Effendi Gazali Terang-terangan Sindir Fahri soal Ekspor Benih Lobster

Penyelundupan benih lobster ke luar negeri masih terjadi

Jakarta, IDN Times - Kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster yang melibatkan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan enam orang lainnya, membuka mata banyak pihak. Salah satunya adalah soal tata kelola benih lobster.

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Uang dugaan suap itu masuk ke rekening PT ACK senilai Rp9,8 miliar.

Alhasil, selain masalah korupsi yang kembali merongrong KKP, ada satu lagi masalah yang harus mulai diperhatikan pemerintah, yakni masalah tata kelola benih lobster yang nyatanya masih belum jelas hingga sekarang.

Baca Juga: Cari Bukti soal Monopoli Ekspor Benih Lobster, KPPU Panggil Eksportir

1. Penyelundupan benih lobster ke luar negeri masih terjadi

Effendi Gazali Terang-terangan Sindir Fahri soal Ekspor Benih LobsterIDN Times / Nana Suryana

Ketua Komisi Pemangku-Kepentingan dan Konsultasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP2-KKP) Effendi Gazali menyebut, sampai sekarang masih ada penyelundupan benih lobster. Ia menyebut ada beberapa kelompok yang terlibat dalam tindak ilegal ini.

"Kelompok pertama, kelompok penyelundup lama yang tidak mau kebijakan ekspor benih lobster ini dibuka, caranya mereka memanipulasi teori dan mengkampanyekan bahwa populasi lobster di Indonesia terancam punah," ujar Effendi dalam acara Indonesia Lawyers Club, Selasa (1/12/2020).

"Selanjutnya, ada kelompok kedua, kelompok lama yang katanya ingin insaf, dapat untung 1000 per ekor pun mereka mau. Tapi tiba-tiba mereka melihat ada sekelompok orang yang memonopoli, bersama dengan staf khusus, dan saya menduga kelompok inilah yang mengadu ke KPPU atau lembaga antirasuah."

Kelompok ketiga, menurut Effendi, orang baru yang sebelumnya kontraktor dan lain-lain. Tapi karena di tengah pandemik COVID-19 melihat ada jalur lebih cepat untuk mendapat uang melalui ekspor benih lobster, mereka pun ikut-ikutan bisnis ini.

"Kelompok keempat, ini pemain lama dan pemain baru yang bingung melihat keadaan dan menunggu. Jadi walaupun sudah punya izin usaha, mereka masih menunggu dan belum melakukan ekspor, dan yang ngotot melakukan ekspor, jadi rugi, nah itulah Fahri Hamzah," celetuk Effendi, berkelakar.

Effendi juga mengungkapkan penyelundupan benih lobster sudah terjadi sejak era Susi Pudjiastuti masih menjabat menteri. Hal itu didasarkan pada meningkatnya ekspor lobster ke Vietnam, meski sudah ada Permen KP Nomor 1 Tahun 2015.

"Mestinya ketika keluar Permen ini, mati sudah industri lobster Vietnam itu. Nyatanya, mereka malah jadi makin besar. Setiap hari mereka membutuhkan 500 ribu sampai 2 juta benih lobster, dan setiap hari mereka bisa ekspor 20 ton lebih lobster ke China," ujarnya.

2. Tata kelola lobster masih belum jelas

Effendi Gazali Terang-terangan Sindir Fahri soal Ekspor Benih LobsterIlustrasi Lobster (IDN Times/Vanny El Rahman)

Sementara, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menyoroti masalah lobster, yang bukan cuma soal penyelundupan dan pelarangan ekspor benih lobster.

Susan mengungkapkan, sejatinya Indonesia belum memiliki tata kelola lobster yang benar. Hal inilah yang menjadi jalan bagi orang-orang yang berkepentingan untuk masuk di sektor bisnis ini.

"Titik letaknya sebenarnya bahwa ada fakta kita ini tidak punya peta jalan untuk ngomongin kedaulatan soal tata kelola lobster itu sendiri, dan itu hampir terjadi di semua komoditi, dan kita gak pernah punya kerangka itu," ujar dia.

Sehingga, kata Susan, tidak heran jika semua orang yang merasa punya kepentingan dan peluang mencoba masuk ke bisnis ini. "Sedari awal, ada banyak indikasi bahwa nanti ini memungkinkan sekali ada monopoli, ada peluang yang memungkinkan orang melakukan korupsi, tapi ini tidak diindahkan," tambahnya.

3. Kembali pada tata kelola yang menjadi jalan tengah

Effendi Gazali Terang-terangan Sindir Fahri soal Ekspor Benih LobsterIlustrasi Lobster (IDN Times/Vanny El Rahman)

Lebih lanjut, Susan menjelaskan, Indonesia sejatinya mampu menerapkan budi daya lobster. Namun semua tidak akan terjadi jika tata kelola lobster, termasuk soal ekspor dan konservasi, disusun secara jelas. Pemerintah perlu mengambil jalan tengah antara konservasi dan ekspor.

"Ini yang penting saya sampaikan bahwa untuk urusan tata kelola kelautan dan perikanan, termasuk lobster, kita harus mengambil jalan tengah, jadi tidak terlalu ekstrem untuk mengonservasi, orang tidak boleh nangkap jual, tapi juga bukan berarti eksploitasi ekstrem," ujar dia.

Sementara, Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia Wayan Sudja, juga memiliki pendapat yang tidak jauh berbeda dengan Susan. Menurutnya, kondisi budi daya lobster di Lombok juga kini masih separuh baik. Karena itu, perlu ada aturan yang jelas dari pemerintah untuk masyarakat.

"Harus ada capacity building untuk mengatasi peta jalan ini. Jadi kalau pemerintah melakukan program juga harus ada pendampingan buat masyarakat. Masyarakat dikasih pengetahuan untuk meminta dan memanfaatkan anggaran. Regulasi harus diperbaiki agar berpihak ke semua," ujarnya.

https://www.youtube.com/embed/X-e3oJmF-74

Baca Juga: Geledah Kantor PT ACK, KPK Sita Dokumen Ekspor Benih Lobster

Topik:

  • Rochmanudin
  • Hidayat Taufik
  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya