Analis: Ngawur bila Personel TNI Bisa Dijadikan Ajudan Anggota DPR

Hillary Brigitta kirim surat ke KSAD minta ajudan dari TNI

Jakarta, IDN Times - Analis militer dan pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menyentil sikap anggota DPR termuda dari fraksi Partai Nasional Demokrat, Hillary Brigitta Lasut. Hillary dinilai kurang memahami fungsi dan tugas TNI.

Di dalam UU TNI nomor 30 tahun 2004 tidak ada poin yang menyebut anggota DPR bisa dan memiliki hak pengamanan melekat dari TNI. Meski politikus yang masih berusia 25 tahun itu duduk di komisi I, mitra terdekat TNI di parlemen. 

"Pengamanan terhadap anggota DPR dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPR dan polisi. Itu pun tidak melekat pada orang, melainkan pada lingkungan tempat bekerja dan tempa tinggal," ujar Fahmi dalam keterangan tertulis pada Jumat (3/12/2021). 

Nama Hillary pada pekan ini menjadi sorotan lantaran ia mengakui mengirimkan surat kepada Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman agar dikirimkan prajurit TNI untuk dijadikan ajudannya. Hillary meminta pengamanan dari TNI lantaran mengaku sedang mengawal kasus hukum besar. Ia mengaku lebih nyaman bila meminta bantuan keamanan dari TNI. 

Surat Hillary itu direspons Dudung dengan adanya telegram yang dikirim pada 25 November 2021 lalu. Isi telegram yang ditujukan kepada Pangkostrad dan Komandan Jenderal Kopassus itu, meminta agar dikirimkan satu prajurit TNI berpangkat bintara untuk diseleksi menjadi ajudan Hillary. 

Apa respons Dudung soal telegram dengan nomor ST/3274/2021 itu?

Baca Juga: Wakil Ketua MKD: Tak Masalah Anggota DPR Hillary Minta Ajudan TNI

1. KSAD Jenderal Dudung tak akan penuhi permintaan Hillary agar diberi ajudan

Analis: Ngawur bila Personel TNI Bisa Dijadikan Ajudan Anggota DPRTelegram dari Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman kepada Danjen Kopassus dan Wakil KSAD untuk menyiapkan prajurit TNI untuk jadi ajudan pribdi Hillary Lasut (Dokumentasi Istimewa)

Sementara, ketika dikonfirmasi oleh media, Jenderal Dudung malah menyampaikan tak akan memenuhi permintaan Hillary agar diberi ajudan personel TNI. Hal tersebut berbeda dengan telegram yang ia kirimkan kepada Komandan Jenderal Kopassus dan Pangkostrad. 

Bahkan, di dalam telegram tersebut, Dudung jelas menuliskan kualifikasi yang dibutuhkan untuk menjadi ajudan bagi Hillary. "Pertama, berpangkat sertu dengan usia 24-27 tahun, kedua belum pernah menikah, ketiga memiliki motivasi tinggi, keempat bekerja tanggap, cekatan, solutif dan cakap bekerja di dalam tim, kelima sehat secara jasmani dan rohani dan keenam tidak sedang terjerat perkara hukum," demikian isi telegram tersebut. 

Di dalam telegram itu juga tertulis "agar mengirimkan personel bintara sebanyak satu orang untuk diseleksi dalam rangka penugasan sebagai ajudan pribadi Hillary Brigitta Lasut, anggota DPR dari komisi I fraksi Nasional Demokrat."

Setelah menjadi perbincangan, Dudung pun tak memberikan izin untuk penugasan sebagai ajudan. "(Soal penugasan sebagai ajudan) tidak akan dipenuhi," kata Dudung kepada media hari ini. 

Sementara, Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid mengatakan di komisi I tidak ada satu pun anggotanya yang mendapat pengawalan pribadi dari TNI. Pengawalan terhadap Hillary dianggap adalah permintaannya pribadi.

"Saya tidak memiliki ajudan khusus. Bila pun ada yang mendampingi saya dalam acara resmi komisi, mereka adalah protokol resmi Komisi I, PNS sipil. Hingga saat ini sebagai Ketua Komisi saya masih rasa cukup," ujar Meutya di kompleks DPR Senayan, Jakarta. 

Baca Juga: Anggota DPR Termuda Hillary Surati KSAD Dudung Minta Ajudan dari TNI

2. Hillary Lasut seharusnya sewa jasa pengawal profesional bukan minta pengawalan dari TNI

Analis: Ngawur bila Personel TNI Bisa Dijadikan Ajudan Anggota DPRHillary Brigitta Lasut (instagram.com/hillarybrigitta)

Fahmi juga menjelaskan dalih Hillary bahwa permintaan ajudan dari TNI sesuai dengan Peraturan Menhan nomor 85 tahun 2014 juga keliru. Di dalam pasal 2, tertulis bahwa prajurit TNI bisa ditugaskan bagi instansi pemerintah. 

Tetapi, Fahmi mewanti-wanti bahwa konteks di dalam pasal itu bagi prajurit dengan kemampuan dan keahlian khusus. "Misalnya, dokter TNI yang buka praktik di luar jam kerja, termasuk di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta. Selain itu, untuk para penerbang TNI yang diperbantukan pada maskapai komersial dengan alasan tertentu. Hal itu bisa dilihat dari pasal 2-6 dari Permenhan tersebut," tutur Fahmi memberikan penjelasan. 

Ia justru bingung ketika mengetahui pasal tersebut malah dijadikan pembenaran agar bisa meminta pengawalan dari personel TNI. Seandainya membutuhkan pengamanan untuk kegiatannya sebagai legislator dalam kondisi tertentu, seharusnya dikoordinasikan kepada Polri bukan TNI. 

Fahmi pun menyarankan bila Hillary memang benar-benar merasa dalam kondisi terancam dan membutuhkan pengamanan yang melekat bagi dirinya dan keluarga mengapa tidak menggunakan jasa pengawalan orang profesional alias bodyguard

"Ada banyak badan usaha jasa pengawalan orang yang kompeten dan profesional yang bisa memenuhi kebutuhannya," kata dia lagi. 

Di sisi lain, pengamat dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai apa yang dilakukan oleh Hillary justru membenarkan adanya praktik pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh prajurit TNI. Sebab, di dalam unggahan Instagramnya, Hillary mengatakan bakal menjamin kesejateraan ajudan dari unsur TNI itu. 

"Ini kan membuktikan ada konflik kepentingan, karena Hillary duduk di komisi yang bermitra dekat dengan TNI. Kalau TNI bisa dibayar orang per orangan begitu, berarti kan Hillary memperlakukan prajurit itu layaknya preman," kata Lucius ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Kamis, 2 Desember 2021. 

3. KSAD tidak memiliki kewenangan beri fasilitas pengamanan bagi warga sipil

Analis: Ngawur bila Personel TNI Bisa Dijadikan Ajudan Anggota DPRPresiden Joko "Jokowi" Widodo melantik Letnan Jenderal (Letnan) TNI Dudung Abdurachman menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada Rabu (17/11/2021). (youtube.com/Sekretariat Presiden)

Fahmi juga menyentil surat telegram yang dikirimkan oleh Dudung kepada Pangkostrad dan Komandan Jenderal Kopassus. Ia mempertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh Dudung dalam merilis telegram tersebut. 

"KSAD tidak memiliki kewenangan untuk memfasilitasi pengamanan pada warga sipil, baik itu anggota DPR sekalipun," kata Fahmi. 

Alih-alih memfasilitasi, Fahmi menambahkan, seharusnya Dudung memberikan pengertian dan saran yang baik kepada Hillary terkait urusan pengamanan. Bukan malah mengirimkan surat telegram kepada jajaran di bawahnya. 

Dudung, katanya lagi, seharusnya mengikuti instruksi yang pernah disampaikan oleh Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, bahwa TNI memiliki keterbatasan dan berkomitmen untuk melaksanakan tugas sesuai peraturan perundangan. Selain itu, Andika juga pernah menjanjikan keterlibatan prajurit TNI di ranah sipil bakal dibatasi. 

"Dia kan juga tidak mau sampai tumpang tindih dalam melakukan tugas yang menjadi tanggung jawab dan kewenangan kementerian/lembaga lain," tuturnya lagi. 

Baca Juga: 5 Hal Soal Hillary Brigita Lasut, Anggota DPR Termuda yang Dilantik

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya