Akademisi yang Puji Jokowi Jenius Masuk Tim Pakar Golkar Institute

Opini Kishore diklaim pandangan yang objektif tentang Jokowi

Jakarta, IDN Times - Akademisi dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, Singapura, Kishore Mahbubani yang memuji Presiden Joko "Jokowi" Widodo sebagai pemimpin yang jenius belakangan diketahui merupakan bagian dari tim pakar di Golkar Institute. Hal itu diketahui dari poster pembukaan Golkar Institute pada Februari 2021 lalu dan diunggah di akun Twitter media sosial mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah.

Maka, kini muncul persepsi bahwa Kishore menulis opini itu atas permintaan Partai Golkar. Apalagi partai berlambang pohon beringin itu memang merupakan bagian dari koalisi partai pengusung pemerintah. 

Soal Kishore masuk ke dalam tim di Golkar Institute dikonfirmasi oleh anggota komisi DPR dari fraksi Golkar, Dave Laksono. Ia menegaskan opininya di situs Project Syndicate tak ada kaitannya dengan Partai Golkar. 

"Posisi dia di Golkar sebagai penasihat. Gak ada masalah. Apa yang dia tulis murni penilaian beliau dan bukan karena posisinya (di Golkar Institute)," ungkap Dave ketika dihubungi pada Senin (11/10/2021). 

Ia justru mempertanyakan sejumlah pihak yang menilai aneh keterlibatan Kishore di Golkar Institute. "Pertanyaan saya, kalau beliau memang terkait dengan Golkar Institute, permasalahannya di mana?" tanya dia lagi.

Apa pandangan Kishore yang konflik kepentingan bisa dipercaya dan objektif?

1. Politikus Ace Hasan sebut opini Kishore tak ada sangkut pautnya dengan posisi di Golkar

Akademisi yang Puji Jokowi Jenius Masuk Tim Pakar Golkar InstituteAkademisi di Lee Kuan Yew School of Public Policy dan mantan diplomat senior, Kishore Mahbubani (Tangkapan layar YouTube Lee Kuan Yew School of Public Policy)

Sementara, secara terpisah politikus Golkar, Ace Hasan Syadzily mengonfirmasi Kishore memang bagian dari Board of Advisor Golkar Institute. Tetapi, Ace menilai Kishore memiliki pandangan yang objektif ketika menyebut Jokowi sebagai pemimpin yang jenius. Ia menilai Kishore tak akan mungkin mempertaruhkan reputasi akademisnya hanya untuk persoalan politik di negara lain. 

"Beliau akademisi di National University of Singapore dan mantan diplomat kelas dunia yang memiliki argumentasi dan rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menilai pemerintahan suatu negara," ungkap Ace dalam keterangan tertulis pada hari ini. 

Opini yang ditulis oleh Kishore di situs Project Syndicate pada 6 Oktober 2021 lalu menuai pro dan kontra. Sebagian menilai pandangan Kishore bahwa Jokowi adalah pemimpin negara yang jenius tidak tepat.

Bahkan, di bawah kepemimpinan Jokowi, warga semakin takut menyampaikan pendapat lantaran berpotensi dibui. 

Baca Juga: Ini Alasan Jokowi Disebut Jenius oleh Akademisi Kampus Singapura  

2. Jokowi dinilai pemimpin yang pragmatis bukan jenius

Akademisi yang Puji Jokowi Jenius Masuk Tim Pakar Golkar InstitutePresiden Jokowi Video Call dengan Suster Fira (Tangkapan Layar IG TV @jokowi)

Akademisi politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin tak sepakat mantan Gubernur DKI Jakarta itu disebut pemimpin jenius.

Ujang mengatakan Jokowi lebih tepat disebut sebagai pemimpin yang pragmatis. Langkahnya untuk merangkul lawan politik di Pemilu 2019, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, adalah sikap yang harus ia tempuh. 

Bahkan, kini Jokowi terkesan tak ingin ada oposisi. Saat ini, partai oposisi tersisa dua yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat. 

"Bila Jokowi tidak merangkul lawan-lawan politiknya, ia sadar bakal hancur. Semua kebijakannya akan ditentang di parlemen," ungkap Ujang ketika dihubungi oleh IDN Times.

Menurut Ujang, opini dari akademisi di NUS tidak bisa digunakan sebagai pembenaran bahwa Jokowi sudah menjadi pemimpin yang baik. Sebab, bila ia sudah baik, maka beberapa hasil survei tidak menunjukkan penurunan tingkat kepuasan publik terhadap kepemimpinan Jokowi. 

"Dia (akademisi Singapura) bukan orang Indonesia, tidak paham mengenai situasi politik di Indonesia lalu opininya dianggap sebuah kebenaran di dalam negeri," kata dia lagi. 

3. Jokowi dipuji sukses bangun infrastruktur, tapi mayoritas berasal dari utang

Akademisi yang Puji Jokowi Jenius Masuk Tim Pakar Golkar InstitutePresiden Joko "Jokowi" Widodo ketika meninjau banjir di Kalimantan Selatan (www.twitter.com/@jokowi)

Poin lain yang dipuji oleh Kishore yakni Jokowi konsisten melakukan pembangunan infrastruktur secara massif dari Aceh hingga Papua. Ia menyebut, di Pulau Sumatra direncanakan dibangun jalur kereta dengan panjang hingga 2.000 kilometer. Jalur kereta itu rencananya bakal membentang dari Aceh hingga Lampung di bagian selatan. 

Proyek infrastruktur lainnya yang sedang diajukan yakni jalur kereta api sepanjang 1.000 kilometer di sepanjang Pulau Sulawesi. Ada pula pembangunan jalur kereta api jarak jauh di Pulau Kalimantan. 

Sementara, di Pulau Jawa, dibangun jaringan jalur kereta api di ibu kota. Harapannya, kemacetan bisa berkurang di Jakarta. Sejauh ini, warga ibu kota menikmati fasilitas kereta MRT dari jalur Lebak Bulus hingga Hotel Indonesia. Kini, sedang dibangun fase selanjutnya yakni rute Bunderan HI hingga Kota Tua. 

Tetapi, Ujang mengingatkan bahwa sebagian besar proyek infrastruktur itu dibangun dari pinjaman luar negeri alias utang. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan per Juni 2021, catatan utang Indonesia sudah menembus Rp6.554 triliun. 

Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Juni lalu sudah mewanti-wanti terkait makin menggunungnya utang tersebut. BPK menilai utang pemerintah dan biaya bunganya sudah melampaui pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB). 

"Kan sudah pernah ada yang membeberkan data, bila masing-masing rakyat Indonesia disuruh bayar utang pemerintah, maka per kepala dibebankan bayar Rp24 juta," kata Ujang.

Lagi pula, kata Ujang, meski infrastruktur dibangun atas kepentingan rakyat, tetapi nantinya dikelola oleh pihak swasta. Lalu, rakyat lah yang diminta untuk membayar. Ia mencontohkan kereta cepat Jakarta - Bandung yang kini anggarannya membengkak dan akhirnya mengambil dana dari APBN. 

"Kecuali kalau hasil dari pembangunan infrastruktur itu gratis ketika dinikmati oleh rakyat," kata dia lagi. 

Ia pun mewanti-wanti Indonesia bisa saja akan jatuh pada kondisi gagal membayar utang bila terus menerus menambah utang. "Kan selama ini kita hanya bisa membayar bunga-bunganya saja. Ini yang harus dijelaskan ke publik, biar mereka paham," ujarnya.

Ia menambahkan, bila utang ini tidak dibayarkan semua, maka akan diwariskan kepada presiden di masa mendatang. 

Baca Juga: [BREAKING] Tok! DPR Sahkan Omnibus Law Ciptaker Jadi Undang-undang

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya