Anggota DPR: Warga Sipil Tidak Berhak Masukkan Manusia ke Sel Penjara

BNN Provinsi harus cek apakah sel bui itu legal

Jakarta, IDN Times - Anggota komisi III dari fraksi Partai Nasional Demokrat, Taufik Basari mendesak agar Kepolisian Daerah Sumatera Utara segera mengusut tuntas temuan kerangkeng yang diduga untuk mengurung manusia di kediaman Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangin Angin.

Menurut Taufik, ilegal bagi siapa pun termasuk bupati atau pejabat pemerintahan memasukan seseorang ke dalam sebuah tempat seperti sel penjara atau kerangkeng. Warga sipil, kata Taufik, tidak berhak merampas kemerdekaan seseorang. 

"Perampasan kemerdekaan dengan menaruh seseorang dalam tahanan atau lembaga pemasyarakatan hanya dapat dilakukan oleh lembaga yang berwenang dan alasan yang berdasarkan hukum, yakni dalam rangka penegakan hukum," ungkap Taufik di dalam keterangan tertulis pada Rabu, (26/5/2022). 

Perampasan kemerdekaan warga pun harus sesuai dengan perundang-undangan dan dilakukan menggunakan standar Hak Asasi Manusia (HAM). Taufik juga mendesak Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumut dan BNNP Kabupaten Langkat untuk memperjelas keberadaan kerangken tersebut. Sebab, menurut keterangan polisi, kerangkeng dengan luas 6X6 meter itu digunakan sebagai tempat pembinaan warga yang kecanduan narkotika.

"Saat ini publik belum mendapat kejelasan perihal peruntukan kerangkeng manusia tersebut. Kita masih menunggu hasil penyelidikan pihak kepolisian," kata dia lagi. 

Lalu, bagaimana hasil penyelidikan pihak kepolisian sejauh ini terhadap keberadaan kerangkeng manusia di area kediamannya?

Baca Juga: Anggota DPR Sebut Kerangkeng Milik Bupati Langkat Masuk Pidana Berat

1. Saat penyidik KPK menggeledah rumah Bupati Langkat, ditemukan satwa langka

Anggota DPR: Warga Sipil Tidak Berhak Masukkan Manusia ke Sel PenjaraBupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Kotak pandora seolah terbuka ketika Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain terungkap ada kerangkeng untuk mengurung manusia, penyidik KPK juga menemukan satwa langka seperti orang utan di rumah Terbit.

"Dalam proses penggeledahan tersebut, ditemukan pula adanya sejumlah satwa yang dilindungi oleh undang-undang yang diduga milik tersangka TRP (Terbit). Atas temuan ini, tim penyidik segera melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk tindakan hukum berikutnya," ujar Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan, Ali Fikri pada hari ini. 

Orang utan berjenis kelamin jantan itu ditemukan berada di dalam kandang yang terletak di pelataran rumahnya. Berdasarkan informasi yang dihimpun IDN Times di lokasi, satwa yang dilindungi undang-undang itu telah disita.

Maka, dugaan pelanggaran tindak pidana yang dilakukan Terbit bertambah panjang. Memelihara satwa yang dilindungi masuk dalam kategori tindak pidana. Pelakunya bisa terjerat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Di dalam pasal 21 UU tersebut, orang yang memelihara satwa langka terancam bui maksimal lima tahun dan denda Rp100 juta.

Baca Juga: Kemendagri Dukung Polri Usut Dugaan Perbudakan Modern Bupati Langkat

2. Bangunan kerangkeng untuk menahan manusia di belakang rumah tak memiliki izin

Anggota DPR: Warga Sipil Tidak Berhak Masukkan Manusia ke Sel PenjaraBupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin diduga punya penjara di rumahnya untuk perbudak pekerja sawit (dok. IDN Times/Istimewa)

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengatakan meski disebut-sebut sebagai tempat untuk menampung pecandu narkoba, tetapi bangunan itu tak memiliki izin penggunaan. Mabes Polri memastikan bangunan kerangkeng manusia itu ilegal. 

"Yang jelas tempat itu ilegal. Karena ilegal, jadi itu tak boleh (digunakan)," ungkap Ahmad ketika memberikan keterangan pers pada Selasa, 25 Januari 2022. 

Ia menambahkan, tim gabungan yang terdiri dari Direskrimum, Dirnarkoba, dan Intelijen sudah terjun ke lapangan untuk mengumpulkan bukti-bukti dugaan pidana terkait kerangkeng manusia tersebut. Menurut Ahmad, dari informasi sementara, tim gabungan mendapati lahan seluas lebih dari satu hektare di rumah tinggal Terbit Peranginangin.

Dari luas area itu, terdapat bangunan seluas 6 x 6 meter. Bangunan tersebut terbagi menjadi dua bagian yang terdiri dari ruang berjeruji layaknya penjara. Di dalamnya menampung sekitar 30-an orang dewasa.

“Di mana setiap kamarnya dibatasi dengan jeruji besi sebagaimana bangunan sel (penjara),” kata Ahmad.

Ia menjelaskan, berdasarkan hasil penyelidikan sementara, puluhan orang yang ditahan di kerangkeng itu semula adalah pecandu narkoba dan remaja-remaja yang nakal. Lalu, dipekerjakan di kebun sawit dan pabrik. Namun, oleh Terbit, para pekerja tidak digaji.

3. Anggota komisi III dorong kepolisian bekerja sama dengan Komnas HAM

Anggota DPR: Warga Sipil Tidak Berhak Masukkan Manusia ke Sel PenjaraKomisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara didampingi Analis Pengaduan Masyarakat Komnas HAM RI menerima pengaduan Paguyuban PPNPN BPPT di Kantor Komnas HAM RI (Rabu, 5/1/2022). (dok. Humas Komnas HAM RI)

Taufik juga menyarankan agar kepolisian turut menggandeng Komnas HAM untuk membongkar dugaan perbudakan modern yang dilakukan oleh Terbit. Kepolisian, kata Taufik, pertama harus menelusuri bagaimana kerangkeng manusia itu digunakan, apakah kondisinya layak untuk dihuni oleh manusia, apakah di dalam kerangkeng itu terjadi tindak penyiksaan atau perlakuan lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat. 

"Kedua, pihak kepolisian harus mencari siapa yang terlibat dalam penggunaan kerangkeng manusia tersebut. Baik penanggung jawab utama maupun pihak-pihak yang mengetahui penggunaannya yang turut bertanggung jawab," kata Taufik. 

Sedangkan, ketiga, kepolisian harus menelusuri sejak kapan kerangkeng manusia tersebut digunakan. Polisi wajib mencari tahu siapa saja yang pernah dikerangkeng di tempat itu dan apa dampaknya bagi yang pernah berada di tempat tersebut baik secara fisik maupun psikologis.

"Bila ternyata hasil pengusutan ditemukan memang benar (kerangkeng) digunakan untuk memenjarakan seseorang, terlebih bila terdapat tindakan penyiksaan atau perlakuan yang tidak manusiawi, maka penegakan hukum harus dilakukan kepada semua yang bertanggung jawab. Pihak pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk memulihkan kondisi para korban," ungkap dia.  

Taufik juga menyebut bahwa Indonesia telah meratifikasi konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lainnya yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia melalui UU nomor 5 tahun 1998. Konvensi tersebut memberikan tanggung jawab negara untuk mencegah segala bentuk penyiksaan dan perlakuan lainnya yang kejam serta merendahkan martabat manusia.

"Sesuai dengan UU itu, pemerintah juga wajib melakukan penegakan hukum bila terdapat kejadian dan bertanggung jawab untuk memberikan pemulihan bagi korban," katanya lagi.

Baca Juga: Gak cuma Bikin Kerangkeng Manusia, Bupati Langkat Punya Orang Utan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya