Anggota MKEK IDI Sebut Disertasi Terawan soal Terapi DSA Cacat Fatal

MKEK IDI duga Unhas ditekan agar loloskan disertasi Terawan

Jakarta, IDN Times - Anggota Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Rianto Setiabudy, mengungkap adanya kecacatan yang fatal dalam disertasi mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk meraih gelar doktor pada 2016 lalu dari Universitas Hasanuddin, Makassar. Sehingga, kata Rianto, Terawan harusnya tak dipromosikan menjadi doktor. 

Pada 2016 lalu, Terawan dinyatakan berhasil meraih gelar doktor usai mengajukan disertasi dengan judul "Efek Intra Arterial Heparin Flushing terhadap Cerebral Flood Flow, Motor Evoked Potensials, dan Fungsi Motorik pada Pasien Iskemik." Hasil pengujian terhadap disertasi itu tertulis sangat memuaskan. 

Belakangan, mulai muncul pergunjingan di kalangan dokter bahwa metode yang diajukan oleh Terawan tidak memenuhi syarat klinis sebagai metode penyembuhan stroke. Dari sini lah, awal mula perseteruan Terawan dengan IDI. 

"Saya bisa memahami keresahan yang ada di benak publik. Rata-rata menanyakan mengapa seseorang yang sudah meraih S3 lalu diragukan kesahihan temuannya," ungkap Rianto ketika mengikuti rapat kerja di parlemen dan dikutip dari YouTube Komisi IX DPR, Rabu (6/4/2022). 

"Jadi, ada dari disertasi itu yang mengandung kelemahan-kelemahan substansial. Salah satunya menggunakan obat heparin," tutur dokter spesialis farmakologi jebolan Universitas Indonesia (UI) itu. 

Ia menjelaskan, terapi Digital Substraction Angogram (DSA) yang dipromosikan oleh Terawan, yakni metode radiologi dengan cara memasukan kateter ke pembuluh darah di bagian paha hingga di bagian otak. Di sana akan dilepas zat kontras. 

"Zat kontras itu untuk mengetahui di mana letak mampetnya itu (darah). Supaya kateter itu terbuka, diberikanlah sedikit dosis heparin untuk mencegah pembekuan darah di ujung kateter. Jadi, dosis (heparin) yang kecil ini tidak bisa diharapkan merontokan gumpalan darah itu. Jadi, (heparin) hanya mampu mencegah pembekuan darah sementara," katanya memberikan penjelasan. 

Di dalam rapat tersebut, Rianto bahkan menyebut, promotor disertasi Terawan diduga mendapat tekanan dari pihak luar agar meluluskan mantan Menkes itu sebagai doktor. Apa tanggapan Unhas soal adanya tuduhan tersebut?

1. Heparin tidak ampuh mengobati pasien yang alami stroke lebih dari 1 bulan

Anggota MKEK IDI Sebut Disertasi Terawan soal Terapi DSA Cacat FatalAnggota Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Rianto Setiabudi ketika mengikuti rapat kerja dengan komisi IX DPR pada Senin, 4 April 2022. (Tangkapan layar YouTube Komisi IX DPR)

Lebih lanjut, Rianto mengatakan, pasien yang diklaim telah disembuhkan oleh Terawan rata-rata sudah mengalami stroke lebih dari satu bulan. Di dunia medis, zat heparin yang digunakan di dalam terapi DSA tidak akan mampu meluruhkan pembekuan darah pada orang-orang yang mengalami stroke lebih dari satu bulan. 

"Pembekuan darah pada pasien stroke lebih dari satu bulan, sudah sangat mengeras. Yang bisa melarutkan pembekuan darah adalah zat lain yang bernama trombolitik agent. Itu pun hanya akan efektif bila diberikan kepada pasien stroke di bagian otak yang baru berusia beberapa jam," katanya.

Kecacatan kedua, penelitian uji klinik yang dilakukan oleh Terawan tidak memiliki uji kelompok pembanding. Padahal, di dalam ilmu pengetahuan, para ahli sulit menerima uji klinik yang dilakukan tanpa uji pembanding. Dari uji pembanding itu, penelitian terapi cuci otak Terawan bisa mendapatkan masukan dari para ahli lainnya. 

"Ini adalah desain penelitian yang cacat besar," tutur dia. 

Kecacatan ketiga dari penelitian Terawan, lanjut Rianto, yakni menggunakan parameter pengganti dalam penelitiannya. Menurut Rianto, parameter yang baik tak boleh menggunakan parameter pengganti, melainkan tolak ukur yang benar-benar dirasakan oleh para pasien Terawan. 

"Misalnya, tadi pasien gak bisa mengurus diri sekarang bisa. Semula, pasien tidak bisa berjalan sekarang bisa berjalan. Itu adalah tolak ukur yang benar," katanya. 

Kecacatan keempat menyangkut dasar sampel 75 orang tidak jelas. Kecacatan kelima, Terawan dianggap menggunakan prosedur diagnostik untuk melakukan terapeutik. 

"Ini kalau boleh saya analogikan, kalau ada seseorang yang batuk darah pergi ke dokter, dokternya lalu mengatakan kamu rontgen dulu. Setelah dirontgen, dokternya mengatakan, hasil rontgen itu lah yang jadi pengobatannya. Sehingga, beralih fungsi dan sulit diterima dengan nalar akal sehat," kata dia. 

Baca Juga: Komisi IX Desak IDI Cari Solusi Agar Terawan Batal Dipecat Permanen

2. Para pembimbing disertasi Terawan disebut sejak awal tahu kecacatan penelitian DSA

Anggota MKEK IDI Sebut Disertasi Terawan soal Terapi DSA Cacat FatalMantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Lebih lanjut, Rianto mengatakan, sejak awal tim pembimbing Terawan di Universitas Hasanuddin sudah tahu soal kelemahan penelitian terapi DSA untuk meraih gelar doktor.

"Namun, mereka (para pembimbing) terpaksa mengiyakan (penelitian Terawan), karena konon ada tekanan eksternal yang saya sama sekali tidak tahu itu bentuknya apa," ungkap Rianto blak-blakan. 

Kesimpulan bahwa disertasi metode cuci otak Terawan tidak cukup ampuh untuk mengobati pasien stroke, sudah lebih dulu disampaikan oleh guru besar ahli saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Teguh Ranakusuma pada 2016 lalu.

Menurut dia, metode cuci otak tak bisa dijadikan rujukan untuk pengobatan, tapi hanya untuk deteksi dini. Namun, Terawan berkukuh bahwa metode cuci otak tersebut bisa dijadikan sebagai terapi. 

3. Universitas Hasanuddin tantang IDI buktikan tuduhan ada tekanan untuk meloloskan disertasi Terawan

Anggota MKEK IDI Sebut Disertasi Terawan soal Terapi DSA Cacat FatalPemandangan pintu masuk dan tugu nama kampus Universitas Hasanuddin di Tamalanrea, Kota Makassar. (Dok. Direktorat Komunikasi Universitas Hasanuddin)

Pernyataan dari anggota MKEK IDI itu direspons oleh Universitas Hasanuddin. Kepala Sub Direktorat Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik Unhas Ishaq Rahman meminta IDI membuktikan tuduhan adanya tekanan yang diterima oleh Unhas, agar meloloskan Terawan sebagai doktor. 

"Kami sudah bicara dengan Prof Irawan, karena Beliau promotornya Dr. Terawan. Jadi, ada dua hal. Pertama MKEK IDI harus membuktikan tudingannya," ungkap Ishaq ketika dihubungi pada Rabu, 6 April 2022. 

Kedua, kata Ishaq, Unhas yakin sosok Prof Irawan sebagai akademisi yang memiliki integritas. Dia merupakan akademisi yang menjaga marwah akademik dan norma-norma ilmiah.

"Kami tidak ada melihat Beliau gampang ditekan atau bisa diatur-atur. Beliau adalah akademisi yang betul-betul menjaga namanya marwah akademik dan menjunjung tinggi norma-norma ilmiah. Tudingan hal itu menjadi serius sebenarnya," ujar dia. 

Ia pun mendorong agar MKEK IDI dapat membuktikan tuduhan tersebut, agar tak menimbulkan beragam spekulasi di ruang publik. 

Baca Juga: Tiga Putusan Lengkap MKEK IDI yang Pecat Terawan Sebagai Dokter

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya