Arsul Sani: Mahfud MD Tak Berwenang Ungkap Laporan PPATK ke Publik

PPATK hanya bisa lapor ke presiden dan DPR

Jakarta, IDN Times - Sikap dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD yang menyampaikan sebagian isi laporan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) ke ruang publik menjadi salah satu yang disorot oleh sejumlah anggota komisi III DPR. Sebab, menurut mereka kegaduhan tentang adanya transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun itu bisa dicegah. 

Salah satu yang mempertanyakan kewenangan Mahfud membagikan informasi yang bersifat rahasia itu ke ruang publik adalah anggota komisi III, Arsul Sani. Merujuk kepada Peraturan Presiden nomor 6 tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), tidak tertulis tugas dari ketua maupun anggota komite tersebut yang diminta menyampaikan laporan PPATK ke ruang publik. Tugas dari komite nasional itu tercantum di pasal 4.

"Jadi, gak ada fungsi komite itu untuk mengumumkan, menggelar konpers, untuk berbicara mengenai (transaksi janggal) Rp349 triliun terkait TPPU di satu kementerian atau lembaga," ungkap Arsul di dalam rapat kerja dengan PPATK dan dikutip dari YouTube komisi III DPR pada Selasa, (21/3/2023). 

"Saya juga ingin menyampaikan kepada Pak Menko dan seluruh yang menjadi anggota di tim ini, gak ada kewenangannya di sini untuk mengumumkan (isi laporan PPATK)," kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu. 

Lantaran tidak tertulis di dalam Perpres, katanya, bukan berarti Mahfud bisa menyampaikan hasil laporan itu ke ruang publik. "Karena apa? Sesuai dengan UU nomor 8 tahun 2010, harus diletakan prinsip kerahasiaan," ujarnya. 

Ia menggaris bawahi bahwa yang harus dirahasiakan tidak terbatas pada dokumen tetapi juga keterangan. Meskipun isi keterangan tersebut, kata Arsul, tidak dirinci. 

Maka, anggota komisi III DPR menunggu kehadiran Mahfud untuk memberikan klarifikasinya di parlemen. Berdasarkan informasi, rapat kerja bersama Mahfud digeser menjadi Rabu, (29/3/2023). 

Apakah Kemenko Polhukam sudah mengetahui undangan dari parlemen tersebut?

1. Mahfud siap hadir di DPR dan bawa bukti otentik

Arsul Sani: Mahfud MD Tak Berwenang Ungkap Laporan PPATK ke PublikMenko Polhukam, Mahfud MD (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Sebelumnya, Mahfud menegaskan bahwa ia tidak bercanda ketika menyebut ingin membuat terang permasalahan dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp300-an triliun itu. Forum yang paling pas menurutnya, keterangan itu dibuka di parlemen. 

Bahkan, di dalam akun media sosialnya, Mahfud sudah siap untuk memberikan keterangan menyeluruh di hadapan anggota komisi III DPR pada Senin, (20/3/2023). Lalu, rapat digeser menjadi Jumat, (24/3/2023). Tetapi, informasi terbaru, Mahfud diundang datang rapat bersama komisi III DPR pada Rabu, (29/3/2023). 

Pihak Kemenko Polhukam menyebut bahwa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu siap hadir pada Rabu pekan depan. Rencananya, agenda pada pekan depan, rapat tidak hanya bersama Menko Mahfud tetapi juga bersama PPATK. 

Di sisi lain, Arsul juga menegaskan bahwa PPATK hanya berhak menyampaikan laporannya kepada dua pihak yakni presiden dan DPR. Hal tersebut diatur di dalam UU nomo 8 tahun 2010 tentang TPPU. 

"Disebut di dalam pasal 47 ayat 2 bahwa ada pengecualian terhadap kerahasiaan yakni kewajiban untuk menyampaikan kepada presiden dan DPR. Jadi, kalau disampaikannya ke DPR, di ruangan ini dan secara terbuka, itu bisa merupakan pengecualian," kata pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR tersebut.

Seandainya rapat bersama PPATK diminta tertutup pun, ujar Arsul, hal itu bagian dari sikap yang menunjukkan kehati-hatian. 

Baca Juga: Politikus Gerindra Dorong Bentuk Pansus Transaksi Mencurigakan Rp349 T

2. Politisi Demokrat duga Menko Polhukam dan Kepala PPATK punya niat politik yang tak sehat

Arsul Sani: Mahfud MD Tak Berwenang Ungkap Laporan PPATK ke PublikAnggota Komisi III DPR Benny K. Harman (ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo)

Sementara, anggota komisi III DPR lainnya, Benny K. Harman menduga kuat Menko Mahfud dan Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana memiliki niat politik yang tidak sehat lantaran membuka hasil laporan tersebut ke ruang publik. Hal itu lantaran di dalam undang-undang, PPATK adalah lembaga independen dan hanya bertanggung jawab kepada presiden. 

"Kalau saya cermati, saudara Menko Polhukam dan Kepala PPATK punya niat politik yang tidak sehat. Mereka mau memojokan Kemenkeu atau sejumlah tokoh di Kemenkeu. Itu yang saudara lakukan," ungkap Benny pada rapat pada Selasa kemarin. 

Di dalam rapat tersebut, politisi Partai Demokrat itu pun bertanya apakah PPATK pernah diminta melaporkan kasus yang kini jadi sorotan di Kementerian Keuangan. Ivan pun menjawab bahwa Mahfud selaku ketua komite nasional pernah meminta data terkait kasus mantan pegawai Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. 

"Beliau waktu itu bertanya apakah kami sudah pernah mengirimkan hasil analisis atau belum. Beliau minta list secara agregat umum," kata Ivan. 

Ia pun mengaku juga sudah menyerahkan laporan terkait perkara yang menjerat Rafael Alun ke Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Laporan tersebut diserahkan melalui Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung.

Semula, ia ingin serahkan dokumen itu kepada Menteri Sekretaris Negara, Pratikno. Namun, urung dilakukan lantaran ia masih dalam kondisi sakit. 

3. Politisi Gerindra minta agar dibentuk pansus untuk buat terang transaksi Rp349 triliun

Arsul Sani: Mahfud MD Tak Berwenang Ungkap Laporan PPATK ke PublikIlustrasi Pencucian Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa mendorong agar komisi III pada rapat mendatang membentuk panitia khusus untuk mengusut dugaan transaksi janggal pencucian uang senilai Rp349 triliun. Desmond ingin isu yang kini berkembang di masyarakat tersebut bisa dipertanggung jawabkan dan tak menguap begitu saja. 

"Kalau sekarang kan menguap? Mengapa menguap karena tidak ada tindakan apa-apa dari presiden. Harapannya ada tindakan yang cukup dari presiden untuk menjaga kepercayaan publik bahwa sumber pendapatannya tidak terpercaya hari ini. Maka, DPR ke depan harus melakukan pansus," ungkap Desmond usai rapat dengan PPATK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa kemarin.

Ia menambahkan bahwa rapat-rapat di komisi III selanjutnya akan menentukan apakah pengusutan dugaan transaksi janggal tersebut perlu pansus atau tidak. "Bila tidak jelas, maka akan kami pansuskan. Ini kan (menyangkut) hajat hidup orang banyak, APBN, sumber pendapatan negara, pajak dan bea cukai," tutur politisi Partai Gerindra itu. 

Meski begitu, Desmond mengakui bahwa dorongan agar dibentuk pansus baru usulan semata-mata dari dirinya. Menurutnya, pengusutan dugaan transaksi janggal senilai Rp349 triliun itu perlu dibentuk pansus. 

"Agar semua bisa lebih terbuka kan? PPATK bisa terbuka, Pak Mahfud bisa lebih terbuka, Ditjen Pajak dan Bea Cukai serta Menteri Keuangan juga lebih jelas. Sementara, ini kan dibantah sama oleh Kemenkeu," katanya. 

Kementerian yang dipimpin oleh Sri Mulyani itu menepis ada tindak pidana pencucian uang (TPPU) di sana. Padahal, Menko Polhukam Mahfud MD dan PPATK jelas menyebut transaksi janggal itu adalah TPPU. 

Baca Juga: Bukan Rp300 T, Mahfud MD: Dugaan Transaksi Mencurigakan Capai Rp349 T 

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya