Lagi, ABK RI Lompat ke Laut karena Tak Tahan Kerja di Kapal Tiongkok

Pemerintah didesak hentikan pengiriman ABK ke kapal Tiongkok

Jakarta, IDN Times - Peristiwa ABK asal Indonesia yang diduga mengalami penganiayaan di atas kapal penangkap ikan Tiongkok kembali berulang. Kali ini menimpa kru yang bekerja di kapal Lu Qiang Yu 213 dan Lu Qian Yuan Yu 901. Dua ABK yang diduga mengalami penganiayaan bernama Andri Juniansyah dan Reynalfi. 

Mereka memilih lompat dari kapal Lu Qian Yuan Yu 901 pada (5/6) lalu ketika kapal tengah berlayar di perairan Selat Malaka. Informasi soal adanya ABK yang melompat diterima oleh Fisher Centre Bitung. 

"Mereka melompat karena tidak tahan dengan perlakuan dan kondisi kerja di atas kapal yang sering mendapat intimidasi, kekerasan fisik dari kapten dan sesama ABK Tiongkok," ungkap Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia (DFW-I), Mohammad Abdi Suhufan melalui keterangan tertulis pada Senin (8/6). 

Beruntung, usai mengapung selama tujuh jam, Andri dan Reynalfi berhasil ditemukan dalam kondisi selamat. Keduanya ditolong oleh nelayan di Tanjung Balai Karimun, Riau. Kasus ini telah ditangani oleh pihak kepolisian. 

Lalu, mengapa Andri dan Reynalfi memilih lompat dari kapal Tiongkok dengan risiko bisa kehilangan nyawa? Bagaimana kisah Andri dan Reynalfi bisa bekerja di kapal Tiongkok tersebut?

1. Sejak bekerja di kapal Tiongkok, dua awak kapal tidak pernah digaji dan terima kekerasan fisik

Lagi, ABK RI Lompat ke Laut karena Tak Tahan Kerja di Kapal Tiongkok(Ilustrasi kapal) IDN Times/Sukma Shakti

Diketahui Reynalfi tinggal di Kota Siantar, Sumatera Utara, sedangkan rekannya Andri Juniansyah berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB). Selepas melompat dari kapal Tiongkok, keduanya ditemukan mengenakan jaket pelampung oleh nelayan setempat pada (6/6) dini hari. Saat itu, kondisi Reynalfi dan Andri sangat lemas. 

Menurut cerita ayah Reynalfi, Herianto yang ditemui oleh IDN Times di rumahnya di Kecamatan Siantar Martoba, putranya yang berusia 22 tahun itu memutuskan merantau ke Jakarta untuk bekerja sebagai ABK. 

Reynalfi diajak oleh tiga rekan lainnya dari Siantar menuju ibukota pada September 2019. Di sana, Reynalfi mengatakan kepada sang ayah diajari bahas asing dan berlatih di perairan. 

"Dia berangkat ke Jakarta September 2019Setelah itu, katanya dia sekolah. Gak tahu sekolah apa. Di sekolah itu katanya belajar bahasa, latihan di air," kata Herianto kepada IDN Times pada (7/6) lalu. 

Sayangnya, usai bekerja menjadi awak di kapal penangkap ikan Tiongkok sejak Januari lalu, gaji keduanya belum dibayarkan. Koordinator Nasional DFW-I, Mohammad Abdi Suhufan mengatakan seharusnya Andri dan Reynalfi menerima gaji per bulannya mencapai US$430 atau setara Rp6 juta. Artinya, baik Andri dan Reynalfi seharusnya menerima gaji total Rp30 juta. 

"Selain tidak pernah menerima upah dari perusahaan perekrut, mereka juga bahkan mengalami tindak kekerasan fisik dan intimidasi di atas kapal," kata Abdi melalui keterangan tertulis. 

Baca Juga: Tak Digaji 9 Bulan, ABK Asal Siantar Nekat Lompat dari Kapal China

2. Sebelum bisa diberangkatkan sebagai ABK, Andri dan Reynalfi membayar deposit senilai Rp45 juta

Lagi, ABK RI Lompat ke Laut karena Tak Tahan Kerja di Kapal Tiongkok(Ilustrasi bantuan uang tunai) Dok. IDN Times

Sementara, Field Manager SAFE Seas Project DFW-Indonesia yang juga pengelola Fisher Centre Bitung, Laode Hardiani mengatakan Andri dan Reynalfi direkrut oleh PT Duta Putra Group. Keduanya direkrut melalui agen atau sponsor penyalur bernama SYF. 

Andri sempat dijanjikan akan dipekerjakan di perusahaan Korea Selatan dengan gaji Rp25 juta per bulan. Tetapi, baik Andri atau Reynalfi diwajibkan untuk menyetor deposit ke agen tersebut. 

"Mereka membayar masing masing sebesar Rp40 Jjuta dan Rp45 juta” kata Hardiani. 

Dalam pandangan Dewan Pimpinan Daerah Pergerakan Pelaut Indonesia, Sulawesi Utara, apa yang menimpa Andri dan Reynalfi adalah tindak perdagangan orang. Perbuatan itu melibatkan agen perekrut di dalam negeri dan jejaring internasional. 

“Mereka telah ditipu sejak awal perekrutan, diangkut dan dipindahkan dari kapal Lu Qiang YU 213 ke kapal Lu Qian Yuan Yu 901 yang melakukan operasi penangkapan ikan di Samudera Hindia," tutur dia lagi.

3. Di atas kapal Tiongkok masih ada 10 ABK Indonesia yang berlayar di perairan Singapura

Lagi, ABK RI Lompat ke Laut karena Tak Tahan Kerja di Kapal TiongkokUnsplash

DFW-Indonesia mengingatkan selain Andri dan Reynalfi, masih ada 10 ABK Indonesia yang bekerja di kapal Lu Qian Yuan Yu 901 yang kini berlayar di perairan Singapura. Mereka juga terindikasi menjadi korban kerja paksa dan perdagangan orang. 

DFW-Indonesia mendesak Pemerintah Indonesia agar mengusut dengan tuntas tindakan perdagangan orang dan kekerasan yang menimpa Andri dan Reynalfi. 

"Pada pasal 59 UU 21/2007 memberikan kewenangan dan kewajiban kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan kerja sama internasional yang bersifat bilateral maupun multilateral guna melakukan pencegahan dan pemberantasan TPPO," kata Abdi. 

Penegak hukum di Indonesia, ujarnya lagi, harus menggunakan instrumen untuk menyelamatkan ABK yang masih berlayar di atas kapal penangkap ikan Tiongkok. 

4. Kemenlu masih menunggu hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Polri dan B2PMI

Lagi, ABK RI Lompat ke Laut karena Tak Tahan Kerja di Kapal TiongkokIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, ketika dikonfirmasi kepada Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, ia mengaku sudah mendengar kasusnya. Tetapi, kini kasus tersebut sudah ditangani oleh pihak kepolisian dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (B2PMI).

Kasus tindak kekerasan ABK Indonesia di atas kapal penangkap ikan Tiongkok sudah berulang kali terjadi. Bahkan, dalam catatan DFW-Indonesia, ini sudah menjadi peristiwa keenam dalam 8 bulan terakhir. 

Menurut Judha, Pemerintah Indonesia belum melayangkan nota diplomatik ke Kemenlu Tiongkok untuk dua kasus dugaan tindak kekerasan yang dialami oleh ABK. Sebab, mereka masih menunggu perkembangan penyelidikan dari pihak kepolisian. 

"Sementara, untuk kasus lainnya, nota diplomatik sudah dilayangkan ke Kemenlu Tiongkok dan terus kami tanyakan bagaimana perkembangannya," tutur Judha ketika dihubungi oleh IDN Times pada Selasa (9/6). 

Koordinator Nasional DFW-Indonesia mendorong agar pemerintah segera memberlakukan moratorium sementara pengiriman ABK ke perusahaan pemilik kapal Tiongkok baik itu secara ilegal atau legal. 

Baca Juga: Nestapa ABK RI di Kapal Tiongkok, Lebaran Malah Terdampar di Pakistan

Topik:

Berita Terkini Lainnya