Ajukan Kasasi ke MA, Ini Argumen KPK untuk Jerat Lagi Sofyan Basir

KPK mengklaim Sofyan tak diputus bebas murni

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung karena tak puas terhadap putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang telah menjatuhkan vonis bebas bagi eks Dirut PLN, Sofyan Basir. Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan kasasi resmi diajukan pada Jumat (15/11) lalu. 

Salah satu argumen yang nantinya dituangkan ke dalam memori kasasi menurut Febri yakni putusan bagi Sofyan bukan bebas murni melainkan putusan lepas. Lho, mengapa bisa begitu? 

"Sebab yang dijadikan dasar oleh majelis hakim dalam mengambil keputusan karena ketidaktahuan atau tidak terbukti sikap sengaja dari terdakwa (Sofyan) bahwa Eni (mantan anggota DPR dari komisi VII) menerima suap dari Kotjo (pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo). Kami akan tuangkan lebih lanjut secara sistematis fakta-fakta yang sudah terungkap di persidangan namun belum menjadi pertimbangan bagi majelis hakim," kata Febri pada Senin (18/11) malam kemarin. 

Menurut komisi antirasuah, apabila fakta dan bukti-bukti tersebut dipertimbangkan oleh majelis hakim maka seharusnya dakwaan terhadap Sofyan bisa terbukti. Oleh sebab itu, KPK akan menyerahkan salah satu buktinya berupa rekaman sidang. 

"Karena di sana akan terlihat pada persidangan kapan itu keterangan (disampaikan), seperti apa (isi keterangan) dan bukti-bukti lain akan kami jelaskan lebih lanjut," tutur dia lagi. 

Lalu, fakta apa saja yang dianggap oleh KPK sudah diabaikan oleh majelis hakim?

1. Sofyan Basir berperan untuk mempercepat proses realisasi proyek PLTU Riau-1 dengan menerabas sejumlah aturan

Ajukan Kasasi ke MA, Ini Argumen KPK untuk Jerat Lagi Sofyan BasirIDN Times/Santi Dewi

Menurut keterangan KPK, salah satu peran penting Sofyan dalam proyek PLTU mulut tambang Riau 1 di Riau yakni mempercepat agar proyek itu bisa segera terealisasi. Namun, diduga ada sejumlah aturan yang diterabas. 

Salah satunya ia meneken PPA (Power Purchase Agreement) proyek pada 29 September 2017. PPA menjadi dasar kesepakatan untuk melanjutkan realisasi proyek PLTU Riau-1. Sebab, jangka waktu pasokan batu bara untuk proyek itu tergantung pada kesepakatan PPA yang diteken. Sedangkan, PPA secara resmi ditanda tangani pada 6 Oktober 2017. 

"Padahal, ketika dokumen itu ditanda tangani, belum dibahas dengan direksi PLN lainnya. Selain itu, saat PPA ditanda tangani belum dimasukan proposal penawaran anak perusahaan, belum ada penandatanganan LOI (letter of intent), belum dilakukan persetujuan dan evaluasi serta negosiasi harga jual beli listrik antara PLN dengan anak perusahaan lainnya," tutur Febri melalui keterangan tertulis pada (6/11) lalu. 

Menurut KPK, sejak awal Sofyan juga sudah tahu terpidana Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham akan mendapat sejumlah uang sebagai imbalan dari pengusaha Johannes Kotjo apabila proyek itu berhasil diwujudkan. Sementara, dalam fakta persidangan terungkap Eni terbukti menerima suap dari Kotjo senilai Rp4,75 miliar. 

Baca Juga: [BREAKING] Divonis Bebas, Sofyan Basir Dilepaskan dari Rutan Hari Ini

2. Sejak awal Sofyan Basir ikut membantu mempertemukan Eni Saragih dengan pengusaha Johannes Kotjo dan Direktur Pengadaan Strategis PLN

Ajukan Kasasi ke MA, Ini Argumen KPK untuk Jerat Lagi Sofyan Basir(Terdakwa kasus korupsi PLTU Riau-1 Sofyan Basir) ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Sofyan Basir didakwa dengan dua pasal yakni pasal suap yang dihubungkan dengan pasal 15 UU Tindak Pidana Korupsi dan pasal 56 ke-2 KUHP. Di dalam pasal 56 ke-2 mengatur: 'dipidana sebagai pembantu kejahatan, mereka yang sengaja memberikan kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.'

"Agar bisa terbukti pasal 15 UU Tipikor atau pasal 56 ke-2 KUHP ini tidak mengisyaratkan pihak yang membantu harus mendapatkan keuntungan langsung," ujar Febri. 

Menurutnya, baik Eni dan Sofyan mengakui sempat bertemu sebanyak sembilan kali. Pertemuan terjadi di ruang kerja Sofyan di PLN, di kediaman pribadi Sofyan, di lounge BRI, tempat ia bekerja dulu, hingga kediaman pribadi Setya Novanto. 

"Bahkan, dalam pertemuan itu turut mengajak Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN," tutur dia lagi. 

Padahal, idealnya untuk membahas mengenai urusan pekerjaan sebaiknya dilakukan di kantor. 

3. Sofyan Basir sempat mencabut keterangannya di BAP yang menyebut ia tahu Eni Saragih akan terima suap dari pengusaha Kotjo

Ajukan Kasasi ke MA, Ini Argumen KPK untuk Jerat Lagi Sofyan BasirANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Poin lain yang diduga oleh KPK tak dipertimbangkan oleh majelis hakim yakni mengenai keterangan Sofyan yang pernah ditulis di Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Di dalam BAP, saat ia masih berstatus saksi itu tertulis Sofyan sebenarnya sudah tahu apabila Eni membantu pengusaha Kotjo, maka ia akan mendapatkan sejumlah uang. Selain itu, Eni pernah menyampaikan ia ditugaskan oleh partai tempatnya bernaung, Golkar, untuk mengawal proyek PLTU Riau-1. 

Tetapi, tiba-tiba Sofyan mencabut keterangannya di BAP. Kendati ia mengubah isi di BAP, namun mantan Dirut BRI itu mengaku melakukan hal tersebut bukan atas paksaan dari pihak penyidik. 

"Poin-poin itu akan kami matangkan dalam memori kasasi yang disiapkan oleh jaksa," kata dia. 

Proyek PLTU Riau-1 sendiri belum terealisasi. Rencananya apabila nanti dibangun, maka PLTU itu memiliki kapasitas 2X300 MW. Nilai proyek tersebut mencapai US$900 juta dengan target pengerjaan 2023 hingga 2024. Sayangnya, dikhawatirkan proyek itu tak lagi berjalan usai diperiksa oleh KPK. 

Kasus dugaan korupsi ini terungkap dari operasi senyap terhadap Eni Maulani Saragih pada 13 Juli 2018. Ia diduga menerima suap dari pengusaha Johannes Kotjo. Keduanya, telah divonis dan dijebloskan ke penjara. 

Baca Juga: Sofyan Basir Divonis Bebas, Ma'ruf Amin: Hormati Proses Hukum

Topik:

Berita Terkini Lainnya