Anggota DPR: Anak Anggota PKI Boleh Daftar TNI Asal Tak Anut Komunisme

Bobby usul tetap ada tes khusus cek terpapar paham terlarang

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi I Bobby Adhityo Rizaldi menyambut baik keputusan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, yang menegaskan keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) tetap boleh ikut seleksi masuk jadi prajurit TNI.

Meski begitu, Bobby mengusulkan, agar tetap dilakukan tes khusus untuk memeriksa apakah calon prajurit TNI itu sudah terpapar paham atau ajaran terlarang seperti komunisme.

"Selain itu, juga harus dicek apakah calon prajurit sudah terpapar paham radikalisme. Saya yakin TNI sudah memiliki cara indoktrinasi sendiri melalui tes psikologis atau tes wawasan kebangsaan, untuk memastikan bahwa calon prajurit itu memang aman, memiliki semangat pengabdian yang tinggi dan pasti melindungi warga negaranya," kata Bobby kepada media di Jakarta, Jumat (1/4/2022). 

Bobby berharap dengan adanya penegasan tersebut, maka bisa menghapus praktik semacam tes litsus ketika dilakukan rekrutmen calon prajurit TNI atau aparatur sipil negara (ASN). Di sisi lain, TNI juga bisa mencermati respons publik, apakah praktik tersebut masih terjadi di lapangan. 

"Publik sebenarnya juga menanti apakah rangkaian tes yang dilakukan oleh TNI bisa mencegah adanya paham-paham yang dilarang masuk ke tubuh TNI. Kan, tidak mungkin juga TNI akan mengumumkan sekian orang yang keturunan TNI mendaftar ke TNI. Tidak mungkin begitu," tutur dia. 

Bobby pun mendukung penuh TNI membuka kesempatan bagi siapa pun mendaftar menjadi prajurit militer. Tetapi jangan ada tes-tes yang dikurangi.

"Jangan kemudian tes akademik dikurangi. Begitu juga tes renang (yang bakal dihapus) dengan alasan pemerataan. Sekarang, ketika tes itu masih diberlakukan saja masih banyak terjadi dinamika di Papua," kata politikus dari Partai Golkar itu. 

Apa dampak penghapusan ketentuan anak anggota PKI tak boleh mengikuti seleksi menjadi prajurit TNI?

1. Instruksi Mendagri Tahun 1981 pernah larang anak anggota PKI daftar masuk TNI

Anggota DPR: Anak Anggota PKI Boleh Daftar TNI Asal Tak Anut KomunismePrajurit TNI dan anggota Basarnas mengeluarkan logistik untuk korban gempa bumi Mamuju dan Majene dari pesawat Hercules A 1321 TNI AU saat tiba di Bandara Tampa Padang, Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (15/1/2021). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Sementara, menurut sejarawan Asvi Warman Adam menepis pernyataan yang menyebut keturunan anggota PKI tak pernah dilarang ikut seleksi masuk TNI. Justru mereka tak bisa ikut karena larangan tersebut tertulis dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Tahun 1981. Hingga saat ini, Inmendagri itu tak pernah dicabut. 

"Tetapi, pada praktiknya, Instruksi Menteri Dalam Negeri itu diabaikan saja," ungkap ahli sejarah di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, saat dihubungi hari ini. 

Ia juga menyebut ketika masih berada Orde Baru, warga yang ingin ikut masuk seleksi sebagai ASN harus mengikuti tes penelitian khusus (litsus). Tes tersebut dimanfaatkan pemerintahan saat itu untuk menyaring orang-orang agar terbebas dari paham komunisme dan bukan anggota PKI.

"Untuk ASN yang mau naik pangkat, akan dilakukan penelusuran latar belakang. Pengecekan serupa juga diberlakukan bagi anggota TNI yang ingin berdinas ke luar negeri. Jadi mereka kena tes litsus," katanya. 

Salah satu yang dicek adalah apakah mereka memiliki hubungan darah dengan orang-orang yang terlibat G30S tahun 1965 lalu. 

Baca Juga: Syarat Baru Jenderal Andika: Keturunan PKI Boleh Daftar TNI

2. Kapten Gita Arjakusuma terpaksa keluar dari TNI AL, karena orang tuanya dianggap terlibat peristiwa 1965

Anggota DPR: Anak Anggota PKI Boleh Daftar TNI Asal Tak Anut KomunismeSejarawan dari LIPI Asvi Warman Adam (www.lipi.go.id)

Asvi menjelaskan satu kapten di TNI Angkatan Laut yang menjadi korban kebijakan 'pembersihan' orang-orang PKI di tubuh militer yang dulu disebut ABRI. Ia adalah Kapten Gita Arjakusuma yang seangkatan dengan Wiranto di militer.

Menurut Asvi, Gita terpaksa keluar dari TNI AL karena berdasarkan pengecekan latar belakang, ditemukan ayah Gita Letnan Kolonel (Udara) Ahmad Sueb Ardjakusuma pernah dipenjara selama belasan tahun, akibat terjaring Operasi Tutuka pada 1969. Operasi itu dilakukan untuk membersihkan orang-orang yang diduga terkait PKI di TNI Angkatan Udara. 

Gita dan keluarganya, kata Asvi, meyakini Ahmad sama sekali tidak terkait dengan Gerakan 30 September 1965. Ahmad Sueb sama sekali tidak tahu-menahu tentang rencana kudeta dan pembunuhan sejumlah jenderal Angkatan Darat. Alhasil, ayah Gita dibui selama belasan tahun tanpa melalui proses pengadilan. 

"Kapten Ardjakusuma harus keluar dari dinas di TNI AL. Dia terpaksa melakukan itu karena faktor litsus tadi. Orang tuanya ini terbukti tidak bersalah meski ditahan selama belasan tahun," ujar Asvi. 

Kapten Gita akhirnya memilih berkarier di pelayaran nasional. Ia kemudian menakhodai Kapal Pinisi Nusantara dari Indonesia ke Vancouver, Kanada pada 1986. 

"Ini kan prestasi yang luar biasa dan dicatatkan oleh seorang yang tersingkir karena kena litsus. Padahal, ayahnya Kolonel Ahmad Sueb hanya menjemput dokter Subandrio dari Medan ke Jakarta lalu dianggap terkait peristiwa tahun 1965. Jadi, dampaknya luar biasa," kata Asvi. 

Ia menambahkan seharusnya keputusan ini sudah dilakukan sejak dulu, bukan sekarang. Pada 2004, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menghapus pasal di UU Pemilu mengenai larangan keluarga anggota PKI menggunakan hak pilih atau dipilih publik. 

"Tetapi, tetap saja ini satu hal yang positif karena disampaikan langsung oleh Panglima TNI," tutur Asvi. 

3. Sudah tidak ada penyebaran paham komunis di Indonesia

Anggota DPR: Anak Anggota PKI Boleh Daftar TNI Asal Tak Anut KomunismeRepro. "Fajar Orde Baru" (Yayasan Kesejahteraan Jayakarta - Kodam V Jaya; Badan Penerbit Almanak RI/B.P. Alda)

Sementara, menurut Asvi, saat ini sudah tidak ada penyebaran secara fisik paham komunisme di Indonesia. Bahkan, organisasi terlarang di Indonesia pun sudah sulit hidup. 

"Kalau pun ada, mereka akan dibubarkan dan anggotanya akan ditangkap polisi. Pada kenyataannya kan tidak ada (aktivitas penangkapan)," ungkapnya. 

Yang ada, kata Asvi, adalah organisasi dari para korban peristiwa 1965. Mereka meminta kepada pemerintah agar ada pelurusan sejarah dan rehabilitasi nama baik. 

"Tapi, organisasi partai yang berafiliasi dengan komunisme tidak ada," ujarnya. 

Baca Juga: Siapkan Dokumenmu! Mabes TNI Buka Seleksi CPNS 2021

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya