Amnesty International: Ricuh di Manokwari Terkait Insiden di Surabaya

Kantor DPRD Papua Barat dibakar demonstran

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid menilai peristiwa kerusuhan di Manokwari, Papua Barat pada Senin (19/8) tidak bisa dipisahkan dari aksi penjemputan paksa terhadap 43 mahasiswa Papua di asrama di Surabaya pada Sabtu (17/8). Bahkan, untuk menangkap mereka, polisi sampai harus melemparkan gas air mata. 

Usman menilai apa yang dilakukan oleh polisi tidak proporsional. Ia justru mengaku heran untuk mengklarifikasi soal tiang bendera yang rusak, apakah tidak bisa dilakukan dengan melayangkan surat panggilan biasa, lalu diselidiki. 

"Ini kan tidak, tiba-tiba polisi datang lalu asrama itu digrebek. Padahal, mahasiswa yang ada di dalam asrama bukan tersangka yang mengharuskan polisi untuk melakukan upaya paksa apalagi menggunakan gas air mata," kata Usman ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada siang ini. 

Seharusnya, kata dia, polisi memproses ormas yang justru jelas-jelas melakukan provokasi dengan meneriakan kata-kata dengan nada rasis terhadap mahasiswa Papua. 

"Tapi, polisi malah diam ketika melihat ormas yang di muka umum jelas-jelas melakukan penghinaan terhadap satu golongan manusia berbasiskan ras, kebangsaan, etnis atau warna kulit," tutur dia. 

Anehnya, menurut Usman, justru polisi malah bertindak keras terhadap warga yang seharusnya dilindungi, dalam hal ini mahasiswa Papua. Sementara, situasi di Papua Barat semakin mencekam. Berdasarkan laporan dari warga setempat, kantor DPRD Provinsi Papua Barat dibakar oleh massa yang menggelar unjuk rasa di Manokwari. 

Warga yang merupakan pendatang di Papua diimbau untuk sementara waktu tidak keluar rumah. Ikuti terus pemberitaan mengenai ricuh di Papua Barat IDN Times ya. 

Baca Juga: Redam Kerusuhan Manokwari, Komnas HAM Dialog dengan Papua Barat

Topik:

  • Wendy Novianto

Berita Terkini Lainnya