Abaikan Rekomendasi BPOM, Terawan Tetap Lanjutkan Vaksin Nusantara

Sampel darah anggota DPR untuk penelitian Vaksin Nusantara

Jakarta, IDN Times - Aksi sejumlah anggota DPR yang mendatangi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta pada Rabu, 14 April 2021, untuk menjadi relawan uji klinis Vaksin Nusantara menuai tanda tanya. Sebab, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tak memberi izin uji klinis tahap II.

Alasannya, banyak proses yang dilakukan para peneliti tak mengikuti kaidah penelitian. Belakangan, BPOM merilis hasil inspeksi terhadap penelitian vaksin yang diinisiasi eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu ke publik. Dalam laporan setebal tujuh halaman diketahui 20 dari 28 relawan pada uji klinis I mengalami Kejadian Tak Diinginkan (KTD). Bahkan, tiga relawan mengalami peningkatan kolesterol. 

Maka, menurut Kepala BPOM Penny K Lukito, penelitian Vaksin Nusantara sebaiknya diulang kembali dan dimulai dari tahap pre klinis agar mendapatkan konsep dasar yang jelas. 

"Sehingga pada uji klinis manusia bukan merupakan percobaan yang belum pasti," ungkap Penny dalam keterangan tertulis pada Rabu, 14 April 2021. 

Tetapi, rekomendasi itu justru tak diikuti Terawan dan peneliti Vaksin Nusantara. Mereka justru tetap melanjutkan uji klinis II yang diikuti sejumlah pejabat dan tokoh publik. Selain anggota DPR, ada pula mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo hingga eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan.

Kepala RSPAD Gatot Subroto Letjen TNI dr Albertus Budi Sulistya mengatakan, sejumlah anggota DPR menjadi sampel penelitian Vaksin Nusantara. "Mereka menjalani penelitian sesuai dengan protokol penelitian," kata Albertus seperti dikutip dari kantor berita ANTARA

Menurut Albertus, prosedur yang dilakukan sejumlah anggota DPR pada Rabu, 14 April 2021 hanya pengambilan sampel darah. Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nihayatul Wafiroh mengatakan, jumlah darah yang diambil sebanyak 40 ml.

Apakah aman proses penelitian vaksin yang tetap dilakukan tanpa mematuhi rekomendasi dari BPOM?

1. Kepala RSPAD mengklaim penelitian Vaksin Nusantara aman

Abaikan Rekomendasi BPOM, Terawan Tetap Lanjutkan Vaksin NusantaraRSPAD Gatot Soebroto Jakarta (IDN Times/Vamela Aurina)

Albertus mengklaim penelitian Vaksin Nusantara yang tetap dijalankan di RSPAD Gatot Soebroto aman, dan terbukti ada perolehan imunitas terhadap COVID-19, baik itu seluler atau humoral. Bahkan, menurut dia, vaksin berbasis sel dendritik itu diklaim akan menjadi penemuan baru yang luar biasa. 

Bahkan, Albertus sudah menyebut Indonesia akan bisa disejajarkan dengan negara lainnya yang dapat memproduksi vaksin secara mandiri, apapun merek vaksinnya. Baik itu Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara. 

"Indonesia akan sejajar dengan negara-negara besar dan memiliki harga diri bangsa, sekaligus akan membantu perekonomian nasional," kata dia. 

Albertus juga tak mempermasalahkan penelitian tetap berjalan meski tak direstui BPOM. "Ini kan penelitian sebagaimana sebuah penelitian S3. Yang dibutuhkan adalah ethical clearance dari komisi etik penelitian kesehatan," kata dia, melalui pesan pendek hari ini, Kamis (15/4/2021).

Sementara, sejumlah anggota DPR yang sudah menjadi relawan, akan diminta kembali lagi ke RSPAD Gatot Soebroto pada pekan depan. Tujuannya, sampel darah yang telah diambil dan diberi antigen akan disuntikan kembali ke tubuh mereka.

Perlu diketahui, komisi etik penelitian kesehatan berada di RSPAD, sehingga seharusnya bisa mengawasi proses penelitian yang terjadi di sana.

Baca Juga: Anggota DPR yang Jadi Relawan Vaksin Nusantara Sudah Disuntik Sinovac

2. Vaksin Nusantara akan diragukan dunia internasional bila nanti akan diekspor

Abaikan Rekomendasi BPOM, Terawan Tetap Lanjutkan Vaksin NusantaraEpidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia (Dokumentasi pribadi)

Sementara, epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman menilai sangat berbahaya bila penelitian Vaksin Nusantara tidak dilakukan sesuai rekomendasi yang telah ditetapkan BPOM. Sebab, tahapan uji klinis itu menyangkut keselamatan manusia. 

Menurut dia, bila Terawan dan sejumlah anggota DPR memiliki bermimpi Vaksin Nusantara bisa diekspor ke luar Indonesia, maka hal tersebut diperkirakan sulit terwujud. Bahkan, dunia internasional akan menolak vaksin ini. 

"Ini adalah masalah besar. Riset untuk produk kesehatan kan menyangkut hajat hidup orang banyak. Jadi, standar pada level global yang luar biasa tinggi," ungkap Dicky melalui pesan suara kepada IDN Times, Kamis. 

BPOM, kata Dicky, adalah badan independen yang selama ini reputasinya diakui dunia internasional. Selama ini, mereka sudah menunjukkan kemampuan dan kredibilitasnya. 

"Bila protokol penelitian di dunia kesehatan itu saja diabaikan, maka orang atau peneliti ini tidak memahami kaidah ilmiah. Metode penelitian dari badan besar saja diabaikan, apalagi dari (badan) yang kecil," tutur dia. 

3. Bila terjadi sesuatu saat penelitian, maka semua yang terlibat harus bertanggung jawab

Abaikan Rekomendasi BPOM, Terawan Tetap Lanjutkan Vaksin NusantaraInfografis Vaksin Nusantara. (IDN Times/Sukma Shakti)

Menurut Dicky, bila dalam proses penelitian Vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto terjadi sesuatu, maka semua pihak yang terlibat dalam penelitian harus bertanggung jawab. Ini termasuk Terawan yang menggagas vaksin ini. 

"Ini termasuk pelaksana penelitian dan institusi tempat dilakukan penelitian," ujar dia. 

Dicky pun mendorong agar semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian dan tidak mematuhi rekomendasi dari BPOM, sebaiknya dijatuhi sanksi dari pemerintah. 

"Karena proses penelitian ini berbahaya, karena tidak memahami prosedur, mengerti etika riset, dan tak paham metode ilmiah," ujarnya.

Dicky mengatakan indikasi tidak paham metode ilmiah itu, terlihat dengan tetap membolehkan relawan yang sudah divaksin COVID-19 merek CoronaVac diambil sampel darahnya.

"Ini kan fatal (berpengaruh ke hasil penelitian) dan harus diberi ketegasan dari pemerintah," tuturnya. 

Baca Juga: Fakta soal Vaksin Nusantara, Diinisiasi Terawan dan Ditolak Para Ahli

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya