Anggota Komisi I Bakal Minta Penjelasan Menhan soal Kesepakatan FIR

Sebagian ruang udara di Riau masih dikelola Singapura

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi I DPR dari fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, mengatakan akan meminta penjelasan kepada pemerintah mengenai kesepakatan tentang pelayanan ruang kendali udara (Flight Information Region) di atas Kepulauan Riau yang ternyata belum sepenuhnya dikelola oleh Indonesia. Berdasarkan kesepakatan FIR yang diteken oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Transportasi Singapura, S. Iswaran, tertulis di titik tertentu yang ruang kendali udaranya dekat dengan Negeri Singa, maka kendalinya didelegasikan oleh Indonesia ke Singapura.

Di titik tersebut, pada ketinggian 0-37 ribu kaki, maka pengelolaan ruang udaranya diberikan kepada otoritas penerbangan Singapura. Sedangkan, di ketinggian di atas 37 ribu kaki, tetap dikontrol oleh Indonesia. Hal ini menyebabkan publik bingung lantaran pemerintah mengklaim telah mengambil alih semua ruang kendali udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna dari Singapura.

"Kita nanti akan bahas ini secara detail kenapa kesepakatan itu hanya di atas 37 ribu (kaki) yang dikelola oleh Indonesia. Apakah ada alasan, apakah ada perjanjian atau bagaimana. Nah, hal inilah yang harus dibuka secara detail," ujar Dave ketika berbicara di gedung DPR Senayan pada Rabu, (26/1/2022). 

Rencananya, pada Kamis, 27 Januari 2022, bakal digelar rapat kerja antara Komisi I dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima TNI dan kepala staf angkatan. Dave mengaku akan menanyakan poin kesepakatan FIR tersebut kepada Menhan Prabowo dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Fadjar Prasetyo. 

Ketika ditanya apakah ada dampaknya bila Indonesia hanya diberi kewenangan memberi pelayanan bagi ruang kendali udara di atas 37 ribu kaki, Dave mengaku belum bisa menjawab. DPR, kata Dave, bakal meminta penjelasan lebih lanjut dari pemerintah terkait kesepakatan tersebut. Baru kemudian, ia akan menyampaikan pendapatnya.

Lalu, apa catatan khusus yang diberikan Dave usai Indonesia diberi kewenangan lebih luas terkait ruang kendali udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna?

1. Perluasan ruang kendali udara yang dimiliki RI harus dibarengi dengan infrastruktur yang lebih modern

Anggota Komisi I Bakal Minta Penjelasan Menhan soal Kesepakatan FIRKapal nelayan di Selat Lampa, Natuna (ANTARA News/Natisha Andarningtyas)

Meski belum bisa mengomentari soal poin-poin kesepakatan FIR antara pemerintah dengan Singapura, namun Dave memiliki catatan khusus. Ketika Indonesia diberikan kewenangan kendali ruang udara yang lebih luas, maka harus dibarengi juga dengan kepemilikan infrastruktur yang lebih kuat. Selain untuk keselamatan pesawat-pesawat yang melintas di ruang udara tersebut, juga agar ruang udara Indonesia tak lagi diganggu. 

Menurut Dave, Indonesia harus memiliki radar yang mencakup seluruh wilayah sehingga mampu memonitor pesawat yang lalu-lalang di ruang udara tersebut. "Jadi, seandainya ada (pesawat) yang melanggar masuk ke wilayah kita, maka secara hukum kita memiliki landasan hukum yang kuat untuk menembak pesawat-pesawat tersebut," kata politikus muda tersebut.

Selain, akhirnya memiliki kewenangan untuk mengendalikan ruang udara yang lebih luas, Indonesia juga masih menikmati keuntungannya secara ekonomi. Sebab, Singapura berkewajiban menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan penerbangan, yang diberikan kepada pesawat yang terbang dari dan menuju ke Singapura kepada pihak Indonesia.

Baca Juga: Indonesia Akhirnya Ikut Kelola Navigasi Udara di Atas Pulau Natuna

2. Pemerintah dianggap belum siap untuk mengambil alih ruang kendali udara di atas Riau

Anggota Komisi I Bakal Minta Penjelasan Menhan soal Kesepakatan FIRInstagram/@hikmahantojuwana

Sementara, kritik pun mulai menghujani pemerintah terkait kesepakatan FIR tersebut. Salah satunya datang dari Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana justru mempertanyakan mengapa tak semua kendali ruang udara di atas Riau dikuasai sepenuhnya oleh Indonesia.

Pemerintah malah sepakat di ketinggian 0-37 ribu kaki didelegasikan ke Singapura. Belum lagi menurut pemberitaan di media Negeri Singa, pendelegasian itu bakal berlangsung selama 25 tahun ke depan. Bahkan, pendelegasian itu bisa diperpanjang hingga lebih dari 25 tahun. 

"Ini berarti, Pemerintah Indonesia tidak melakukan persiapan serius untuk benar-benar mengambil FIR di atas Kepulauan Riau," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulis pada Selasa, 25 Januari 2022 lalu. 

Ia menambahkan FIR atas ruang udara suatu negara yang tunduk pada kedaulatan negara memang bisa saja dikelola oleh negara lain. Namun, Hikmahanto mewanti-wanti, bila FIR tersebut dikelola oleh negara lain, justru menunjukkan ketidakmampuan negara tersebut untuk mengelola FIR-nya. 

Pria yang juga menjadi rektor di Universitas Jenderal Soedirman itu juga mengingatkan bahwa kendali udara di ketinggian 0-37 ribu kaki di Kepulauan Riau akan memberikan keuntungan besar bagi Bandara Changi, Singapura. Apalagi lalu lintas pesawat yang lewat di sana tergolong padat. 

"Apa Indonesia rela bila Changi terus berkembang secara komersial karena FIR di atas Kepulauan Riau dipegang oleh Singapura dan bukan Bandara Soekarno-Hatta?" kata dia lagi. 

3. Kemenko Marves sebut Indonesia mampu mengelola ruang kendali udara di Kepulauan Riau

Anggota Komisi I Bakal Minta Penjelasan Menhan soal Kesepakatan FIRGambaran FIR di Natuna yang dikelola oleh Indonesia (Tangkapan layar dari Airnav)

Pendapat Hikmahanto itu kemudian direspons oleh juru bicara Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi. Ia menepis Indonesia mendelegasikan ruang kendali udara di ketinggian 0-37 ribu kaki itu ke Negeri Singa lantaran tak mampu mengelola sendiri. Jodi menegaskan pendelegasian ruang udara di atas Kepulauan Riau lebih menyangkut faktor keamanan dan keselamatan penerbangan. 

"Indonesia mendelegasikan pelayanan jasa penerbangan kepada Singapura untuk menjaga keselamatan dan efektivitas pelayanan penerbangan yang masuk dan keluar dari Changi Airport dan melalui FIR Indonesia," ungkap Jodi dalam keterangan tertulis pada hari ini. 

Ia menambahkan pengaturan itu dibutuhkan agar tidak benturan dan tumpang tindih dalam mengkoordinasikan secara efektif lalu lintas pesawat udara yang akan terbang dari dan menuju ke Negeri Singa.

Baca Juga: MAKI: Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Jangan hanya di Atas Kertas

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya