4 Keluarga Korban Sriwijaya Air SJY-182 akan Gugat Boeing di AS

Kuasa hukum yakin keluarga korban berpeluang besar menang

Jakarta, IDN Times - Empat keluarga korban Sriwijaya Air SJY-182 akan menggugat produsen pesawat Boeing secara perdata di pengadilan di Washington DC, Amerika Serikat. Mereka menguggat Boeing lantaran diduga pesawat jenis Boeing 737-500 itu jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021 lalu, mengalami kerusakan di bagian pesawat. 

Konfirmasi gugatan itu disampaikan oleh kuasa hukum keluarga korban, C Priaardanto ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Senin (25/1/2021). "(Kuasa) sudah diberikan oleh keluarga pada minggu lalu," kata pengacara dari kantor hukum Danto dan Tomi itu. 

Ia mengatakan keluarga korban menginginkan agar diberi lebih dari hak mereka lebih dari Rp1,5 miliar. Empat keluarga korban ini, ujarnya, bermukim di luar Jakarta. 

Saat ini, pihaknya tengah menyusun dokumen dan bukti untuk dibawa ke pengadilan di Seattle, Washington DC. "Begitu datanya lengkap, maka datanya akan kami submit ke pengacara rekanan Charles Herrmann untuk dibawa ke pengadilan di AS," ujarnya lagi. 

Apakah keluarga korban Sriwijaya Air SJY-182 turut berpeluang besar untuk memenangkan gugatan tersebut?

1. Kuasa hukum menilai Boeing masih memiliki tanggung jawab terhadap pesawat Sriwijaya Air yang jatuh

4 Keluarga Korban Sriwijaya Air SJY-182 akan Gugat Boeing di ASPrajurit Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) TNI AL memerhatikan Flight Data Recorder (FDR) pesawat Sriwijaya Air SJY182 PK-CLC ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Priaardanto mengatakan pihaknya yakin keluarga korban Sriwijaya Air SJY-182 bisa memenangkan gugatan melawan Boeing. Sebab, meski pesawat jenis Boeing 737-500 itu sempat dimiliki oleh dua maskapai di Negeri Paman Sam lalu dijual ke Sriwijaya Air, namun sparepart-nya masih mengandalkan dari Boeing. 

Salah satu indikasi permasalahan ada di pesawat terkait dengan kerusakan autothrottle di pesawat Boeing 737-500 yang dimiliki Sriwijaya Air. Menurut Priaardanto, soal kerusakan autothrottle sudah disampaikan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) kepada kantor berita Reuters. Berdasarkan pernyataan investigator utama KNKT, Nurcahyo Utomo sempat muncul laporan adanya kerusakan di autothrottle beberapa hari sebelum pesawat jatuh. 

"Ada laporan kerusakan pada autothrottle beberapa hari sebelumnya kepada teknisi di log perawatan, tapi kami tidak tahu apa masalahnya. Bila kami menemukan CVR (perekam suara kokpit), maka kami dapat mendengar diskusi antar pilot, apa yang mereka bicarakan dan kami akan tahu apa masalahnya," ungkap Nurcahyo pada Jumat, 22 Januari 2021. 

Namun, menurut Priaardanto, penyelidikan terhadap autothrottle bukan yang utama. "Kami tengah mengarah dugaan, bila dilihat titik penerbangannya kan (pesawat) sempat membelok. Ada kekhawatiran apakah hal itu disebabkan oleh mesin kiri tiba-tiba mati tapi masih terbang dengan kecepatan tinggi, hal tersebut yang tengah kami telusuri," tutur Priaardanto. 

"Investigasi kami di AS masih mengarah ke situ," ujarnya lagi. 

Baca Juga: Belum 2 Bulan Nikah, Eks Ketum PB HMI Ada di Manifes Sriwijaya Air

2. Kuasa hukum hanya usulkan ke keluarga korban terima santunan dari Jasa Raharja saja

4 Keluarga Korban Sriwijaya Air SJY-182 akan Gugat Boeing di ASPetugas Basarnas membawa kantong hitam diduga benda atau korban jatunya pesawat Sriwijaya Air SJ 182. (ANTARA/Akbar Nugroho Gumay).

Priaardanto juga sudah berpengalaman menangani gugatan serupa ke Boeing. Saat itu, ia mewakili 46 keluarga korban Lion Air JT610 yang jatuh di perairan Karawang pada 2018 lalu. 

Berdasarkan pengalaman yang ia peroleh, keluarga korban biasanya harus meneken dokumen tidak boleh lagi melakukan tuntutan bila menerima santunan dari pihak maskapai, Boeing dan anak perusahaannya. Itu sebabnya kuasa hukum hanya menyarankan agar menerima santunan senilai Rp50 juta dari PT Jasa Raharja. Sebab, Jasa Raharja tidak mengisyaratkan tak boleh melakukan proses hukum. 

"Padahal, Permenhub nomor 77 tahun 2011 tertulis masih ada peluang bagi keluarga korban menuntut lebih dari (santunan yang dijanjikan oleh maskapai) yakni Rp1,5 miliar. Dengan keluarga memberi kuasa kepada kami maka secara otomatis maka mereka mengabaikan dokumen yang tak boleh menuntut maskapai dan Boeing," ujarnya. 

Namun, hingga saat ini belum ada dokumen yang meminta keluarga korban tak boleh mengajukan gugatan hukum. 

3. Proses gugatan akan berlangsung sekitar tiga tahun, tapi bisa lebih cepat

4 Keluarga Korban Sriwijaya Air SJY-182 akan Gugat Boeing di ASIDN Times/Sukma Shakti

Priaardanto mengatakan proses pengajuan gugatan kepada Boeing berdasarkan pengalaman sebelumnya paling lama memakan waktu tiga tahun. Tetapi, dalam kasus mewakili gugatan keluarga korban Lion Air JT610, proses hukum tersebut bisa tuntas dalam waktu 1 tahun dan 3 bulan. 

"Dalam kasus Lion Air, klien kami mendapatkan santunan dari Boeing senilai US$1,5 juta (Rp21 miliar). Santunan ditransfer dari AS langsung ke dalam rekening ahli waris yang sah dalam bentuk US dollar," kata dia. 

Dalam kejadian jatuhnya pesawat Lion Air yang menewaskan 189 penumpang dan kru, disebut penyebabnya lantaran ditemukan masalah pada perangkat lunak atau software di Boeing 737-Max 8 itu. Tak lama usai Lion Air mengalami kecelakaan, maskapai Ethiopian Airlines juga alami peristiwa serupa. Boeing terpaksa mengandangkan semua pesawat jenis terbaru 737-Max 8 karena dianggap tidak aman untuk diterbangkan. 

Priaardanto juga menyebut jumlah keluarga korban yang akan menggugat Boeing dipastikan terus bertambah. Saat ini, pihaknya masih berkomunikasi dengan keluarga korban lainnya dari pesawat Sriwijaya Air SJY-182. 

Baca Juga: Sriwijaya Air Jatuh, Pesanan Pesawat Boeing Berkurang

https://www.youtube.com/embed/Pg1m-99EPlg

Baca Juga: Pengamat: Usia Pesawat Tak Ada Kaitannya dengan Faktor Keamanan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya