Anggota Komisi I Minta Publik Bisa Akses Dokumen FIR RI-Singapura

Pemerintah tak seharusnya delegasikan FIR ke Singapura

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sukamta, mendesak pemerintah agar menjelaskan secara rinci isi kesepakatan kendali pelayanan ruang udara (FIR), yang diteken RI dengan Singapura di Bintan, Riau, pada 25 Januari 2022.

Sebab, kata Sukamta, kesepakatan tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak. Sehingga, menurut dia, publik juga perlu tahu detail kesepakatannya. 

"Kesepakatan ini juga menyangkut kedaulatan negara. Dokumen kesepakatan terkait ekstradisi, pelayanan ruang udara (FIR) dan pertahanan yang telah ditandatangani wajib bisa diakses oleh publik," ungkap Sukamta dalam keterangan tertulis, Selasa (1/2/2022). 

Sukamta menilai selama ini poin-poin yang beredar di masyarakat bukanlah dokumen resmi yang telah ditandatangani. Dia mengatakan selama ini wilayah di Kepulauan Natuna dan Riau sangat strategis bagi Indonesia. Maka, tak berlebihan bila publik berharap kedaulatan di darat, laut, dan udara berada dalam ruang kendali Indonesia. 

Salah satu poin yang disorot publik, yakni tercantum satu klausul bahwa area udara di sekitar Kepulauan Riau dan Natuna pada ketinggian tertentu dikelola Singapura. Pemerintah Indonesia memilih mendelegasikan ruang udara di ketinggian 0-37 ribu kaki ke otoritas di Singapura. Sedangkan, RI mengelola ruang udara di atas 37 ribu kaki.

Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menilai kesepakatan FIR adalah perjanjian yang buruk. Ia menilai Singapura cerdik sehingga para negosiator Indonesia bisa terkecoh. 

Mengapa ia berpandangan demikian?

1. Singapura cerdik karena menggandeng kesepakatan FIR dengan dua perjanjian lainnya

Anggota Komisi I Minta Publik Bisa Akses Dokumen FIR RI-SingapuraPakar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Dalam keterangan tertulisnya, Hikmahanto mengatakan, ada dua hal yang menunjukkan Singapura cerdik ketika bernegosiasi dengan Indonesia mengenai FIR. Pertama, Negeri Singa seolah memahami bahwa negosiator dari Indonesia condong tak bermain di level detail.

Padahal, kata Hikmahanto, dalam hukum, ada adagium the devil is in the details yang bermakna sering kali permasalahan muncul dari detail-detail kecil. "Bila lawan negosiasi tidak suka dengan urusan detail, maka akan menjadi makanan empuk," ungkap dia. 

Ia mengatakan boleh saja pemerintah bangga dan menyampaikan ke publik bahwa pengelolaan FIR di seluruh udara di Tanah Air sudah berhasil direbut. Apalagi proses itu membutuhkan waktu selama bertahun-tahun. 

"Padahal, dalam kenyataannya Singapura masih tetap menjadi pihak yang mengelola, karena diberi mandat oleh Indonesia untuk mengelola FIR di ketinggian 0-37 ribu kaki," kata dia. 

Apalagi, kata Hikmahanto, banyak pesawat lalu-lalang di ketinggian tersebut. Sehingga, tetap akan mengukuhkan Bandara Internasional Changi sebagai hub penerbangan dunia. Sementara, Indonesia diberikan kewenangan mengelola FIR di ketinggian lebih dari 37 ribu kaki di atas Riau. 

Bahkan, pendelegasian itu diberikan Indonesia ke Singapura selama 25 tahun ke depan. Kesepakatan tersebut bisa diperpanjang bila disetujui kedua negara. 

"Ini berarti, pemerintah Indonesia tidak memiliki cetak biru untuk melakukan pengambilalihan mulai dari infrastruktur yang dibutuhkan hingga SDM untuk mengoperasikannya," tutur dia. 

Kecerdikan kedua dari Singapura, lanjut Hikmahanto, yakni menggandeng perjanjian FIR dengan perjanjian pertahanan dan ekstradisi. Dengan membuat kesepakatan bertautan seperti ini, kata dia, dinilai sangat merugikan Indonesia. 

"Singapura tahu untuk efektif berlakunya perjanjian FIR, maka selain dokumen kesepakatan itu wajib diratifikasi oleh parlemen masing-masing kedua negara, juga harus dilakukan pertukaran dokumen ratifikasi," kata dia. 

Bila kesepakatan itu hanya satu saja yang diratifikasi, maka Singapura tidak akan menyerahkan dokumen ratifikasi. Praktis, kata Hikmahanto, perjanjian tidak akan efektif berlaku. 

Baca Juga: Ada FIR Jakarta, TNI AU Tak Perlu Izin Singapura untuk Landing di Riau

2. TNI AU klaim kesepakatan RI-Singapura soal FIR adalah perjanjian yang baik

Anggota Komisi I Minta Publik Bisa Akses Dokumen FIR RI-SingapuraKepala Staf TNI Angkatan Udara, Fadjar Prasetyo (Dokumentasi TNI AU)

Sementara, menurut TNI Angkatan Udara, kesepakatan mengenai FIR yang ditandatangani antara Singapura dan Indonesia di Bintan, Riau, pada 25 Januari 2022, justru dianggap perjanjian yang baik.

Kepala Staf TNI AU, Marsekal Fadjar Prasetyo, mengatakan kesepakatan tersebut untuk kepentingan keamanan, pertahanan dan penerbangan Indonesia.

Dikutip dari kantor berita ANTARA, 29 Januari 2022, menurut Fadjar salah satu manfaat yang bakal bisa diperoleh dari perjanjian tersebut, yakni TNI AU tak perlu meminta izin Singapura apabila melintas atau landing di wilayah Kepulauan Riau dan sekitarnya. 

"Tidak (tak perlu izin ke Singapura), sekarang dikontrol oleh Jakarta," ungkap Fadjar yang dulu menjabat Pangkogabwilhan II itu. 

Selain itu, Fadjar menyebutkan, TNI AU melalui Komando Operasi Udara Nasional (Koopsudnas), akan bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait pengelolaan FIR tersebut. Salah satu mitra yang akan diajak bekerja sama adalah Airnav Indonesia.

"Seluruh personel Koopsudnas harus segera menyesuaikan diri dengan tugas dan tanggung jawab yang baru. Terlebih dengan ditandatanganinya FIR di wilayah Kepulauan Riau," kata dia. 

3. Prabowo menilai kesepakatan FIR dengan Singapura untungkan kedua negara

Anggota Komisi I Minta Publik Bisa Akses Dokumen FIR RI-SingapuraMenteri Pertahanan, Prabowo Subianto ketika menghadiri rapat kerja dengan komisi I DPR (www.instagram.com/@kemhanri)

Sementara, Menteri Pertahanan Letjen (Purn) Prabowo Subianto mengklaim, kesepakatan soal kendali FIR yang diteken RI dengan Singapura tetap saling menguntungkan bagi kedua negara.

"Saya kira gak ada kerugian (dari kesepakatan FIR dengan Singapura). Malah ini saling menguntungkan. Kita perlu persahabatan dan kerja sama dengan Singapura karena mereka kan tetangga yang dekat. Jadi, saya kira ini saling menguntungkan," ungkap Prabowo ketika berbicara di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada 27 Januari 2022. 

Ketua Umum Partai Gerindra itu juga menyebut selama ini Singapura menjadi tetangga dekat, dan telah menjadi sahabat bagi Indonesia. Maka, kerja sama yang dibangun pun perlu saling menguntungkan. 

"Singapura ini tetangga kita yang dekat dari dulu," kata Prabowo. 

Sementara, ketika ditanya alasan Indonesia bersedia mendelegasikan ruang kendali udara di atas 37 ribu kaki, Prabowo menyerahkan hal tersebut kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Ia malah mengaku lega karena perjanjian kerja sama dengan Singapura yang mandek selama puluhan tahun ini akhirnya rampung.

"Yang penting setelah sekian puluh tahun, akhirnya kita sekarang sudah ada kerangka perjanjian dan benar-benar kepentingan bagi dua negara telah kami akomodasi," tutur Prabowo. 

Baca Juga: Sebagian FIR Masih Dikuasai Singapura, Prabowo: RI Tak Rugi

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya