin Masalah BaruAcara diskusi empat pilar MPR RI dengan tema 'Pasca putusan MK, menakar inkonstitusionalitas UU Cipta Kerja', di Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (29/11/2021). (IDN Times/Sachril Agustin)

Arsul menjelaskan ada dua perkara dalam pengujian UU Cipta Kerja, yakni uji materiil dan uji formil. Putusan MK mengenai UU Cipta Kerja, sambungnya, adalah uji formil.

Politikus PPP ini memprediksi akan muncul masalah baru bila pemerintah dan DPR sudah merevisi UU Cipta Kerja. Yakni adanya ketidakpuasan masyarakat dari hasil uji materiil.

"Karena kalau pemerintah dan DPR sudah memperbaiki, kemudian hasil perbaikannya itu secara materiil ada yang tidak puas elemen warga negara ini, ini kan diuji lagi secara materiil," ujar Arsul.

2. MK dinilai seharusnya membuat putusan sekaligus

Wakil Ketua MPR: Putusan MK soal UU Cipta Kerja Bikin Masalah BaruIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Arsul menilai MK seharusnya membuat putusan uji materiil dan uji formil terkait UU Cipta. Hal ini agar perbaikan bisa dilakukan sekali saja.

"Mestinya menurut saya, MK memutuskannya itu sekaligus. Baik uji formil maupun materiilnya, jangan sendiri-sendiri. Sehingga pembentuk undang-undang kalau pun harus perbaiki, bahkan harus mengganti undang-undang itu, satu kali kerjaan, tidak menimbulkan potensi. Itu catatan pertama saya, barangkali kalau sebagai PR ini," ujar dia.

Baca Juga: Sikap Partai Buruh soal Putusan UU Cipta Kerja Inkonstitusional

3. UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bila tak diperbaiki

Wakil Ketua MPR: Putusan MK soal UU Cipta Kerja Bikin Masalah BaruIlustrasi Mahkamah Konstitusi (MK). IDN Times/Axel Joshua Harianja

Sebelumnya, MK menyatakan pembentukan Undang-Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245), bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah dan DPR selaku pembuat UU Cipta Kerja diminta melakukan revisi dalam dua tahun.

"Menyatakan pembentukan Undang-Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan di YouTube, Kamis, 25 November 2021.

Selain itu, pemerintah dan DPR dilarang membuat aturan atau kebijakan turunan dari UU Cipta Kerja yang telah direvisi. Hal ini berlaku selama dua tahun ke depan sejak putusan dibacakan MK.

"Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," ujar Anwar.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya