Dianggap Seperti Bajak Laut, Hashim Buka Suara soal Bisnis Lobster

Hashim membantah perusahaannya sudah punya izin ekspor

Jakarta, IDN Times - Pengusaha sekaligus adik dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, menjelaskan perihal keterlibatan perusahaannya, PT Bima Sakti Mutiara (BSM) dalam ekspor benih lobster. 

Hashim didampingi kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea serta putrinya, Rahayu Saraswati, yang kini maju di Pilkada Tangerang Selatan. Hotman membantah PT BSM sudah punya izin ekspor benih lobster, seperti yang dituliskan di salah satu media cetak nasional.

"Di dalam majalah ini disebutkan (PT BSM) sudah punya izin ekspor. Padahal izin ekspornya saja belum ada," ujar Hotman, dilansir ANTARA, Jumat (4/12/2020).

Hotman juga mengungkapkan kliennya memiliki bukti jika PT BSM memang belum pernah mendapatkan izin ekspor benih lobster dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

1. Hashim disebut menjadi korban pencemaran nama baik

Dianggap Seperti Bajak Laut, Hashim Buka Suara soal Bisnis Lobster(Hashim Djojohadikusumo dan La Nyalla) Instagram/@lanyallamm1

Dengan bukti-bukti yang sudah dimiliki, Hotman mengatakan, kliennya, Hashim beserta keluarga telah menjadi korban pencemaran nama baik. Hotman juga keberatan dengan karikatur di sampul majalah cetak nasional tersebut.

Karikatur itu digambar mirip kliennya, berpadu dengan tulisan "Para Perompak Benur". Menurut Hotman, ciri-ciri fisik di majalah tersebut menggambarkan kliennya.

"Perompak, Anda tahu gak artinya? Artinya, ya, bajak laut. Memang tidak disebutkan secara langsung Hashim dan Prabowo, tetapi Anda lihat ini siapa lagi kalau bukan gambarnya?" ujar Hotman.

2. Rahayu Saraswati turut memberikan klarifikasi

Dianggap Seperti Bajak Laut, Hashim Buka Suara soal Bisnis LobsterInstagram/@rahayusaraswati

Rahayu Saraswati atau yang akrab disapa Sara, turut mengklarifikasi tentang izin ekspor benih lobster PT BSM tersebut. Menurutnya, izin ekspor memang sudah diajukan oleh perusahaan atas inisiatif sendiri, tetapi izinnya belum dikeluarkan pemerintah.

"Untuk ekspornya ini kami (PT BSM) menyetujui untuk masuk, sudah dijelaskan menggunakan data dari KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) itu sendiri sejak 2019, sebelum Pak Edhy (Edhy Prabowo) menjabat menteri, data menunjukkan stok benih lobster yang ada di Indonesia itu miliaran," ujar Sara.

"Kebutuhan benur dari Vietnam itu hanya beberapa ratus juta. Sedangkan stok kita miliaran. Jadi kita masih bisa (ekspor). Nah, oleh karena itu kami (PT BSM) atas inisiatif sendiri (mengajukan izin ekspor), karena mendapat masukan dari para pakar dan berdasarkan data dari KKP sendiri," tambahnya.

3. Hashim juga membantah adanya keinginan memonopoli ekspor benih lobster

Dianggap Seperti Bajak Laut, Hashim Buka Suara soal Bisnis LobsterIDN Times/Daruwaskita

Hashim menjelaskan PT Bima Sakti Mutiara sudah berbisnis selama kurang lebih 34 tahun lamanya, sejak 1986. Namun, ia mengungkapkan PT BSM tidak pernah punya keinginan memonopoli kegiatan bisnis yang mereka jalani.

Alhasil, saat bertemu Edhy Prabowo, ia meminta agar izin ekspor benih lobster itu dibuka seluas-luasnya. Tujuannya, agar tidak terjadi monopoli di dalam proses ekspor benih lobster tersebut.

"Saya sudah wanti-wanti, saya pesan ke dia, Ed, jangan ada monopoli. Kalau saya kamu, saya kasih 100 izin ekspor. Dia bilang, Pak Hashim, saya kira 50. Saya bilang, tidak Ed, 100 saja. Dan ternyata dia ikuti saran saya, 61 izin dikasih, melebihi 50," ujar Hashim.

4. Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi

Dianggap Seperti Bajak Laut, Hashim Buka Suara soal Bisnis LobsterKPK menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka setelah ditangkap di Bandara Soekarno Hatta terkait dugaan korupsi penetapan izin ekspor benih lobster (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu, 25 November 2020 malam. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango, mengatakan Edhy diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya di tahun 2020.

"KPK menetapkan tujuh orang tersangka sebagai penerima EP (Edhy), SAF, APM, SWD, AF, AM. Sebagai pemberi, SJT," kata Nawawi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020).

Pihak pertama diduga melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan, pihak pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya