Anggota Komisi 3 Akui Tak Galak Saat Rapat dengan Kapolri, Kenapa?

Mayoritas anggota Komisi 3 puji Kapolri dalam kasus Sambo

Jakarta, IDN Times - Suasana rapat kerja Komisi III DPR dengan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo pada Rabu, 24 Agustus 2022 lalu, di gedung DPR Senayan, terasa anti klimaks. Sebab, mayoritas anggota Komisi III DPR justru memuji Kapolri dalam menangani kasus pembunuhan berencana Brigadir J, yang melibatkan jenderal bintang dua. 

Sementara, situasi berbeda terlihat ketika Komisi III rapat dengan Menko Polhukam Mahfud MD yang juga ketua Kompolnas bersama beberapa lembaga pengawas eksternal kepolisian, sehari sebelumnya yakni pada Selasa 23 Agustus 2022. Publik menyaksikan langsung debat sengit antara anggota Komisi III dengan Mahfud MD.

Bahkan, Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa terlibat debat dengan Mahfud soal apakah keberadaan Kompolnas masih dibutuhkan. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyerahkan keputusan tersebut ke tangan DPR. Sebab, mereka lah yang menyusun undang-undang tentang Kompolnas. 

Anggota Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan, mengakui suasana anti klimaks tersebut. Namun, ia menyebut tak semua anggota komisi hukum DPR bersikap lembut ketika rapat dengan Kapolri Sigit. 

"Gak semua anggota (Komisi III) seperti itu (bersikap lembut ke Kapolri). Mungkin mereka menganggap yang telah dilakukan oleh Kapolri sudah luar biasa. Tapi, selain memuji tentu kita harus tetap memberikan catatan-catatan kritis," ungkap Trimedya yang ditemui media pada Kamis, 25 Agustus 2022, di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat. 

Ia menyebut, penting untuk terus memberikan penguatan kepada Kapolri. Jenderal Sigit, kata Trimedya, harus yakin ia didukung penuh oleh anggota Komisi III. 

"Dengan begitu, dia dapat menunjukkan leadership. Karena ini kan kasusnya melibatkan jenderal bintang dua," tutur politikus dari PDI Perjuangan tersebut.

1. Komisi 3 apresiasi Kapolri Sigit karena bisa tegas ke Sambo, meski teman dekat

Anggota Komisi 3 Akui Tak Galak Saat Rapat dengan Kapolri, Kenapa?Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Irjen Ferdy Sambo (ANTARA/HO-Polri)

Sementara, anggota Komisi III dari Partai Demokrat, Benny K. Harman, mengatakan salah satu alasan mengapa koleganya mengapresiasi Jenderal Sigit ketika rapat, karena ia dinilai bisa bersikap tegas ke Ferdy Sambo. Padahal, Sigit berkawan dekat dengan mantan Kadiv Propam itu. 

"Dia memiliki keberanian untuk melepaskan kedekatannya itu dan mengambil langkah-langkah hukum yang tegas dan sangat terbuka. Ini saya harus sampaikan apresiasi Pak Kapolri," ungkap Benny pada 24 Agustus 2022 lalu di Jakarta. 

Ia mengaku puas karena akhirnya Jenderal Sigit membebarkan secara lengkap mengenai kronologi awal peristiwa hingga ditangkapnya Sambo. Selama ini, anggota Komisi III hanya mendapatkan penjelasan dari media sosial atau lembaga pengawas eksternal kepolisian. 

"Kan, kita tidak tahu bagaimana sisi penanganan dari pihak polisi. Tadi dijelaskan dua tahap kan. Tahap pertama, peristiwa yang terjadi di Duren Tiga, lalu dilakukan rekayasa kasus. Setelah itu, ditemukan banyak kejanggalan, dan tahap kedua ditemukan kasus yang sebenarnya," tutur dia. 

Ia juga menjelaskan alasan sempat merekomendasikan agar Jenderal Sigit dinonaktifkan. Karena Jenderal Sigit diketahui memang dekat dengan Sambo. 

"Saya takut kedekatan ini akan mempengaruhi independensi, otonom Pak Kapolri dalam menangani kasus ini. Maka, saya sampaikan ke Menko Polhukam, mestinya saat itu Pak Kapolri diberhentikan sementara dulu," ujarnya lagi. 

Namun, kini Benny pun mengubah sikapnya usai mendengar penjelasan detail dari Jenderal Sigit pada Rabu lalu. Ia menilai Jenderal Sigit tetap independen dalam menangani kasus yang melibatkan Ferdy Sambo. 

Baca Juga: Insiden Mik Bocor, Kata Sayang Terdengar di Rapat DPR dengan Kapolri

2. Sambo dianggap tidak bersikap ksatria bila memilih mundur dari Polri

Anggota Komisi 3 Akui Tak Galak Saat Rapat dengan Kapolri, Kenapa?Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Irjen Ferdy Sambo (humas.polri.go.id)

Sementara, menurut Guru Besar FISIP Universitas Padjajaran, Bandung, Muradi, dalam sidang komisi etik Ferdy Sambo pantas untuk diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH). Namun, ia tak menampik bisa saja Sambo menempuh opsi mundur dari Polri, tetapi hal tersebut tetap tak menyelesaikan permasalahannya. 

"Karena poin pentingnya, dia melakukan (pembunuhan) itu ketika masih menjadi bagian dari anggota Polri. Sebagai ksatria, perwira, maka dia harus mengikuti dulu prosesnya. Artinya, sidang etik dijalani dulu baru kemudian disidang secara pidana," ungkap Muradi ketika diwawancarai oleh stasiun Kompas TV pada 24 Agustus 2022 lalu. 

Ia juga menjelaskan bahwa Sambo terlampau cepat menjadi jenderal bintang dua dan didapuk sebagai Kadiv Propam. Sambo, kata Muradi, tak pernah menjadi kapolda di daerah. Memang, ia pernah menjabat sebagai kapolres di Brebes. Tetapi, hanya selama sembilan bulan. 

"Ya, kalau orang sini menyebut, Pak FS polisi Jakarta lah. Karena posisinya hanya berganti dan muter-muter di Jakarta saja," kata dia. 

Di sisi lain, Muradi menyebut, Ferdy Sambo bisa cepat naik lantaran peran dari kakak asuh dari faksi tertentu di Polri.

"Sambo ini kan tidak ujuk-ujuk jadi jenderal. Dia mulai dari AKB, Kombes, jenderal bintang I dan jenderal bintang II. Kakak asuh menjadi master mind untuk mengendalikan semua, tidak hanya bisnis judi tetapi juga petambang," ujarnya. 

Muradi memberikan bocoran sosok kakak asuh, bisa personel Polri yang masih aktif atau sudah pensiun. "Bila terbukti Kekaisaran Sambo itu ada, maka kakak asuh itu juga harus diproses hukum," tutur dia. 

Maka, ia menyarankan Kapolri Sigit agar memanfaatkan momen kasus Ferdy Sambo sekaligus untuk bersih-bersih instansi kepolisian. 

3. Anggota Komisi III usulkan agar kewenangan Kadiv Propam dibatasi

Anggota Komisi 3 Akui Tak Galak Saat Rapat dengan Kapolri, Kenapa?Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Sementara itu, Trimedya mengakui sidang etik yang dijalani Sambo ironis. Sebab, dulu dialah yang memimpin jalannya sidang etik dan menjatuhkan hukuman bagi personel Polri yang melanggar aturan. 

Tetapi, ia juga mengakui kewenangan Sambo sebagai Kadiv Propam ketika itu terlampau besar. "Kan dia yang menjadi penyelidik, penyidik, jaksa, dan hakim. Dia pula yang memutuskan hukumannya apa," ungkap politikus PDI Perjuangan itu pada 25 Agustus 2022 lalu. 

Kewenangan yang besar itu tertuang di dalam Peraturan Polisi Nomor 7. Maka, Trimedya mengusulkan agar Perpol tersebut dievaluasi. 

"Perpol itu kan baru dibuat Juni 2022. Sementara, Pak Sambo belum genap satu tahun jadi Kadiv Propam. Bisa jadi dia yang mengusulkan agar kewenangannya ditambah," tutur dia. 

Ia berharap agar ke depan kewenangan Kadiv Propam tak terlampau besar. Kewenangan penyelidikan hingga menjatuhkan sanksi, kata Trimedya, sebaiknya tidak dipegang oleh satu orang. 

https://www.youtube.com/embed/zv44hi7C8jk

Baca Juga: Ini Alasan Polri Belum Munculkan Ferdy Sambo Berbaju Tahanan ke Publik

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya